Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22. Pertunangan

Terus terang saja, Pattar sama sekali tidak terlihat terkejut ketika Uli menceritakan kalau ia bertemu Nael di gereja. Bukan karena Nael adalah Kristen bagian intel, alias jemaat yang hanya bergabung ke gereja di hari tertentu. Masalahnya, laki-laki yang tidak memiliki darah Batak itu malah datang ke gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). Harus diulangi sekali lagi, Nael beribadah di gereja HKBP. Biasanya yang beribadah di HKBP hanya untuk 'yang Batak Batak aja'.

Yang membuat berita itu harusnya terdengar dahsyat adalah Nael sudah membawa Buku Ende alias buku lagu yang isinya bahasa Batak semua. Jangankan Nael, Uli yang seratus persen Batak saja, masih suka keseleo lidahnya ketika membaca buku lagu itu. Bisa-bisanya laki-laki keturunan chindo itu malah memiliki buku lagu versi bahasa Batak.

"Kok lo kayak nggak tertarik gitu, sih, denger cerita gue?" Uli menyerukan protes setelah melihat Pattar yang malah sibuk menyeruput mi gomak.

"Berisik, ah." Kini Pattar meminum teh hangat miliknya hingga tandas.

"Kalo aja Bang Petra bisa dengerin cerita gue, nggak bakal gue mau cerita sama lo!"

"Siapa bilang nggak bisa? Cerita aja sana!" Pattar menutup kalimatnya dengan seringai.

"Jangan bilang lo masih ngambek masalah minggu lalu, ya?" Gadis yang mengenakan sarung itu menyenggol kaki Pattar dengan kakinya yang terlipat.

"Enggak, tuh." Laki-laki yang mengenakan kaus oblong itu mengambil kerupuk mi, lalu mengunyahnya keras-keras sambil menatap Uli sinis.

Uli sudah kesal. Namun, ia tidak bisa bicara terlalu keras karena kini, mereka tengah terjebak di ruang tengah rumah. Setidaknya ada tiga puluh orang yang tengah berada di sana, termasuk Juan dan keluarganya.

Ketidakhadiran Mamak dan Bapak pada acara ulang tahun pernikahan orang tua Juan membuat pertanyaan besar. Mamak membuat acara makan-makan sebagai alasan karena tidak enak pada keluarga Juan. Bermodalkan mi gomak, kerupuk mi, serta beberapa camilan, Mamak berhasil mengumpulkan hampir seluruh anggota keluarga.

"Dimakanlah ya, yang ada. Cuma ininya yang bisa kami buat. Tapi, nggak ketering lho ini, Da. Masak sendiri aku." Mamak bicara sekalian curhat pada ipar dan calon besannya. "Gimana, enaknya?"

Mamak-mamak yang berkumpul di bagian ruang tengah yang paling dekat dengan dapur itu langsung kompak mengangguk. "Enak, lho, Da. Udah bisa besok-besok buat katering, Eda."

Mamak tersenyum malu-malu.

Rasanya Uli ingin membeberkan fakta kalau mamak dibantu oleh Maktua yang memang ahli membuat mi gomak berbagai variasi. Namun, Uli langsung batal menunaikan niatnya karena pertanyaan lain.

"Ih, teringatnya Da, jadi nggak Si Uli kawin tahun ini?"

Tanpa menoleh, Uli sudah tahu kalau yang bertanya adalah adik perempuan ayahnya.

"Nah, itulah. Jadi, gimananya, Da?"

Uli agak panik begitu melihat Mamak mepet-mepet pada Mama Juan.

Mama Juan tersenyum ramah. Senyumannya mirip seperti milik Juan. Tanpa tes DNA pun, sudah dapat dipastikan kalau mereka adalah ibu dan anak. "Kalo aku, sih, pengennya jangan lama-lama, Da. Udah pengen kali aku nimang cucu."

"Ih, samalah kita, Da."

Mama Juan yang tadinya kalem-kalem saja, auto semangat karena membahas cucu. "Iya, Da. Udah ku bilang sama Si Juan, janganlah lama-lama. Nanti kayak kami pulak. Lama nunggu Si Juan. Udah tua aku ngelahirin dia. Padahal nikah muda, lho aku, Da."

Uli sudah mulai ketar-ketir. Pembahasan keluarganya bukan lagi sekedar perjodohan gemas, tetapi sudah ke arah yang lebih serius.

"Iya-nya? Karena masih cantik itu Eda, lupa aku kalo udah lumayan juga umurnya, ya?"

Pembicaraan tentang pernikahan Uli dan Juan sudah semakin liar. Mereka sampai membahas soal pembagian harta warisan yang tiada saing, sebab Uli dan Juan sama-sama anak tunggal.

Tanpa disengaja, laki-laki jangkung yang sedari tadi sibuk beramah-tamah dengan jajaran sepupu Uli yang lain, kecuali Pattar, malah lewat di depan rombongan mamak-mamak yang sedang seru-serunya berhalu. Uli sudah tidak kaget ketika Juan diserang pertanyaan mematikan.

"Juan, kapannya kau lamar Si Uli? Biar cepat kita marpesta." Namboru yang merupakan adik Bapak, langsung bertanya tanpa repot berbasa-basi.

Uli dan Juan bertukar tatap. Kemudian, Juan hanya tersenyum dan berlalu dari sana.

"Malu kayaknya Si Juan itu." Mama Juan langsung mengamankan situasi.

***

Setelah lelah membujuk Pattar, Uli berniat menghampiri Juan di teras, tetapi langkahnya terhenti pas dekat pintu begitu mendengar suara Petra.

"Kenapa lo belom nembak Uli?" Petra bertanya dengan agresif. "Lo denger nggak, keluarga kita malah udah bercanda soal pesta pertunangan kalian."

Juan tertawa kecil sebelum menjawab, "Belom saatnya."

Petra berdecak. "Lo nunggu apa? Nunggu Uli diambil orang?"

"Uli belom siap buat itu." Juan menjeda kalimatnya, memasukkan tangannya ke saku celana dan ia bersandar di pilar penyangga atap teras.

"Belom siap gimana?"

"Tadinya gue kira lo lebih deket sama Uli daripada Pattar, ternyata enggak. Gue lebih sering liat mereka bareng daripada lo sama Uli bareng."

"Mereka berdua memang saling sayang, cuma dua-duanya tukang gengsi." Petra berdecak, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Jangan alihin pembicaraan. Itu cuma berlaku buat Uli. Masa semua kisi-kisi yang gue kasih nggak bisa bikin lo jadi pacar Uli?"

Uli yang sedang menguping dengan hikmat langsung mengangguk paham. Dugaannya benar, Petra ada di balik Juan. Sudah dapat dipastikan, semua info tentang dirinya pastilah sudah ditransfer pada Juan. Entah kesepakatan atau transaksi macam apa yang dilakukan kedua orang itu, yang pasti Uli bisa menyimpulkan dengan jelas.

Ketika masih sibuk mengangguk, tiba-tiba tangan Uli disambar oleh Pattar yang menariknya menuju kamar.

"Apaan, sih?"

Pattar menghela napas berat. "Lo denger nggak suara ketawa dari ruang tengah? Lo tahu apa yang lagi mereka omongin?"

"Paling lagi halu soal hubungan gue sama Juan."

Pattar mengangguk. Kemudian, ia memegang kedua lengan Uli dengan erat. "Dengerin gue, sebelum ini semua jadi lebih jauh. Lo harus pilih. Juan atau Nael? Lo nggak bisa terus-terusan bikin keluarga kita berharap."

Uli hanya bisa terdiam.

"Makin lama lo ambil keputusan, bakal makin banyak orang yang terluka. Gue tahu ini pilihan berat, tapi gue harap lo pilih yang sesuai sama hati lo. Abaikan semua pertimbangan keluarga, abaikan masalah marga, abaikan latar belakang. Lihat sosok laki-laki kayak apa yang lo mau jadi pasangan?"

Pattar menatap Uli dalam.

Menurut Uli, itu adalah tatapan paling tulus dan dalam dari abang sepupunya yang satu ini.

"Denger gue. Seumur hidup itu lama. Gue nggak mau lo nikah cuma karena berusaha buat nyenengin keluarga. Pilihan ini buat hidup lo. Gue nggak mau lo sampe salah pilih pasangan. Gue harap lo segera buat keputusan, sebelum semuanya jadi runyam."

Uli menggigit bagian dalam bibirnya. Mata besarnya sudah berkaca-kaca. Sebagian karena melihat sosok Pattar yang tidak pernah ia harapkan dan sebagian lagi karena ketidaksiapannya untuk menjawab pertanyaan yang sebenarnya sudah ada jawabannya.

"Nikah lebih lambat dari yang lainnya mungkin nggak jadi masalah buat beberapa orang, tapi, ya, kali lo nggak nikah-nikah. Nggak sadar, tuh, umur udah berapa?"

Uli yang sudah sangat terharu pada wejangan nan budiman dari abang sepupunya itu, langsung melayangkan satu tendangan ke kaki Pattar. "Sialan, ya, lo! Dasar Kampret!"

***
Terima kasih sudah membaca dan berkenan vote.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro