Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17

"Kau sudah siap, Manty?"

Louie yang sudah siap sejak tadi sedang menunggu Manty di depan pintu. Mereka menyetujui usul Steve untuk berlibur. Bukan keputusan yang dibuat dalam waktu singkat. Bahkan setelah hari itu pun, Louie masih sering merenung dan lebih diam. Baru beberapa hari ini dia mulai membaik.

"Tunggu sebentar," jawab Manty sambil memasukkan perlengkapannya. Saat mengingat barang bawaan Louie, Manty kembali bertanya, "Kau tidak membawa baju hangat?"

Louie tersenyum singkat penuh arti, tapi segera menormalkan wajahnya saat Manty menoleh. "Cepat, kita hampir terlambat!" seru Louie mengalihkan pembicaraan.

Manty mempercepat gerakannya dan segera memasukkan perlengkapannya dengan sembarang. "Kau sudah bisa mengomel sekarang," sindir Manty sambil setengah berlari menggeret kopernya.

Louie tertawa kecil lalu segera mengunci pintu, sementara Manty masih menggerutu di belakangnya. Setelah memastikan bahwa Louie sudah selesai, Manty segera melangkahkan kakinya ke arah kanan. Mereka sudah berjanji untuk bertemu dengan Jave di rumahnya dan berangkat dari sana.

"Kau mau ke mana, Louie?" tanya Manty saat menyadari kalau Louie tidak berjalan menuju arah yang sama dengannya.

Louie tersenyum jahil. "Aku... akan liburan. Tentu saja."

"Kita berjanji bertemu dengan Jave di rumahnya. Kau belum tahu rumah Jave? Ikuti saja aku."

"Aku tahu arah rumah Jave memang ke sana. Tapi, aku sudah punya rencana liburan sendiri."

Mata Manty melebar. "Apa maksudmu, Louie?"

Louie tergelak. "Menurutmu aku akan sebodoh itu untuk membiarkan diriku menjadi pengganggu kalian? Aku ini manusia yang peka dan tahu diri, Manty. Aku akan berlibur bersama Jenn. Kami sudah menyusun rencananya."

"Tidak mungkin! Lalu bagaimana dengan tiket pesawatnya? Kita sudah memesan."

"Aku tidak memesankan untuk Louie, Clam. Dia sudah memberitahuku terlebih dulu," potong Jave, membuat Manty menoleh kaget.

"Jadi... kalian..." Manty mendengus. Wajahnya terlihat kesal. Tapi sebaliknya, Jave dan Louie justru tergelak.

"Sudah tidak usah marah. Kau akan menikmatinya nanti. Kami pergi dulu, Louie. Semoga liburanmu juga menyenangkan!" seru Jave sambil menarik tangan Manty, membuatnya yang masih berdiri diam tersentak. Louie kembali tertawa lalu melambaikan tangannya.

***

"Aku masih tidak percaya kau melakukan ini pada... Oh my God!" pekik Manty.

"Manty... Manty... Kau baik-baik saja? Ada apa di sana?" tanya Louie cemas. Sementara Manty yang meneleponnya dari seberang sana tidak memberi jawaban apa pun.

Manty baru saja mengangkat kepalanya dan melihat pegunungan, pepohonan serta perumahan di depan matanya saat sedang berbicara dengan Louie. Dia dan Jave sudah memasuki kawasan Zermatt di Swiss. Distrik ini sangat tenang, juga mempunyai udara yang sangat sejuk dan bersih.

Melihat kenyataan ini, keheranan Manty akan kendaraan yang mereka naiki hilang seketika. Awalnya, dia sempat terus bertanya-tanya kenapa mereka menaiki bus yang kecil, sama sekali berbeda dengan ukuran bus pada umumnya. Juga tidak ada suara apa pun yang ditimbulkannya, bahkan menurut orang-orang, bus ini memakai tenaga listrik bukan bensin.

"Aku... tidak apa-apa, Louie. Di sini indah sekali!" pekik Manty lagi. Wajahnya terlihat begitu ceria. "Baiklah, aku tidak akan mempermasalahkan hal kecil itu lagi. Selamat berlibur, Louie. Sampai bertemu saat liburan kita sudah selesai."

Manty menutup teleponnya dan kembali mengamati pemandangan di sekitarnya. Senyumnya terus merekah di sepanjang perjalanan. Bus ini membawa mereka menyusuri jalan di kota ini dengan perlahan. Memang, tidak ada kendaraan yang bisa melaju kencang di kota ini. Banyak orang berfoto di tengah jalan, sedangkan kendaraan tidak diperbolehkan membunyikan klakson. Jalanan yang dilewati pun kecil dan berliku, tapi Manty menyukainya. Setidaknya itu bisa membuatnya menikmati pemandangan lebih lama.

"Kau suka, Clam?" tanya Jave tidak tahan melihat senyum Manty sejak tadi.

Manty mengangguk mantap. "Sangat!"

"Sudah kubilang, kau akan menikmatinya." Jave memajukan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya lalu menatap Manty lekat-lekat. "Kau harus lebih memercayaiku. Semua omonganku terbukti benar, kan?"

Tindakan Jave barusan membuat Manty membeku. Dirinya menahan napas secara refleks. Dan saat ini, dia tidak bisa berkedip sedikit pun. Secara tidak langsung, Jave membuatnya tidak punya pilihan selain balas menatap lelaki itu. Tapi rasanya tubuhnya semakin lemas. Jantungnya bisa berhenti bekerja bila dia tidak cepat-cepat menarik diri.

"Ah! Itu indah sekali!" Manty segera memalingkan wajahnya ke arah jendela dan menunjuk sesuatu di luar sana. Sebenarnya dia sendiri tidak tahu apa yang ditunjuknya, tapi hanya itu yang bisa dilakukannya untuk menghindari tatapan Jave.

Jave tertawa kecil. "Kau menunjuk apa, Clam? Sejak tadi kita sudah melewati tempat seperti ini. Pepohonan, rumah-rumah, dan gunung yang menjulang tinggi. Belum ada yang berubah. Kau hanya mengalihkan perhatian dari wajah tampanku, kan? Aku yakin itu."

Manty menoleh lalu mendengus. "Kau sungguh terlalu percaya diri, May!"

***

"Dia menutup teleponku begitu saja," gerutu Louie sambil menatap ponselnya. "Dasar anak itu! Tadi masih marah-marah, sekarang terdengar begitu senang."

"Siapa? Manty?" tanya Jenn sambil mendudukkan diri di sebelah Louie.

"Siapa lagi," jawab Louie sambil mendesah, lalu kembali menatap lurus ke depan.

Saat ini, Louie dan Jenn sedang berada di sebuah pantai di Florida, pantai St. George Island State Park. Manty dan Louie memang sudah sepakat untuk berlibur, tapi kebiasaan dan kesukaan mereka memang berbeda. Kalau Manty lebih menyukai tempat yang tenang dan sejuk, Louie justru sebaliknya. Dia sangat menyukai pantai. Itu sebabnya dia berada di sini sekarang.

Louie menenggak minuman botolnya sambil tetap melihat ke depan. Matanya tidak berpaling sedikit pun dari hamparan air berwarna biru kehijauan yang begitu luas di depan sana. Suara ombak yang menderu seakan menghipnotisnya, membuatnya merasa damai sekaligus tidak ingin melakukan apa pun saat ini.

"Ayo!" seru Jenn sambil berdiri dan menggerakkan kepalanya ke arah depan.

"Tidak, aku sedang tidak ingin bermain air," jawab Louie sambil tersenyum singkat.

Jenn menyipitkan matanya saat mendapat respons seperti itu dari Louie. Dia tidak jadi pergi, malah sekarang kembali mendudukkan dirinya di posisi tadi. Dia kembali menoleh ke arah Louie. Ekspresi gadis di sebelahnya itu terlihat sedikit aneh, tidak seperti biasanya. Tidak ceria, juga tidak banyak bicara.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Jenn akhirnya.

Louie menoleh singkat, lalu mengulas sebuah senyum formalitas. "Tidak ada."

Kini Jenn bersedekap. Matanya kembali menyipit. "Kau pikir aku bodoh? Jelas kau banyak berubah akhir-akhir ini, Louie. Kau itu biasanya yang paling banyak bicara antara kita bertiga di toko, dan kini kau hanya diam saja. Bahkan kuajak bermain pun kau tidak mau. Lalu untuk apa kau mengajakku ke sini?"

Ocehan panjang lebar Jenn membuat Louie tertawa kecil. "Sepertinya kau yang akan mengambil alih tempatku menjadi orang yang paling banyak bicara, Jenn."

Jenn mendengus. "Kau ini! Masih saja tidak mau bercerita." Lalu dia kembali berdiri. "Baiklah kalau kau memang masih ingin berdiam diri, aku akan menikmati waktuku dulu. Tapi ingat, aku selalu tertarik mendengar cerita orang. Jadi jangan biarkan aku mati penasaran, ya!"

Louie tertawa kecil mendengar ucapan terakhir Jenn. Dia mengiring langkah gadis itu dengan senyum dan lambaian tangan. Mungkin benar, dia memang selalu ingin mendengar cerita orang. Dan Louie bisa memastikan bahwa rasa ingin tahunya pasti sangat tinggi. Kalau tidak, dia tidak mungkin berhasil membuat Manty kembali seperti semula. Dia sudah berhasil melakukannya setelah mencari tahu banyak hal.

Louiemeraih tasnya dan mengeluarkan ponsel beserta earphone. Setelah memasangkan earphoneitu ke telinganya, kini dia sudah larut dalam alunan musik dan lagu yangterputar dari ponselnya. Suasana hatinya sudah membaik. Dia sudah merasa cukupdamai, hingga suatu perasaan aneh menghampirinya. Dia segera mengangkatkepalanya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Aneh, dia tidak menemukanapa-apa, juga siapa pun. Padahal dia bisa merasa dengan jelas, ada yangmemperhatikannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro