[ Prolog ]
Bali, setengah tahun lalu.
Sinar matahari masih memanggang area pantai dengan sinarnya yang luar biasa menyengat. Angin yang bertiup tak pernah sanggup mengusir rasa panas yang memaksa orang-orang untuk segera menceburkan dirinya ke dalam lautan. Olahraga air sangat populer di Pulau Dewata. Menantang debur ombak di tengah kemilau pasir putih selalu menjadi kesenangan tersendiri. Terutama jika olahraga tersebut diperlombakan dalam sebuah ajang pembuktian diri.
Seperti dalam acara Asian Beach Games yang diselenggarakan sebuah komite internasional olahraga air. Kali ini, mereka memilih Bali sebagai tuan rumah. Pantai di Bali selalu terkenal dengan ombak dan matahari menyengat. Tapi hal itu malah menjadi godaan bagi orang-orang untuk menguji nyali dan kemampuan.
Arena perlombaan surfing itu mulai disesaki para pengunjung yang haus hiburan. Papan luncur berwarna-warni berseliweran di atas kemilau pasir putih. Hari ini panitia Beach Games yang disponsori merk ponsel ternama itu telah menyusun kegiatan lomba surfing. Jeremy Simon menjadi salah seorang tamu kehormatan yang akan membuka acara tersebut. Beliau adalah salah seorang pejabat olahraga air internasional.
Para panitia lomba sendiri tidak terlalu menyukai Jeremy Simon. Bertubuh gempal dan tak menarik. Rambutnya dicat pirang pucat. Segala barang-barang bermerk menempel di badan, hanya untuk memamerkan kekayaan. Selain itu, Jeremy membawa-bawa pengawal yang tak sedikit jumlahnya. Maklumlah, sebagai preman dunia hitam, Jeremy harus menjaga keselamatan setiap saat.
Lee Shin mengamati Simon dari lensa kameranya. Shin adalah salah satu wartawan yang hadir dalam acara itu. Seulas senyum mengejek hadir di wajah Shin ketika melihat seorang gadis penyambut tamu mengeryit jijik ketika Simon secara sengaja menyentuh tubuhnya secara kurang ajar.
Dimana-mana sama saja. Penjahat tetap saja penjahat.
Shin mengembuskan napas dengan kesal. Dia mengarahkan kamera kembali, mencoba menangkap momen yang tepat.
Mengesalkan. Shin tak suka meliput kegiatan seperti ini. Akan tetapi, dengan pengalaman liputan-liputan yang berakhir tak mulus, pimpinan redaksi menyuruhnya memilih zona aman. Tidak akan ada tajuk berita yang lebih membosankan daripada pembukaan acara Beach Games. Namun ini liputan yang minim resiko.
"Minimal kau tidak akan terluka," kata kepala editor saat itu.
Padahal, orang-orang menyukai berita yang heboh. Kalau perlu, sesuatu yang membuat mereka menaruh kopi pagi. Berita-berita spektakuler akan menarik mereka berkonsentrasi. Mereka membutuhkan liputan-liputan mendebarkan. Seperti pencurian, perampokan, atau pembunuhan.
Sayangnya, Shin sudah terlalu berpengalaman berada dalam situasi ketiga. Liputannya memang sering berakhir tidak mulus. Kepala editor sendiri sering mengatakan, terlalu banyak kebetulan bisa berakibat fatal. Bisa-bisa Shin terseret masalah kriminal di kantor polisi.
Lee Shin menjepretkan kameranya pada sosok gempal berkemeja kembang-kembang itu. Kelihatannya, foto-foto sudah cukup untuk dimuat dalam halaman olahraga FlaSh-NewS.
Pembukaan Asian Beach Games oleh Jeremy Simon.
Lee Shin sebenarnya enggan mengisi halaman olahraga. Namun baik kepala editor maupun ayahnya—CEO Siddharta Press and Co, berkali-kali mengingatkan agar dia bertugas di tempat aman.
Beberapa tugas sebelumnya selalu jadi bencana. Gosip artis berubah menjadi berita pembunuhan, wawancara ekonom terkenal berubah menjadi tajuk berita penggagalan upaya pembunuhan. Seakan-akan, Shin selalu berada di dekat kejahatan. Mengetahui, atau menggagalkan. Ini tak ada hubungannya dengan Light. Ini berhubungan dengan nasibnya sendiri.
Lee Shin, seorang pemilik raksasa perusahaan media cetak, sekaligus budak ayahnya.
Shin mengambil beberapa angle lagi, sebelum mengarahkan lensanya ke pemandangan lain. Dia mengambil gambar pantai dan orang-orang yang mulai berselancar. Sementara itu, Simon tampak senang dengan acara itu. Simon memilih untuk berdiri lama-lama di area panggung tenda yang menjorok ke laut.
Dua orang cewek seksi membelai pundak Simon. Simon tertawa. Dia menyulut rokok di mulut, lalu mengambil pemukul gong. Bersiap membuka acara. Panitia juga sudah bersiap meluncurkan balon warna-warni, confetti, beserta sirine yang akan mengawali kemeriahan acara.
Rupanya acara akan segera dimulai. Lee Shin segera memusatkan perhatiannya untuk mengambil gambar Simon. Sama seperti orang-orang berponsel kamera yang memandang panggung buatan itu.
Tidak seorang pun menyadari kehadiran perahu motor putih yang dikendarai seorang gadis belia. Wajah cantik Sang Gadis dibingkai rambut hitam yang tergelung di belakang leher. Gadis itu menaikkan kacamata hitam. Pandangan matanya menyusuri langit.
Rupanya, gadis itu sedang memperkirakan arah angin dari arah parasut dan layar-layar perahu.
Sesaat, gadis itu menurunkan kacamatanya kembali. Dia mengarahkan perahu motor ke sudut yang tepat. Senapan telah siaga. Dengan segera, dia membidikkan senapan itu ke arah Simon.
Gadis itu menunggu saat dimulainya keriuhan acara. Dan benar saja, tepat sesaat setelah Simon memukulkan gong, sirine mulai bergaung. Confetti meletup keras mengiringi pelepasan balon. Simon tersenyum lebar diantara kedua gadisnya. Bertepuk tangan bersama orang-orang. Suara Sang MC pun bergema melalui pengeras suara.
"... and The Asian Beach Games was already begun!"
Dor!
Peluru itu berhasil membuat lubang di kening Simon. Dua gadisnya berteriak kaget. Panitia di sekitar Simon bergerak dengan panik. Berusaha menopang Simon seraya berkomunikasi melalui gawai.
Kaget, Shin langsung menurunkan kamera dari wajah. Apa itu bukan halusinasi? Didorong insting, Shin memiringkan kepala hingga pandangannya terarah ke laut. Shin langsung melihat sosok berbaju lateks hitam di atas perahu motor.
Dialah pelakunya!
Sosok itu membuang senjata ke tengah laut. Sial! Terlalu jauh! Shin berlari mengelilingi garis pantai, dengan harapan bisa mengejar. Akan tetapi, ini adalah hal yang sia-sia. Mengingat lawan telah jauh di tengah samudera.
Berkali-kali, Shin berusaha menangkap sosok itu dengan pandangan mata. Siapa dia? Pria? Atau wanita? Mengapa dia mengincar Simon? Bagaimana cara menangkapnya?
Sekali lagi, Shin berada dalam sebuah kasus. Shin melontarkan sumpah serapah dengan gemas. Dia terpaksa kembali ke kerumunan orang-orang. Kegelisahan orang-orang mempengaruhi Shin. Segera, dia bertumbukan dengan seorang gadis berpakaian swimwear one piece yang ditutupi sarung pantai merah terang.
"Jeongmal mianhaeyo—ups, I mean, I'm sorry," gadis itu berkata kaget, "Are you ok?"
"I'm fine," Shin menjawab, "And you?"
"It's ok. Once again, I apologize for that."
Gadis itu membetulkan kaca mata hitam. Melihat name tag di dada dan kamera di tangan Shin, dia agak terkejut.
"You are a reporter?"
Shin mengangguk. Dia sadar, dia harus segera mengambil wawancara dengan petugas panggung. Jadi dia berusaha menyingkat percakapan tak penting itu.
"Sorry, I have to go."
Gadis itu tersenyum. Membiarkan Shin berlalu dari hadapannya dengan tergesa-gesa. Sesaat setelah punggung Shin menghilang, Sang Gadis mengambil sebuah ponsel kecil dari tas slempang.
"Mission accomplished," ia berkata pelan, "Simon is dead."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro