Bab 2 - Dua Sisi (Light)
Jakarta, Indonesia. Waktu yang sama.
Lee Shin—tidak ada yang menduga kalau usianya telah berada di pertengahan tiga puluhan. Semangat dan komitmennya membuat Shin dihormati dan dikagumi oleh para pegawai di kantor.
Shin memegang tampuk jabatan CEO Siddharta Press and Co semenjak dia berulang tahun kedua puluh lima. Tepat ketika itu, ayahnya mulai terkena stroke ringan dan memutuskan untuk pensiun.
Meski demikian, Shin membenci pekerjaan kantor. Karena itulah, ayahnya memerintahkan kepala editor untuk sesekali membiarkan Shin meliput. Penampilan Shin ketika meliput tak jauh beda dengan wartawan lain, syukurnya. Shin pandai menyembunyikan wajah aslinya di balik topi dan tatanan rambut berbeda.
Pagi ini, Shin sedang bersiap untuk peliputan lain. Namun rupanya, Sang Sekretaris mengumumkan kalau hari ini dia kedatangan tamu yang tidak bisa ditolak.
Shin mengerutkan alis. Wanita berusia empat puluh tahunan itu telah berdiri di depan. Senyuman penuh manipulasi itu sungguh membuat Shin muak. Betapa tidak, senyum seperti itu telah beberapa kali menipu Shin, membuatnya merasa seperti anak nakal yang harus segera dihukum.
Tae Hyun Woo. Orchid.
Perempuan itu memiliki penampilan sebagai eksekutif borjuis. Akan tetapi, Shin percaya, di balik pakaiannya, Orchid pasti menyimpan beragam senjata rahasia.
Shin memberi tanda agar Orchid duduk. Dia menunggu sekretarisnya keluar ruangan. Dengan gerakan ringan, dia menekan sebuah tombol di bawah meja kerja. Plakat-plakat baja langsung meluncur menutupi kaca-kaca jendela. Bertepatan dengan suara 'klik' yang mengunci pintu kantor dari dalam.
Shin senang dapat merancang pengamanan ruang pribadinya di Siddharta Press and Co. Hal ini mengizinkannya memasang alat-alat keamanan favorit. Penyebabnya? Shin kadang-kadang merasa risih jika mendapat tamu dari kantornya yang lain. Sebuah organisasi rahasia berskala internasional. International Agency for a very Secret Mission—ISM. Orang-orang mereka memiliki aura yang berbeda dari orang biasa, membuat pegawai kantornya mengernyitkan alis menahan rasa penasaran.
Orchid adalah salah satu pimpinan divisi pembunuhan. Sikapnya keibuan, walaupun dia tidak pernah menikah. Wajahnya teramat cantik dan terlihat sebagai seorang Nyonya Muda yang rentan. Sebagian teman Shin yang pernah melihatnya pernah menyatakan kalau Orchid cantik dan seksi.
Seandainya mereka tahu reaksi apa yang bisa mereka terima kalau menggoda Orchid. Shin menahan keinginan untuk mengatakan kepada temannya, balasan yang akan diterima hanyalah sabetan hak sepatu. Orchid pernah mengalami patah hati yang parah. Sejak itu, Orchid membenci semua pria yang mendekatinya.
Shin bergeming dari bangku, sengaja memamerkan siapa yang berkuasa saat ini. Lebih baik membiarkan wanita di depannya memulai pembicaraan ketimbang dia harus menebak apa keinginan wanita itu. Toh, menurutnya, Orchid tak akan memberi tugas di luar tugas kantor.
"Sulit sekali bertemu denganmu, Pak Lee Shin. CEO muda dari grup Siddharta," ada nada mengejek dalam perkataan itu. Shin mendengus gusar. Namun Shin memilih tidak menanggapi pernyataan Orchid. Untuk apa?
"Kudengar, kau masih wara-wiri di lapangan, untuk meliput? Kenapa kau mau bersusah-susah melakukannya?"
Shin merasakan tenggorokannya mengering mendengar perkataan Orchid. Huh! Enak saja! Memangnya dia mau melarang Shin bertugas meliput juga?
"Karena itu adalah jalan satu-satunya aku bisa bertugas keluar," kata Shin sinis. Orchid berdeham sekali, sadar kalau Shin sedang menyindir ISM.
Orchid menaruh sebuah berkas di atas meja. Dia menghampiri Shin dengan langkah-langkah anggun.
"Kali ini, kau tidak akan tertahan di kantor, Pak CEO," kata Orchid dengan nada menggoda.
"Sudah kukatakan, jangan memanggilku dengan CEO atau embel-embel Siddharta," kata Shin dengan nada keras. Untuk apa orang mengenal Shin hanya sebagai penerus, memperpanjang umur perusahaan? Namun, mengingat perusahaan itu juga membantunya dalam menjalankan pekerjaan sebenarnya, mau tidak mau Shin menutup telinga saja. Walau dia melakukannya dalam keadaan terpaksa.
Yang penting dia bisa hidup sebagai Detektif Light. Agen lapangan tangguh yang pernah berjuang berkali-kali mempertaruhkan hidup. Melakukan penyelidikan-penyelidikan besar dan mengungkap penjahat-penjahat yang bersembunyi di balik topeng birokrasi.
Shin pernah marah karena Orchid mengatakan kalau dia lebih pantas sebagai pemeran utama sebuah drama Korea. Tuan muda tampan dan kaya. Siapa yang dapat menghindari pesona Shin? Wajah Shin memang tampan untuk gestur seorang pengusaha. Wajahnya kokoh dengan tulang pipi menonjol. Matanya tajam, berwarna gelap yang sangat kontras dengan kulitnya. Memiliki hidung mancung dan bibir tipis kemerahan, dibingkai oleh rambut hitam gelap yang ikal dan selalu berantakan. Dia adalah pria dambaan setiap wanita ibukota. Orchid menyadari hal itu. Wanita itu selalu bersikap kalau dia memang pengagum Shin.
"Sebenarnya yang sulit adalah bertemu denganmu, Orchid," Shin tersenyum miring, "Agen ISM yang selalu berkeliling dunia. Dengan kasus-kasus menumpuk yang menunggu untuk dipecahkan. Apa yang membawamu kemari?"
"Tidak sabaran," Orchid menyambar gelas wine di tangan Shin, "Apa sikapmu selalu begini terhadap perempuan? Atau gadis-gadis gebetanmu?"
"Itu bukan urusanmu," Shin merengut, lalu mengambil gelas lain. Orchid mengangsurkan sehelai berkas tepat di mukanya. Di atas kertas itu dengan jelas terpampang wajah seorang gadis cantik berambut keperakan. Identitas tercetak dengan jelas di sebelahnya, Fumiya Natasha. Pembunuh. Anggota klan mafia. Anggota agen pembunuh bayaran.
"Tangkapanku," seulas kebanggaan terlihat di senyuman Orchid. Sudah lama Shin tidak melihat gurunya tersenyum puas dan menyombong seperti itu.
"Ikan besar, huh?"
"Bingo! Dia adalah salah satu pemimpin geng di Asia baru-baru ini. Sayang sekali, rekannya tewas sebelum aku sempat menangkapnya."
Shin memutar mata. Selama hidupnya, ia paling malas berhubungan dengan klan mafia. Walau jujur, terkadang tawaran mereka cukup menggoda. Terkadang para mafia berkedok pengusaha membutuhkan pemberitaan-pemberitaan positif yang dapat mengubah persepsi masyarakat. Karena itulah, mereka bekerja sama dengan beberapa stasiun televisi dan media cetak.
Shin cukup tahu diri untuk tetap berada di luar garis, dan berteman dengan mereka secara biasa. Lebih baik menjauhkan diri dari urusan mereka, jika dia ingin tetap hidup sebagai Light.
"Fumiya memberiku sebuah informasi penting tentang pergerakan organisasi Death Hand," Orchid berkata, membuyarkan pikiran Shin, "Sebuah organisasi pembunuh bayaran terbesar di Asia. Kali ini tujuan utama mereka adalah Geraldo Steward. Anggota teroris yang baru saja tertangkap di Indonesia. Kami berencana akan memindahkannya ke Australia dua hari lagi dengan sebuah pesawat kecil. Aku ingin memberitahumu sesuatu yang amat menarik. Pembunuh yang ditunjuk kali ini, adalah Shadow."
Shadow? Hebat! Seolah sudah ditakdirkan, Lee Shin beserta identitas rahasianya— Light, selalu berupaya untuk mengalahkan Shadow. Selama sepuluh tahun, ia menganggap Shadow satu-satunya rival yang harus dikalahkan. Shin pernah berhadapan dengan Shadow dua kali. Dan bisa dibilang, tidak ada yang menyenangkan dari peristiwa itu. Termasuk peristiwa sepuluh tahun lalu di Korea Selatan.
"Masih ingat?" Orchid terus saja berkicau. Tidak menghiraukan tatapan penuh kebencian dari Shin.
"Tentu saja," wajah Shin berubah masam.
"Hingga hari ini hanya dirimu yang sempat bertemu dengannya. Shadow."
"Bukan aku yang mencarinya," Shin membuka suara, "Sepuluh tahun lalu, saat aku berhasil menggagalkan usahanya membunuh seorang duta dari Korea Selatan."
Shin menarik napas, memutuskan akhirnya harus menceritakan bagaimana dia berhasil bertatap muka dengan Shin.
"Malam harinya, aku menemukannya di apartemenku. Sedang duduk di meja kerjaku seolah dialah pemilik tempat itu..." Shin memejamkan mata, teringat suara yang menyapa. Lembut dan dingin. Seperti desisan ular paling berbisa,
"Senang bertemu... Light." Pria itu, Sang bayangan. Berusia tiga tahun lebih tua darinya. Wajahnya amat tampan. Rambutnya ikal dan pendek, dengan poni menutupi sebagian mata. Postur tubuhnya ramping, jauh dari kesan pembunuh bayaran dalam film yang biasanya kekar berotot seperti raksasa. Di tangannya dia memainkan sebuah CD mungil, "Data komputermu menarik sekali... International Agency for a very Secret Mission?
"ISM ada..." Shin berkata tenang, "untuk mencegah pembunuh seperti kalian berkeliaran, mencari mangsa, seenaknya berbuat jahat. Seolah dunia milik kalian."
Shadow tertawa.
Shin langsung meradang. Kalau identitasnya sebagai agen ISM terkuak, dia akan langsung dipecat sebagai anak oleh ayahnya. Namun, lebih buruk lagi, nyawanya bisa langsung menjadi sasaran empuk bagi musuh-musuh Light. Musuh-musuhnya. CD di pria itu yang akan menentukan semuanya. Nasibnya, dan nasib seluruh kontak ISM yang ada dalam data komputernya... Semua berada di tangan Shadow.
Shin membuka matanya, menarik kesadarannya ke masa sekarang. Di depan Shin, Orchid menatap Shin penuh rasa ingin tahu. Shin tak ingin menceritakan lebih jauh lagi. Itu terlalu memalukan.
"Aku merasa heran. Apakah dia tidak mencoba membunuhmu?"
Shin menggeleng, "Dia mengajakku mengobrol seakan dia teman lama yang baru datang dari jauh. Aku tak pernah mengalami hal aneh seperti itu seumur hidupku. Dia bahkan lebih aneh darimu, Orchid. Dan dia mengetahui identitasku. Sebagai Light."
"Astaga," Orchid mengeluh, "Apa separah itu?"
"Seharusnya ia membunuhku. Tapi ia tidak melakukannya. Dan aku tak tahu mengapa, aku juga tidak berniat melakukan sesuatu untuk menangkapnya. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuatku enggan. Kami hanya mengobrol biasa sampai kemudian..." Shin menelungkupkan telapak tangan kanannya, meniru pesawat lepas landas, "Dia keluar dari jendela apartemenku. Melompat, jungkir balik, dari lantai empat."
"Luar biasa," Orchid menimbang-nimbang, "Apa kau tahu nama aslinya?"
"Tidak," Shin membuang muka. Ia jelas berbohong. Masih jelas dalam ingatannya saat lawannya itu mengulurkan tangan dan mengatakan namanya,
"Aku Joong," ia berkata dengan puas, terlihat senang menerima lawan yang seimbang. Kilatan aneh di wajahnya menyiratkan keinginan bertarung, "Senang berkenalan denganmu, Lee Shin."
"Kapan Geraldo akan berangkat?" Tanya Shin tanpa minat.
"Jam dua belas siang. Polisi akan mengawalnya sampai bandara. Selanjutnya, kami yang akan mengambil alih."
"Baguslah," Shin bergumam, "Kali ini dia akan kukalahkan."
"Bukankah dulu kau sudah mengalahkannya?"
Shin menarik napas. Mengingat ketika Sang Duta itu dibawa ke rumah sakit. Luka Sang Duta bahkan tidak terlalu parah. Namun ternyata, saat Shin menjenguk... duta itu telah mengembuskan napas terakhir. Mati akibat kelebihan dosis morfin.
Sebuah kartu ucapan tertera di kantong infusnya. Hanya bertuliskan dua kata:
KAU KALAH.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro