Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Akhirnya

Uli langsung bisa menebak tujuan abang sepupunya ketika mereka berbelok di pertigaan sebelum masuk ke area perumahan. Gadis berbaju putih itu senang-senang saja kalau diajak membeli kue oleh Petra, tetapi ia jadi kelewat kesal karena tahu kalau kue itu untuk perayaan ulang tahunnya. Sepanjang dua puluh enam tahun lebih 365 hari -Uli masih ogah mengakui kalau umurnya sudah resmi berubah menjadi 27 tahun- menjalani hidup sebagai cucu perempuan satu-satunya di keluarga, ini adalah kali pertama Uli dipaksa membeli kue ulang tahunnya sendiri.

"Kayaknya sayang Mamak buat aku, udah luntur." Uli cemberut ketika memilih kue ulang tahun, padahal repetan dari Mamak sudah berlalu setidaknya delapan jam yang lalu.

Petra tertawa. Laki-laki bermata sipit dan berkemeja rapi itu menunjuk salah satu kue. "Yang ini, gimana? Kuenya cantik, red velvet juga. Kesukaan kamu."

Tadinya, Uli sempat mengira kalau abang sepupu kesayangannya itu punya kemampuan magis layaknya cenayang yang bisa melihat menembus lapisan krim, tetapi ia buru-buru menggeleng setelah melihat tag nama kecil yang ada di depan kue tersebut.

Uli melihat kue red velvet yang dilapisi krim putih dan dihiasi beberapa ornamen kupu-kupu. Hanya dengan menatap kue itu beberapa detik, ingatan lampaunya muncul tanpa peringatan.

"Selamat ulang tahun." Seorang laki-laki berkulit pucat berdiri sambil memegang kue dengan krim putih dengan berbagai ornamen kupu-kupu yang membuat kue tersebut kelihatan sangat cantik. Satu buket berisi beberapa bunga lili, menggantung di tangannya.

Uli tersenyum senang, tetapi tidak lama kemudian, tanggul air matanya jebol. Ia langsung berhenti berjalan ketika mendapati Nael menyambutnya setelah selesai tes wawancara. Gadis berambut lurus tebal itu merasa kalau ia tidak melakukan banyak hal. Ia hanya lulus tahap berikutnya.

Begitu melihat kekasihnya menangis, Nael langsung meletakkan kue dan melepaskan buket bunga dari tangannya. Ia buru-buru memeluk Uli dan menenangkannya. "Hey, kamu udah keren banget. Nggak apa-apa. Apapun hasilnya, aku bangga banget sama kamu."

Uli masih menangis ketika ia menarik ujung baju Nael hanya untuk mengusap ingus. "Aku nangis bukan karena tesnya."

Nael tidak bisa menyembunyikan ekspresinya. Ia mengerutkan dahi dan menatap Uli lebih lama dari biasanya. "Terus, kenapa kamu nangis? Nggak suka kuenya?"

"Bukan. Kenapa kamu bilang selamat ulang tahun? Apa jangan-jangan kamu nggak inget kapan ulang tahun aku?"

Nael langsung tepok jidat. Ia segera melakukan klarifikasi sebelum Uli memulai konfrontasi. "Nggak gitu." Laki-laki bermata sipit itu menunduk dan mengusap tengkuk. "Harusnya aku bilang selamat udah berhasil, tapi ...."

Melihat Nael yang salah tingkah membuat Uli sadar kalau laki-laki yang berdiri di depannya kini, sampai salah bicara karena gugup. "Kamu lucu kalo lagi salah tingkah."

Laki-laki yang mengenakan kacamata itu langsung mengelak dengan telak. "Enggak salting, kok."

Uli berjingkrak kegirangan sambil mengitari Nael yang kini wajahnya mulai dirambati rona merah. "Cie, salting. Cie. Masih kaget, ya, punya pacar?"

Nael tidak lagi mengelak, kini ia malah tersenyum lebar. Senyum yang selalu ingin Uli lihat di saat-saat terberat dalam hidupnya, tetapi sayang, masa-masa terberat itu malah hadir karena senyuman yang sama.

Uli menoleh ketika pundaknya ditepuk. Saat itu juga, bayangan dari masa lampau yang menari-nari di kepalanya, lenyap tak bersisa. "Iya, Bang?"

"Jadi, mau kue yang ini?"

Uli menatap kue itu beberapa saat, kemudian ia menggeleng mantap.

Penolakan dari adik sepupunya yang suka dengan red velvet dan kupu-kupu itu sempat membuat Petra heran, tetapi ia tidak bertanya lebih lanjut.

"Aku mau yang itu aja." Uli menunjuk satu kue berbentuk kepala beruang berwarna cokelat.

"Oke." Petra langsung memesan kue yang ditunjuk Uli sebelumnya.

"Kayak mirip seseorang." Uli tersenyum karena menyadari kalau ia bisa dikira sinting kalau menganggap beruang mirip dengan seseorang.

***

Begitu tiba di rumah, Uli disambut oleh nyaris seluruh keluarga besarnya, bahkan semua paribannya sudah duduk berjajar di ruang tamu, sedangkan para istri mereka tengah sibuk marhobas. Anak-anak dari rombongan sepupunya, sudah memenuhi area halaman belakang. Bukan karena jumlahnya yang banyak, tetapi keributan yang ditimbulkan dijamin bakal buat minta ampun. Gadis bermata besar itu jadi merasa kalau seolah-olah ia adalah tamu di rumahnya sendiri.

"Horas, Bapatua." Uli langsung menyalami anggota keluarga yang tertua sekaligus paling dihormati, kemudian ia bergerak ke Amangboru mangboru, lalu ia menyapa satu per satu pariban kedaluarsanya.

"Si Kampret mana?" Uli berbisik pada Petra setelah menimbang-nimbang, apakah ia perlu pergi ke dapur untuk menyapa istri dari pariban-paribanya?

Petra menekuk kakinya sedikit agar bisa berbisik di telinga adik sepupu kesayangannya. "Nyusul katanya. Biasa sibuk. Tumben banget nanya, kangen, ya?"

Uli langsung melotot. Biji matanya mungkin bisa keluar saking kagetnya. "Dih, kayak nggak ada kerjaan lain aja, pake kangen-kangen segala. Mending sama cowok mana gitu. Ini malah dituduh kangen sama Si Kampret? Ih, amit-amit."

Petra tertawa, kemudian ia meminta Uli untuk mandi dan mengganti pakaian.

Setelah selesai mandi dan mengganti pakaiannya dengan baju santai yang memang biasa ia gunakan untuk pertemuan keluarga, Gadis yang membiarkan wajahnya polos tanpa riasan itu begerak menuju dapur berniat untuk membantu, tetapi bukannya disambut, kedatangannya malah membuat kerusuhan,

"Ih, kek mana-nya Eda, suruh dulu dia ganti baju. Aduh, sakit kepalaku liatnya." Namboru mengeluarkan repetan dengan diskon 90 persen. Kalau saja mood-nya sedang tidak baik, maka Uli pastilah akan menerima ratusan wejangan mengenai pakaian, riasan dan juga beberapa postur tubuh seorang wanita.

Mamak yang sedari tadi disenggol melulu, auto mengambil tindakan. Wanita bertubuh tambun itu berjalan menuju Uli dengan tatapan mata yang siap menerkam mangsa. "Nggak ada lagi bajumu yang cantik? Gantilah dulu bajumu."

"Make up jangan lupa." Eda-nya Uli malah ikut mengantre menjadi kompor.

"Alisnya perlu dicukur nggak, sih?"

Uli sudah siap lahir batin untuk menjawab semua pertanyaan, saran dan kritik dari keluarganta. Uli kembali masuk ke kamarnya dan mengganti baju dengan yang lebih baik.

Belum juga keluar dari kamar, Uli bisa mendengar suara heboh yang terjadi di samping kamarnya. Tamu kehormatan, Bou dari Jakarta sepertinya sudah tiba. Uli hanya bisa melihat melalui jendela kamarnya yang langsung menuju teras depan. Sepanjang ia melakukan aksi mengintip di kamarnya sendri, ia sudah memperhatikan, tidak ada laki-laki muda yang dari segi umur, sudah pantas untuk saling mendampingi.

Uli merias wajahnya sedikit, supaya minimal ia tidak terkena repetan Mamak.

Begitu keluar dari kamar, ia langsung celingak-celinguk untuk memastikan seperti apa wujud laki-laki yang hendak diperkenalkan padanya.

"Ih, cantiknya calon parmaen, Bou."

Sungguh percaya diri, emangnya siapa yang mau jadi mantu kalo nggak tahu wujud calonnya.. Uli bicara pada darinya sendiri, soalnya tidak ada Pattar. Meski intensitas bertengkar mereka bisa saingan dengan jadwal minum obat, kalau urusan mengomentari keluasrga sendiri, Uli dan Pattar adalah kombinasi sempurna.

"Uli alai holan na modom do karejo na." Uli masih bisa mendengar bisikan dari telinga Mamak.

Dari banyaknya wajah Mamak, versi yang satu ini yang ngin Uli hindari. Soalnya, seringkali uli jadi korban setelah Mamak keceplosan dan menyebakan banyak kerugian.

"Belom datang anak Bou. Masih di jalan tadi katanya."

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya ada suara kendaran yang tiba dan parkir tidak jauh dari rumah. Uli harap-harap cemas karena sejauh ini yang bisa ia lihat hanya bayangan tinggi.

Catatan:
Marhobas : gotong royong, rewang
Eda : Panggilan dari perempuan kepada perempuan lain yang tidak semarga.
Parmaen : Menantu perempuan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro