Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. Kembalinya Sang Mantan

Setelah pertemuan yang membuat Uli lumayan kewalahan menghadapi ejekan dari jajaran paribannya, ia kembali ke kamar dan langsung mengganti bajunya menjadi baju tidur. Ponsel dengan wallpaper pohon tanpa daun itu menunjukkan peringatan baterai yang nyaris habis, tetapi ia mengabaikannya. Gadis bermata besar itu malah melihat buket bunga matahari yang ada di atas meja. Ia melakukan ritual skin care lebih dulu, barulah kemudian melihat ponselnya yang sudah nyaris tewas.

"Perasaan tadi masih banyak baterainya." Uli bergumam. Ia bicara dengan dirinya sendiri.

Gadis bermata besar itu langsung mengetahui alasan baterainya nyaris kosong begitu membuka layar. Ada puluhan panggilan tidak terjawab serta ratusan pesan masuk dari Pattar dan ada beberapa pesan dari Nael. Pesan dari Pattar pastilah berisi hal tidak penting, tetapi pesan dari laki-laki yang sejak dua tahun lalu sudah menyandang status sebagai mantan terindahnya Uli, pastilah berisi hal penting. Walaupun menurut orang lain isi pesan Nael tidak penting, bagi Uli, pesan laki-laki itu mutlak sangat penting.

Tanpa membuka pesan dari abang sepupunya, tangan Uli langsung bergerak ke gelembung pesan dari Nael. Begitu membaca pesan pertama, gadis bermata besar itu langsung membelalak.

Nathanael :
Hari ini, boleh gue minta waktu lo satu jam aja?

Pelan-pelan, Uli membaca kalimat selanjutnya. Ia langsung merasa bersalah. Ia terlalu sibuk dengan semua persiapan acara keluarga. Ia tidak lagi melihat ponselnya setelah tiba di rumah. Ia juga sengaja meninggalkan benda itu di kamar.

Nathanael :
Barusan gue dari kantor lo. Kata satpam, lo udah balik. Ada yang jemput. Kalo boleh gue tahu, itu bukan cowok lo, kan?
Biar gue tebak, pasti yang jemput Bang Petra. ;)

Uli merasa bersalah, tetapi ia langsung tersenyum begitu melihat emoji yang disematkan Nael di akhir kalimatnya. Ketika membaca kembali pesan itu, ia malah jadi salah tingkah begitu sadar kalau Nael menyatakan kecemburuannya dengan jelas.

Nathanael :
Gue ke rumah lo sekarang, ya. Kalo lo nggak bisa kasih waktu satu jam, boleh gue minta waktu sepuluh menit aja?

Rasa bersalah Uli dibuat semakin menjadi-jadi ketika membaca pesan berikutnya. Ia merutuki dirinya sendiri yang dengan bodohnya malah meninggalkan ponsel di kamar. Padahal kata Pattar, ponsel adalah salah satu bagian tubuh saking tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Uli sehari-hari.

Nathanael:
Gue udah di depan, tapi kayaknya keluarga lo lagi pada ngumpul, ya? Gue liat mobil Bang Petra sama Bang Joshua di depan rumah lo.

Bisa keluar sebentar, nggak?

Uli melihat jam saat pesan terakhir dikirim, sekitar dua jam lalu. Ia tidak menduga kalau pesan Nael yang berikutnya akan masuk bersamaan dengan peringatan terakhir dari ponselnya yang hampir tewas.

Nathanael:
Akhirnya lo baca juga.

Uli buru-buru mencari charger dan mengisi daya ponselnya secepat yang ia bisa, tetapi gadis berbaju tidur itu bukanlah pahlawan super yang bisa bergerak secepat kilat. Gadis berponi itu langsung meniup poni begitu sadar kalau ia kalah cepat dengan ponselnya yang sudah mati karena kehabisan daya.

Uli ingin segera membaca pesan lanjutan dari Nael, tetapi ia harus sabar menunggu hingga ponsel terisi setidaknya tiga persen. Begitu ponselnya dinyalakan, Uli buru-buru membuka pesan dari mantannya itu.

Nathanael:
Gue di depan.
Masih boleh minta waktu lo lima menit aja?

Hati mungil Uli langsung mencelos. Ia tahu betul kalau Nael tidak pernah bercanda dengan kata-katanya. Dengan baju tidur yang ala kadar, Uli memelesat keluar dari kamar. Tepat saat ia berhasil melewati ruang tamu, langkahnya langsung terhenti mendadak ketika mendapati Bapak duduk di teras.

"Ngapain kau malam-malam ke sini?"

Hanya dari nada bicaranya saja, Uli tahu kalau Bapak setengah murka.

"Saya mau antar ini aja, Om." Laki-laki berkulit pucat duduk manis di samping Bapak dan menyerahkan satu bungkusan besar.

Uli hampir semaput begitu mendengar suara Nael. Benar, itu suara Nael. Bisa-bisanya mantan yang sudah ditolak mentah-mentah sama Bapak, malah melakukan aksi bunuh diri.

"Harus kali hampir tengah malam kau antar ini? Nggak bisa lagi besok?"

Uli berjalan pelan hingga pintu. Gadis yang mengenakan baju tidur itu berniat menginterupsi, tetapi ia langsung berhenti begitu melihat Nael tersenyum padanya. Senyum yang sama seperti yang sudah lama ia rindukan.

"Harus hari ini, Om." Nael tersenyum pada Bapak. "Boleh saya titip ini buat Uli, Om? Kayaknya dia sudah mau istirahat. Maaf kalau mengganggu waktu istirahat Om. Salam buat Tante. Saya permisi."

Tidak lupa Nael mengulurkan tangan untuk mencium tangan Bapak. Tadinya, Uli kira Bapak akan menolak, tetapi dugaannya salah. Bapak menyambut uluran tangan itu, meski menariknya dengan cepat. "Iya, besok lagi jangan malam-malam kali kau datang."

Besok lagi. Apa maksudnya?

Nael yang sudah siap balik badan, langsung menghentikan gerakannya dengan canggung. Ia terlihat berniat untuk melakukan konfirmasi, tetapi yang ia lakukan hanya senyuman. "Saya pamit, Om."

"Iya, hati-hati."

Uli tidak pernah tahu kalau Bapak ternyata tidak sejahat itu. Ia kira, Bapak akan mengusir Nael dengan dramatis jika laki-laki itu berani menginjakkan kaki lagi di rumah mereka, tetapi dugaannya salah.

Akibat terlalu banyak pikiran, Uli tidak beranjak dari pintu. Ia malah berdiri di sana, membatu.

"Eh, yang di sini-nya kau?" Bapak bertanya sambil menyembunyikan bungkusan yang sebelumnya diberikan Nael.

Uli langsung akting tidak tahu apa-apa. "Siapa, Pak?"

Bapak sempat terdiam sejenak, tetapi ia buru-buru bicara begitu Uli mencoba memeriksa benda di belakang Bapak. "Ada tadi orang."

"Ooh." Uli mengangguk seadanya.

Begitu Uli masuk ke kamar, ia langsung membalas pesan Nael.

Uli:
Gue nggak nyangka, lo bakal dateng hampir tengah malam.

Nathanael:
Gue nggak dateng tengah malem, kok. Gue emang nunggu lo dari jam 7 malem tadi.

Uli:
Kenapa harus nunggu?

Nathanael:
Kenapa harus nggak nunggu?
Hadiah gue nggak akan berarti kalo dikasih satu hari setelah ulang tahun lo.

Uli tidak bisa lagi menjawab. Ia kehabisan kata-kata.

Selama masih menjalin hubungan, Nael memang selalu memberi hadiah pada Uli ketika hari ulang tahun, tetapi laki-laki itu juga selalu memberikan sesuatu pada Mamak dan Bapak. Pernah suatu waktu Uli bertanya, jawaban Nael adalah sebagai bentuk ucapan terima kasih.

Uli tidak pernah memikirkannya sedalam itu hingga ia mendengar percakapan Mamak dan Bapak.

"Siapa, Pak?"

"Si Nael datang. Titip ini untuk Uli."

"Nael yang mantannya Uli itu?"

"Iya."

Uli bisa mendengar suara paper bag yang dibuka. Kemudian ada seruan kagum dari Mamak.

"Baik kali memang si Nael ini. Liatlah, dibelinya dompet buat aku."

"Ah, yang pura-pura baiknya dia itu."

Mamak berdecak. "Nggak boleh, lho, kayak gitu, Pak. Ada dibelinya dasi sama kau. Bacalah dulu suratnya ini."

Tidak ada suara setelahnya. Uli semakin merapatkan tubuhnya ke pintu untuk mendengar percakapan yang terjadi di ruang tamu.

"Simpanlah di lemari."

Mamak tertawa kecil. "Kok tumben mau Bapak ngobrol sama Nael?"

Bapak berdeham.

"Karena tahu mau dikasih kado itu?"

"Enggak. Ku tengok dia tadi waktu buka gerbang. Pas mau kututup pun, masih di situ dia. Ada kurang-kurangnya kurasa. Bukannya masuk dia, malah berdiri aja terus di dekat gerbang."

Uli memutar bola matanya malas. Mana mungkin Nael ragu-ragu untuk masuk kalau ia tidak punya kenangan buruk di rumah ini?

"Kalo Si Nael itu Batak, udah kukasih restuku sama dia, tapi macam manalah."

"Sudahlah itu. Tidurlah kita."

Setelah percakapan itu, Uli tidak lagi mendengar suara Mamak atau Bapak.

Dua tahun terakhir, Uli tidak memberikan hadiah apapun pada Mamak atau Bapak karena kebiasaan memberi hadiah itu malah datang dari Nael. Jika hari ulang tahun Uli akan segera tiba, laki-laki itu malah sibuk sendiri mencari hadiah yang cocok untuk diberikan pada Mamak dan Bapak.

Uli kembali ke ranjang dan memeriksa ponselnya. Ada dua pesan masuk ke ponselnya.

Nathanael:
Selamat ulang tahun dan selamat tidur.
Semoga mimpi indah.

Juan Abednego:
Tadi gue lupa bawa kado. Kadonya besok, ya.

Uli memilih untuk tidak membalas kedua pesan itu. Kini ia mengerti maksud Pattar. Ia bisa memahami arti dari larangan untuk multitasking, tetapi ia tidak bisa menyianyiakan kesempatan untuk mengenal Juan lebih dekat atau memutus hubungan pertemanan-nya dengan Nael.

Jadi, apakah yang harus Uli lakukan?

***
Terima kasih sudah membaca dan berkenan vote.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro