5
“Hai, Clam!” seru Jave saat baru memasuki toko bunga, sambil melambaikan tangan ke arah Manty dengan ceria.
Manty memasang wajah sinisnya lalu mendengus sambil berlalu. Dia melangkahkan kakinya lebar-lebar dan masuk ke bagian belakang toko, yang tempatnya agak tertutup dan jauh dari jangkauan Jave.
Tempat ini memang menjadi tempat favorit Manty bila sedang ingin sendiri. Sekadar untuk mendapatkan ide atau mencari keheningan. Dia memang butuh konsentrasi yang tinggi saat bekerja.
Jave tertawa kecil melihat tingkah Manty. Sepertinya dia sudah mulai terbiasa, setelah seharian mengikuti gadis itu kemarin.
“Apa dia selalu seperti itu?” tanyanya pada Louie yang duduk di depannya.
Louie menoleh ke arah Manty, lalu memberikan ekspresi yang tidak bisa dimengerti Jave.
“Dulu, tidak. Tapi semenjak kehilangan suara selama setahun, dia memang jadi jarang berbicara.”
Alis Jave terangkat setengah. Wajahnya jelas menunjukkan keterkejutan.
“Kehilangan suara selama setahun? Bisakah manusia seperti itu?”
Louie mengangguk yakin. “Dia contoh nyatanya.” Melihat ekspresi Jave yang seolah bertanya ‘apa yang membuatnya jadi seperti itu’, Louie melanjutkan, “Tunangannya meninggal di depan matanya. Ah tidak, mereka akan segera menikah dalam hitungan minggu. Jadi bagaimana aku harus menyebutnya?”
Wajah Jave berubah prihatin. “Begitu rupanya. Pantas saja dia begitu dingin.”
Lalu tiba-tiba terdengar suara terkesiap dari Louie. “Oh tidak… Manty pasti akan mengulitiku karena menceritakan ini padamu.”
Jave tertawa kecil. “Apa dia benar-benar seseram itu?” tanyanya penasaran. Dan dia benar-benar ingin tahu saat ini.
“Sebenarnya dari tindakan tidak, tapi kalau matanya… iya.”
“Bukankah kau bilang dia banyak bicara dulu?” tanya Jave cepat.
Dia jadi benar-benar penasaran dan pembicaraan ini terasa semakin menyenangkan baginya. Entahlah, dia juga tidak terlalu mengerti alasannya. Tapi rasanya seperti ada dorongan dari dalam hatinya untuk mengulik kehidupan Manty lebih lagi.
“Benar, dulu dia memang gadis yang ceria. Tapi mata seseorang tidak bisa berubah, bukan? Sejak dulu dia punya tatapan yang tajam. Hanya saja, kini jadi terasa sangat mengerikan.”
Jave baru membuka mulutnya, hendak bertanya lebih lanjut. Tapi dia segera menghentikannya karena Manty tiba-tiba keluar dari ruangan itu dengan buket di tangannya dan tatapan yang… mematikan.
Mendapat tatapan seperti itu, Jave hanya bisa menyeringai lebar, menampilkan deretan giginya yang putih. “Kau mau ikut denganku, Clam?”
Apa lagi ini? Manty tidak pernah bisa menduga apa yang akan dilakukan lelaki yang baru dikenalnya kemarin. Kenapa lelaki itu selalu mengajaknya pergi, melakukan sesuatu di luar pikirannya, dan mengatakan apapun secara spontan?
Tidakkah dia mengerti arti sikap dingin yang diberikan Manty? Manty mendengus dan segera melenggang pergi.
“Kita ke kebunku, Clam. Bukankah kau harus melihat bunga-bunga yang kutanam untuk melancarkan kerja sama kita? Atau kau percaya seutuhnya atas kualitas bunga-bunga yang akan kukirimkan ke tokomu ini?” Jave berusaha menjelaskan tujuannya, atau lebih tepatnya membujuk agar Manty ikut dengannya.
“Sudah kukatakan, kau bisa melakukan itu dengan Louie,” jawab Manty tanpa melihat Jave.
Louie dan Jave saling menatap, lalu keduanya mengangkat bahu bersamaan. “Kau yang lebih tahu masalah bunga, Manty. Ikutlah dengannya,” bujuk Louie.
Manty membalikkan badannya, lalu melihat ekspresi meyakinkan dari Louie. Sekilas dia menghela napas. Ekspresinya seolah berkata, kau ingin membunuhku, Louie.
***
Mobil Jave baru saja melaju meninggalkan Viccla Florist, dengan Manty di dalamnya. Louie baru menurunkan tangannya yang terus dilambaikan sejak tadi. Tapi matanya terus memperhatikan pergerakan mobil itu hingga tak terlihat lagi di belokan depan sana.
Sejenak ada keraguan di hati Louie. Membiarkan Manty pergi bersama Jave di saat suasana hatinya sendiri masih belum bisa dikendalikan mungkin tidak sepenuhnya benar. Tapi Louie harus melakukan itu agar Manty mulai terbuka.
Louie melangkahkan kakinya dan kembali masuk ke toko. Baru selangkah dan perasaan aneh langsung mengerumuninya. Louie segera mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut toko. Tidak ada apapun.
Tunggu! Tidak ada apapun, juga siapapun! Lalu di mana Jenn? Perasaan Louie semakin tidak keruan memikirkan gadis menyebalkan itu.
Dengan hati-hati, Louie melangkahkan kakinya menuju bagian belakang toko, tempat Manty menyembunyikan dirinya tadi. Dan benar saja, dia bisa melihat Jenn di sana. Duduk membelakangi pintu dengan tangan yang sudah siap untuk…
“Hei! Sedang apa kau? Jangan sentuh rangkaian bunga Manty!”
Jenn sontak menoleh. Tidak ada ekspresi terkejut di sana, bahkan dia menampilkan wajah bingung, yang juga membuat Louie tidak mengerti.
“Aku hanya memperbaiki posisinya. Apa kau perlu segalak itu?” ujarnya sambil berlalu di samping Louie, meninggalkan tempat itu dengan Louie yang menatap penuh curiga.
Sepeninggalan Jenn, Louie segera menoleh ke dalam ruangan itu. Dia bergerak masuk perlahan dan memperhatikan semua sudut, juga barang di sana. Terutama rangkaian bunga yang masih dirancang Manty, yang ditinggalkannya di atas meja.
Louie menghela napas lega. Untung saja Jenn benar-benar tidak melakukan apapun terhadap bunga rangkaian Manty, kalau tidak, sahabatnya itu pasti akan mengamuk.
Setelah selesai memastikan semuanya, Louie kembali melangkah keluar, dan kembali berhadapan dengan Jenn. Tatapan mereka sama-sama menajam.
“Aku tidak melakukan apa-apa, kan?” sindir Jenn.
Louie mengangkat sebelah alis dan menunjukkan wajah tak peduli. “Untungnya begitu. Karena kalau kau sampai melakukan sesuatu, kau harus menghadapi amukan dua orang sekaligus. Aku dan Manty.”
“Temanmu yang pengecut itu bisa mengamuk?” Jenn melontarkan nada mengejeknya.
Emosi Louie melonjak seketika. “Jangan sebut Manty seperti itu!”
“Lalu apa namanya kalau bukan pengecut? Memilih bersembunyi di rumah, meninggalkan semuanya dan tidak menghadapi apapun hanya karena ditinggal kekasih. Bukankah itu sangat drama?” Bukannya berhenti, Jenn justru menambah kadar sinis dalam ejekannya.
Saat itu juga, darah Louie berdesir cepat menuju ubun-ubunnya. Rasanya dia ingin mencakar gadis menyebalkan di hadapannya itu. Dan dia benar-benar akan melakukannya andai saja pintu toko tidak dibuka dan memunculkan seseorang dari baliknya. Louie berusaha keras menahan amarahnya dan menoleh ke arah tamu yang baru masuk.
“Steve?”
Louie terlihat begitu terkejut saat menyadari siapa yang berada di depannya. Seorang lelaki tinggi berpostur tegap, yang tidak lain ialah Steve Hadson, teman Louie dan Manty semasa kuliah. Dia memiliki wajah yang tegas, namun senyumnya hangat. Sehangat mentari yang bisa mencerahkan hari Louie.
“Apa kabar, Louie?” Steve merentangkan tangannya, dan tanpa pikir panjang, Louie segera menyambut dengan wajah ceria.
“Kau ke mana saja? Bilang ingin pindah dari Pittsford dan ternyata kau benar-benar melakukannya. Kami kira kau hanya bercanda saat itu,” gerutu Louie seraya melepas pelukan Steve.
Steve tersenyum lebar. “Ada urusan yang mengharuskanku pindah saat itu. Tapi tenang saja, sekarang aku sudah kembali dan akan menetap lagi di Pittsford.”
“Benarkah? Ini kabar yang sangat bagus!” pekik Louie girang. Kegembiraannya tidak bisa disembunyikan sedikit pun.
Steve mengangguk yakin, lalu mengedarkan pandangannya dan bertanya, “Di mana Manty?”
“Dia sedang pergi.” Louie terdiam sesaat, lalu meneruskan, “Bisa dibilang perjalanan bisnis.”
“Perjalanan bisnis? Dia akan lama di sana? Di mana?” tanya Steve penasaran.
Louie tertawa kecil sambil mengibas-ngibaskan tangannya. “Ah, bukan begitu maksudku. Dia hanya pergi sebentar. Mengecek bunga yang akan dipasok ke sini.”
Steve mengangguk-angguk mengerti. “Dia masih bersama Kean?”
Air wajah Louie berubah seketika. Dia menelan ludah dengan susah payah sebelum menjawab, “Kau tidak tahu, ya? Kean sudah meninggal dua tahun yang lalu.”
Steve tersentak. Wajahnya jelas menunjukkan keterkejutan. “Lalu sekarang bagaimana keadaan Manty?”
“Dia sudah membaik, walau sempat syok selama setahun.”
Bukan itu. “Lalu sekarang dia punya hubungan dengan orang lain?”
“Aku tidak yakin Manty sudah membuka hati. Atau bahkan bisa membuka hati.”
Bagus!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro