Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. Transaksi

Mengabaikan rasa malu, Velia mengikuti Vlora. Mereka menuju satu kamar mewah di Fullman Batavia Park Hotel.

Vlora bersikap profesional. Ekspresinya datar ketika berkata.

"Silakan beristirahat selama menunggu Pak Lucas dan uang akan segera saya transfer."

Hanya satu anggukan yang Velia berikan pada Vlora. Wajah menunduk dan ia menunggu Vlora pergi terlebih dahulu sebelum masuk ke kamar.

Velia menutup pintu dan keadaan kamar langsung membuatnya tercengang. Memiliki luas berkisar 172 meter persegi, itu adalah tipe termahal yang ditawarkan. Tak tanggung-tanggung, adalah seset grand piano yang menyambut kedatangannya pertama kali.

Fasilitas lengkap dan berkelas. Ornamen mewah menghiasi beberapa titik. Karpet mahal menutupi lantai.

Tak hanya memiliki satu tempat tidur, nyatanya kamar presidensial tersebut memiliki dua kamar terpisah. Berikut dengan ruang tamu, ruang makan, dan bahkan ruang kerja pribadi yang luas.

Abaikan televisi layar datar berukuran 65 inci, Velia lebih tertarik pada jendela-jendela besar di sana. Ia menyibak tirai dan pemandangan senja mengisi retina mata.

Velia tertegun. Mata terlempar pada langit luas dan ia termenung seorang diri. Tak memedulikan keindahan kamar yang seharusnya dinikmati, pikirannya justru kosong.

Kamar indah itu memberikan sinyal tersendiri untuk Velia. Ia sudah mengambil keputusan dan tak bisa mundur sekarang. Terlebih lagi setelah pesan bank masuk ke ponsel.

Uang yang dijanjikan Lucas telah masuk. Velia tak membuang-buang waktu dan segera mengirimnya pada dua orang berbeda. Yaitu, Sambo dan Nia.

Velia membuang napas panjang. Sedikit lega membuatnya tenang.

Suara bel menarik perhatian Velia. Ia menaruh ponsel di meja dan bergegas membuka pintu. Seorang pelayan datang membawa troli makanan.

"Makan malamnya, Bu."

Velia tersenyum tipis. "Terima kasih."

Pelayan menyajikan semua hidangan di meja makan. Tak sampai lima menit, beragam sajian nikmat nan menggoda selera terhidang.

"Selamat menikmati, Bu."

Sepeninggal pelayan, Velia segera menyantap makanan tersebut. Ia lelah dan perutnya kosong seharian.

Dua puluh menit berselang. Lapar yang Velia rasakan telah hilang dan tergantikan kenyang. Ia beristirahat sejenak sebelum memutuskan mandi.

Pertama kalinya, Velia benar-benar masuk ke salah satu kamar. Ia melangkah pelan dan pandangannya bergerak mengelilingi.

Satu tempat tidur berukuran 200 x 200 sentimeter menarik perhatian Velia. Desainnya yang klasik-modern memberikan kesan sempurna tanpa cela.

Velia meneguk ludah. Dingin hadir dan membuatnya bergidik. Ia memejamkan mata, berharap agar semua bayang menakutkan bisa menghilang dari benak.

Langkah Velia berlanjut. Ia melewati satu lemari pakaian besar dan berakhir pada kamar mandi yang menakjubkan.

Didominasi warna putih batu pualam alami, itu adalah kamar mandi yang akan memenuhi impian para wanita untuk pengalaman mandi tak terlupakan. Tak hanya menyediakan bak rendam dan pancuran, nyatanya taman berikut perlengkapan yang tersedia menyempurnakan semua fasilitas.

Ada jubah mandi, handuk, dan pengering rambut. Beraneka ragam jenis sabun dan sampo pun tersedia. Praktis, Velia tak butuh memikirkan apa-apa lagi saat melepas semua pakaian.

Velia masuk ke bilik pancuran. Air hangat mulai tercurah dan membasahi sekujur tubuh.

Mata Velia terpejam. Bersama aliran air yang terus mengucur, satu ucap menggema di benak.

Semua ini demi Herry.

*

Jangan tanya betapa profesionalnya Lucas. Dengan bayangan panas yang terjadi di mobil tadi, rasanya cukup menakjubkan melihatnya tenang saat berdiskusi dengan Majid Susanto.

Lucas terkendali. Ia fokus dan penuh konsentrasi, terlebih bila itu menyangkut Greatech.

Greatech adalah perusahaan yang secara luas memberikan solusi berkisar di dunia digital. Menyinggung misi kritis dari aplikasi secara keseluruhan, Greatech memberikan pelayanan menyeluruh yang diharapkan semua orang. Tak hanya berkutat pada penerapan perangkat lunak dan keras, pun menawarkan kustominasi sebagai solusi keamanan sistem teknologi informasi.

Baru dua tahun Lucas menjabat sebagai direktur utama di perusahaan berbasis teknologi informasi tersebut. Menjalani tahun-tahun berkutat dengan dunia properti dan perhiasan, Prasetyo Ferdinand dan Merita Anarawati memutuskan agar sang putra mengurus bidang lain.

Lucas dan Greatech adalah jodoh. Keduanya memang ditakdirkan satu sama lain. Memang baru dua tahun, tapi banyak yang terjadi selama itu. Beragam pencapaian yang membuat orang-orang berdecak kagum.

"Untuk selanjutnya saya akan menghubungi Vlora. Sekali lagi, terima kasih."

Lucas menyambut uluran tangan Majid dan berjabat tangan dalam waktu singkat. Membiarkan sang relasi pergi terlebih dahulu, Lucas beralih pada Vlora.

"Bagaimana?"

Vlora mengerti dengan jelas maksud pertanyaan Lucas. "Nona Velia sudah berada di kamar, Pak. Pihak hotel telah mengantarkan makanan, seharusnya dia sudah menikmati makan malam. Saya juga sudah mentransfernya uang seperti yang Bapak suruh."

Lucas mengangguk. "Selanjutnya?"

"Dia memang karyawan di Departemen Pengembangan dan Perencanaan dan tercatat sebagai karyawan disiplin. Dia pernah menjadi karyawan teladan departemen."

Mendengarkan perkataan Vlora dengan saksama, Lucas sedikit mengubah posisi duduk. Tangannya terulur demi meraih cangkir teh. Pelan, ia menyesap minuman bewarna merah kecokelatan itu.

"Hanya saja dia sering absen dan datang terlambat beberapa bulan belakangan. Bagian keuangan juga menunjukkan kalau dia melakukan pinjaman dalam jumlah besar. Hal itulah yang menyebabkannya dipecat tanpa gaji dan pesangon."

Dahi Lucas berkerut. Cangkir teh tertahan di depan bibir dan ia tampak berpikir.

"Ada sesuatu yang terjadi padanya."

"Sepertinya, Pak."

Lucas teringat perkataan Velia yang menyinggung perihal utang. Yakin bahwa itulah pemicu Velia melakukan peminjaman pada perusahaan, tapi Lucas ragu dengan kedisiplinannya yang rusak.

Lagi pula sebesar apa utangnya sampai dia nekat melakukan ini?

Lucas kembali menyesap teh untuk terakhir kali. Saat cangkir kembali ke tatakan, ia berkata.

"Baiklah. Kau bisa pulang."

Vlora mengangguk. "Saya permisi, Pak."

Tak lama setelah kepergian Vlora, Lucas pun bangkit. Turut beranjak dan menuju ke tempat di mana Velia berada.

Lucas menekan bel. Ia tak menunggu lama dan pintu terbuka, menampilkan wajah segar Velia.

Masuk dan menutup pintu, Lucas terus melangkah. Ia baru berhenti saat melihat keadaan meja makan.

"Kau sudah makan."

Velia tak yakin itu kalimat pertanyaan, tapi ia mengangguk.

"Aku tidak tahu kapan kau datang, jadi—"

Ragu menjelaskannya, Velia meremas jubah mandi bewarna putih yang membungkus tubuh. Situasi kala itu membuatnya gugup.

Lucas membalikkan badan dan tatapannya menyusuri Velia dari atas hingga bawah. "Tak apa. Itu memang untukmu."

Velia hanya mengangguk tanpa kata sementara Lucas kembali melangkah. Velia mengikutinya dari belakang dan mereka menuju ke satu kamar.

"Oke."

Suara Lucas terdengar. Ia beranjak duduk di pinggir tempat tidur. Ia amat santai saat melepas jas dan melemparnya sembarang arah. Pun melepas kancing di kedua pergelangan tangan.

"Sekarang silakan."

Di saat Lucas duduk nyaman, Velia justru bergeming di tempatnya berdiri. Ekspresinya menyiratkan kebingungan.

"S-silakan apa?"

Lucas menatap Velia. "Telanjang."

Jantung Velia seolah tak berdetak lagi. Lucas mengucapkan kata itu dengan begitu enteng. Mimik wajahnya pun terlihat datar. Bagaimana mungkin bisa ia mengatakannya dengan teramat gamblang?

"Ayo. Aku sudah membayar untuk malam ini."

Velia meneguk ludah. Menguatkan hati dan berpikir.

Aku sudah memperlihatkan dada, mendapatkan uang, dan untuk apa lagi rasa malu?

Velia beranjak perlahan dan berdiri tepat di hadapan Lucas. Ia menarik simpul jubah tanpa berpikir dua kali. Kedua tali menggantung di sisi tubuh.

Lucas menatap gerakan itu dengan jantung yang kian berdegup. Ia masih ingat jelas pemandangan di kantor tadi dan sekarang ia menunggu hal serupa. Matanya tak berkedip dan jubah pun lepas dari tubuh Velia.

Napas Lucas tertahan di dada. Velia berdiri polos di hadapannya tanpa sehelai benang pun.

Velia berdiri dengan gugup. Udara dingin dari penyejuk suhu membuat tubuhnya menggigil. Pun tatapan Lucas yang tajam menusuk membuat ia kian membeku.

"Kemari."

Suara parau Lucas menyadarkan Velia dari pemberontakan hati. Gemetar, ia mendekati Lucas sehingga menyisakan jarak tak seberapa.

Mata Lucas menggelap. Ia bisa melihat semua sisi tubuh Velia. Jakun naik turun dan entah sadar atau tidak, ia membasahi bibir tatkala menatap puting mungil Velia yang tampak mengeras lantaran udara dingin.

Pandangan Lucas turun menuju pada perut berlekuk yang ramping. Pusarnya menggoda dan di baliknya ada bokong bulat yang menantang.

Lucas berakhir pada satu titik di antara kedua paha Velia. Tertutupi rambut halus nan rapi, ada sesuatu yang Lucas yakini akan sangat nikmat dimasuki. Satu lembah yang sempat ia rasakan kelembaban dan kehangatannya di mobil tadi.

Sekelumit percikan hadir. Tentu Lucas tak akan cukup hanya dengan memandang. Untuk itulah tangannya terulur dan menuju payudara Velia.

Jari Lucas bergerak. Meremas payudara dan memutir putingnya.

Velia bertahan. Berusaha agar tidak terlonjak dan menarik diri tatkala remasan Lucas berganti tarikan di tangannya.

Lucas membawa Velia duduk di pangkuan. Kedua kaki membuka dan Velia tak memiliki sedikit kesempatan pun untuk mencermati keadaan.

Ciuman Lucas menyerbu. Memagut bibir Velia tanpa peringatan sama sekali. Ia melumat dan mendesak masuk demi mengisap lidah Velia.

Perasaan asing hadir dan merambati sekujur tubuh Velia. Ia mengerjap. Keanehan itu membuatnya gelisah.

Itu adalah kesan yang tak pernah Velia rasakan sebelumnya. Dalam serbuan ciuman dan remasan yang bertubi-tubi Lucas beri, ia merasa kacau.

Velia merasakan sumbernya. Berasal dari kewanitaannya yang menggelitik. Sebisa mungkin, ia pun berusaha menutup kaki.

"Jangan."

Suara Lucas terdengar lirih bersamaan dengan satu tangannya yang menahan kaki Velia. Mengisyaratkan agar Velia tetap membuka. Lantaran ada penjelajahan yang akan Lucas lakukan.

Jemari Lucas merayap. Pelan-pelan menyusuri perut Velia dan berhenti di pangkal kewanitaan. Ia meraba rambut di sana sehingga Velia sesak napas.

Namun, itu belum seberapa sampai Lucas menemukan titik menggoda Velia. Ia menekan klitoris dan Velia tersentak.

Lucas bangkit. Kenyataan menampar bahwa lagi-lagi itu tak akan cukup untuknya. Ia ingin lebih dari sekadar itu.

Velia jatuh ke dalam gendongan Lucas, tapi tak lama. Sedetik kemudian tubuhnya melayang dan mendarat di atas tempat tidur.

Mengabaikan kekagetan Velia, Lucas segera melepas seluruh pakaian. Sepatu, kaus kaki, celana, dasi, dan kemeja melayang ke sembarang tempat. Menyisakan celana dalam yang mencetak ketat bukti gairah Lucas.

Velia memalingkan wajah, tapi Lucas lebih cepat. Ia datang menangkap dagu Velia dan kembali meraup bibir itu dalam ciuman dalam.

Tangan Lucas bergerilya. Meremas payudara Velia. Mengusap bokongnya. Menjelajah ke sekujur tubuh tanpa memutus ciuman mereka.

Napas Velia terasa payah. Ciuman Lucas membuatnya tak bisa menarik udara. Rasanya sesak dan menyiksa.

Lucas melepas bibir Velia. Memberinya kesempatan untuk kembali bernapas sementara ia dengan senang hati menukar cumbuannya dengan yang lain.

Mulut Lucas membuka. Ia menyusuri kulit Velia dengan jejak basah. Perlahan turun dan semakin turun hingga ia bermuara pada jenjang leher Velia.

Lucas bermain-main di sana. Ujung hidung menggesek dan ia hirup aroma wangi Velia dalam-dalam.

Dada Lucas bergemuruh. Harum Velia menyentak jantung dan membuatnya bergolak.

Dorongan itu terasa amat nyata. Lucas kembali turun dan membuat Velia terkesiap.

"L-Luc."

Velia mengerjap gamang. Susah payah, ia menunduk. Ekspresinya tampak ngeri tatkala melihat apa yang sedang Lucas lakukan padanya.

Lucas meraup puting Velia. Mata memejam dan ia mengisap titik mungil itu dengan menggebu.

Sekali. Dua kali. Velia berusaha untuk tetap bernapas ketika jelas merasakan lumatan Lucas di putingnya.

Oh, astaga. Velia merasa pening. Sensasi aneh itu membuatnya kehilangan kendali.

"Ah!"

Velia tertegun. Suara yang baru saja ia lirihkan membuat gelagapan. Ia mengangkat tangan. Berniat untuk menutup mulut, tapi Lucas menahannya.

"Jangan ditahan. Biarkan saja."

Lucas memastikan Velia tak akan menutup mulut sebelum melepaskannya. Setelah itu barulah ia melanjutkan penjelajahan yang sempat tertunda.

Bibir dan tangan Lucas bahu-membahu melayangkan godaan. Ia mengecup dan mencium. Pun tak luput untuk melumat tatkala meremas bokong Velia.

Lucas menuntut tanpa jeda. Ia mencumbu dan merayu hingga Velia kian terdesak.

Kedua kaki Velia bergerak gelisah. Akal sehatnya menghilang tanpa sisa. Setiap cumbuan yang Lucas beri membuat dirinya gila.

Lucas menggeram. Ia melepas puting Velia dari mulut hanya untuk menyapa puting yang lain. Lidahnya keluar dan bermain-main di sekitaran area kecokelatan payudara. Ia menutup godaan tersebut dengan satu isapan kuat.

Velia melenguh panjang. Dadanya seolah ingin meledak dan Lucas sontak mengangkat wajah.

Rona merah menghiasi pipi Velia. Ia terengah dan anehnya justru Lucas yang berusaha mengatur napas.

"Mengapa putingmu masih sekecil ini?"

Merah di wajah Velia kian menjadi-jadi. Pipinya terasa panas. Ia syok dan sama sekali tak berpikir untuk menjawab.

Lucas menyeringai. Ia memang tak mendapat jawaban, tapi respons Velia memberikan sinyal tersendiri.

"Kau belum pernah berhubungan seks?"

Lagi, Velia tak menjawab. Ia justru memalingkan wajah.

Sekarang Lucas bukan hanya menyeringai. Alih-alih matanya berkilat penuh arti. Velia memberikan isyarat yang sama untuk kedua kali.

"Katakan padaku, Ve," ujar Lucas meneguk ludah dan meraih dagu Velia. "Apa aku yang pertama menyentuhmu seperti ini?"

Velia menggigit bibir. Tatapan Lucas membuat jantungnya berdetak tak karuan. Namun, ia kembali memutuskan untuk tak menjawab.

Satu perasaan senang menyusup di dada Lucas. Tak munafik, dirinya sempat kecewa berkat keputusan Velia.

Bagaimana bisa Velia menjual diri? Sekalipun itu padanya, Lucas tetap tak terima. Ia marah. Pun semua semakin menjadi-jadi bila Lucas teringat penolakan yang sempat didapatkan.

Tak tanggung-tanggung, Velia menolak Lucas dua kali dalam kurun waktu tak seberapa. Harga diri Lucas tercoreng. Egonya terkoyak.

Namun, semua tak lagi berarti. Fakta yang tersaji menghadirkan kepongahan tersendiri.

Belum ada yang menyentuh Velia. Tak peduli sudah berapa lama mereka berpisah, nyatanya Lucaslah yang menjadi pria pertama.

Lucas menunduk demi menyusupkan kecupan dalam di leher Velia dan memberikan jejak merah di sana. Ia berbisik dengan suara parau nan berat.

"Aku tak pernah bercinta dengan perawan sebelumnya. Aku penasaran seperti apa kewanitaan seorang perawan. Terlebih milikmu, Ve."

Darah seolah membeku dan tak lagi mengalir di tubuh Velia. Tak bisa membalas perkataan Lucas, ia memutuskan untuk mengatupkan mulut rapat-rapat.

Lucas bangkit. Ia turun dari tempat tidur, tapi tak pergi. Ia justru meraih pergelangan kaki Velia. Mendorongnya perlahan hingga kedua tungkai jenjang itu menekuk.

Velia menunduk dan memandang Lucas ngeri. Sedikit bertumpu pada kedua siku, ia bisa melihat posisi Lucas saat itu. Tepat di depan kewanitaannya.

"Ulurkan tanganmu," perintah Lucas serak. "Taruh di lutut."

Takut, tapi Velia tetap melakukannya. Kedua tangannya di lutut dan mempertahankan posisi yang membuatnya jengah.

Lucas menunduk. Menatap liang kewanitaan Velia dan menghadirkan malu yang kian tak terbendung.

Mata Lucas berbinar-binar. Jari telunjuknya terulur dan meraba lembah mungil tersebut.

Velia meringis. Ia menggigit bibir dan Lucas melirik padanya.

"Ah, ini kelihatan kecil sekali."

Tidak. Velia tidak akan sanggup terus menyaksikan apa yang Lucas perbuat. Alhasil ia merebahkan kembali kepala di bantal dan menatap kosong pada langit-langit.

"Tetap membuka, Ve. Aku ingin mencicipinya."

Alamiah. Perkataan Lucas membuat tubuh Velia tersentak kembali. Ia membelalak ngeri sementara Lucas justru menatap liang kewanitaannya dengan sorot berkabut.

Lucas meneguk ludah. Kilat-kilat kelembaban menyelimuti lembah tersebut. Mengirimkan sinyal pasti padanya bahwa Velia pun bergairah.

Wajah Lucas mendekati kewanitaan Velia. Lidahnya terjulur dan ia membelai dari pangkal hingga ujung.

Velia merinding, tapi Lucas kembali menggoda. Kali ini lidahnya mencumbu klitoris dan berhasil membuat Velia kembali melenguh.

Membelai dan terus membelai, lidah Lucas pun turun. Ia menuju lubang kecil kewanitaan Velia.

Napas Velia hilang. Lidah Lucas menyapa lubang kewanitaannya dan lantas masuk.

Lucas menahan kaki Velia yang refleks tersentak. Lidahnya menerobos masuk ke dalam kewanitaan Velia dan memorak-porandakan isi di dalam.

Velia bergejolak. Lidah Lucas bergerak membabi buta. Menukik, menghunjam, dan mengacaukan kewarasan Velia.

Itu belum cukup untuk Lucas. Ia pun mencecap. Mengisap. Membuat Velia terlonjak bangkit dari tidur dan menjerit panjang.

Lucas tak bisa menahan diri. Ia bangit dan menuju bibir Velia.

Ciuman Lucas melumat Velia. Mendesak dan satu tangannya mengusap kewanitaan Velia. Menyentuh sekali sebelum jari tengahnya menerobos masuk.

Velia memejamkan mata. Rasa sakit mendera, tapi rintihan itu lenyap dalam mulut Lucas.

Jari Lucas bergerak. Keluar masuk di kewanitaan Velia berkali-kali. Tanpa ada jeda sehingga menerbitkan satu rasa aneh di diri Velia.

Mulanya itu adalah sakit. Awalnya itu adalah sepercik aneh. Namun, Lucas menyulap semua dalam hitungan menit tak seberapa.

Gelisah tak terbendung. Velia tak kuasa bertahan. Ia menggelinjang dalam terpaan sensasi yang tak pernah hadir sebelumnya.

Lucas mendekap Velia. Berusaha menahan rontaan sensual Velia dalam pelukannya.

Velia menggeliat. Merintih. Pun tanpa sadar balas memeluk Lucas.

Jelas terasa. Lucas bisa merasakan kewanitaan dan tangan Velia yang sama-sama mengerat padanya. Ia menyeringai, lalu berbisik.

"Nikmat? Rasanya nikmat bukan?"

Velia tak menjawab, alih-alih hanya menutup mata rapat-rapat. Kepala pusing dan dunia seperti berputar-putar. Ia butuh waktu setidaknya untuk bisa menarik udara dengan normal.

"Tentu saja nikmat, tapi ini belum seberapa dibandingkan dengan kenikmatan yang akan kau rasakan nanti," lirih Lucas seraya menghirup aroma rambut Velia. "Kau sudah basah, Ve."

Lucas melepas Velia. Cepat, ia bangkit. Melepas celana dalam dan meraih celana panjangnya untuk mengambil dompet. Ia mengeluarkan kondom.

Sejenak, Lucas bergeming. Ia memegang kondom seraya memandang lekat Velia yang terbaring dengan napas tersengal.

Lucas menghampiri Velia. Tangan terulur dan ia membelai pahanya.

"Katakan padaku, Ve. Apa kau bersih?"

Velia mengerjap. Sorot matanya tak fokus. Kewarasannya masih terombang-ambing.

"Kau tahu apa akibatnya bila membohongiku."

Velia menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha balas menatap Lucas tatkala berkata.

"A-aku bersih. Tak ada pria yang me—"

Ucapan Velia terenggut dalam ciuman Lucas yang menuntut. Ia melempar kondom dan lantas menahan kedua tangan Velia di sisi kepala. Mencengkeram demi melampiaskan hasrat untuk memperdalam ciuman mereka.

Velia tak bisa bernapas. Lucas menekan bibirnya teramat dalam. Ia menggebu dan penuh penuntutan.

Kacau, Velia pikir dirinya tak akan tertolong lagi ketika cengkeraman Lucas melonggar. Memberikan sedikit ruang bebas untuknya walau tak lama.

Lucas meraih satu tangan Velia. Ia menuntun dan membawanya turun ke bawah. Menyelinap di antara celah tak seberapa di antara mereka.

Tangan Velia kian turun dan ia bergidik. Ujung jarinya menyentuh sesuatu yang asing.

Ciuman Lucas berakhir dan Velia menurunkan pandangan. Ia meneguk ludah tatkala memastikan dengan mata kepala sendiri.

Ada kejantanan Lucas berada di dalam genggamannya. Sorot Velia berubah horor. Ia ingin menarik tangan, tapi Lucas menahannya di sana.

Lucas memastikan jemari lentik Velia tetap menangkup kejantanannya. Pun tak hanya itu, ia teramat sengaja menuntun Velia untuk membelai.

"Baru kali ini kau melihat kejantanan?" tanya Lucas menyeringai. "Menyentuhnya?"

Sama seperti pertanyaan sebelumnya, Velia kembali tak menjawab. Ia diam dan Lucas tak benar-benar butuh jawaban.

Seringai Lucas menghilang saat menunduk. Mulut membuka dan ia meraup daun telinga Velia. Di sana, ia mengerang.

Velia memejamkan mata. Ia bergidik dan sekujur tubuh meremang saat mendapati cumbuan Lucas di telinga.

Menarik napas dan mengakhiri cumbuan, Lucas mengambil posisi di antara kaki Velia. Ia menyempatkan waktu sejenak demi melumat payudara Velia dan meremas.

Tangan Lucas turun. Menyusuri kehalusan kulit Velia dan berakhir di kewanitaannya.

Hangat. Basah. Lucas menggeram.

"Aku tidak bisa menunggu lagi."

Lucas tidak membuang-buang waktu, segera mengarahkan kejantanannya pada kewanitaan Velia. Ia membelai sesaat. Berulang kali. Atas ke bawah. Lalu menuju lubang kenikmatan tersebut. Kepala kejantanan Lucas mendorong masuk dan Velia gemetar.

"Jangan gugup, Ve. Akan menyakitkan kalau kau gugup."

Tak mungkin rasanya Velia untuk tidak gugup. Pun bila boleh jujur, kata gugup terlalu remeh untuk mewakili perasaannya.

Lucas paham. Alhasil ia pun menunduk dan mencium Velia.

Melumat. Memagut. Lucas membuai dalam setiap kecupan yang tercipta.

Tak butuh waktu lama dan lenguhan Velia mengalun di udara. Ia terlena dan tubuhnya melunak di bawah Lucas.

Kesempatan tersedia. Lucas tak akan menyia-nyiakannya. Ia mendorong dan membiarkan kejantanannya meluncur masuk.

Lucas berhenti saat sempit menyambut dan euforia menyergap. Memalukan, tapi ia merasa perlu menarik napas terlebih dahulu. Rahangnya mengeras dalam dorongan mempertahankan sedikit kewarasan.

"Oh, astaga."

Lucas menarik sedikit kejantanan dan menerobos kembali. Masuk tanpa ragu sedikit pun. Tak menghiraukan jeritan Velia yang seketika pecah tatkala ia mengoyak keperawanan di dalam sana.

Tubuh Velia berontak secara alamiah, tapi Lucas mendekapnya. Ia tak membiarkan Velia beranjak sedikit pun.

Beragam rasa menyergap Velia. Ia tak bisa menghindar dan hanya bisa bertahan. Tanpa sadar, ia pun balas memeluk Lucas.

Velia butuh pegangan. Ia butuh pertahanan dari rasa sakit yang seolah ingin membelah diri.

Napas Lucas terdengar berat di telinga Velia. Pria itu mengecup kepalanya.

"Kau baik-baik saja?"

Tanpa membuka mata, Velia mengangguk di lekuk bahu Lucas. Ia berusaha menenangkan diri dan juga napasnya.

"Baguslah kalau begitu."

Ucapan Lucas mengirimkan isyarat pada Velia bahwa semua belum berakhir. Itu baru awal. Permulaan dari perjalanan panjang yang akan Lucas berikan.

Kejantanan Lucas keluar dan kembali menghunjam di detik selanjutnya. Velia menjerit. Lagi-lagi, ia terlonjak. Namun, Lucas benar-benar menindih sehingga ia tak bisa bergerak sedikit pun.

Lucas menggerakkan pinggang dengan irama teratur sembari mempertahankan posisi Velia agar tak banyak bergerak. Kejantanannya keluar dan masuk dalam pergerakan yang padu. Berulang kali. Tanpa ada jeda sama sekali.

Geraman Lucas menggema. Kedua tangannya makin erat merengkuh Velia. Dadanya yang bidang dan kokoh menekan kelembutan payudara Velia yang berisi.

Velia tak berdaya untuk setiap serbuan Lucas. Ia bisa terhempas kapan pun dari tempat tidur. Keadaan tak berpihak padanya dan ia tak punya pilihan lain.

Tangan Velia naik. Berpegang pada pundak kokoh Lucas dan kemudian mengalung di seputaran leher.

Wajah Lucas terangkat sedikit. Ia melirik pada Velia yang memejamkan mata.

Velia menggigit bibir bawah. Menahan napas dan pipinya tampak merah merona.

Sungguh! Itu adalah pemandangan sensual yang melecut gairah Lucas. Egonya meninggi dan ia tahu bahwa dirinya tak akan bisa bertahan lama malam itu.

Lucas menghunjam. Velia melenguh. Keduanya saling menyambut untuk setiap pergerakan yang tercipta. Layaknya simfoni yang bertemu lirik indah, mereka lengkap dalam musik para dewata.

Velia tak berniat, tapi tubuhnya bereaksi dengan amat alamiah. Merespons setiap sentuhan dan rangsangan yang Lucas beri padanya.

Lucas tak hanya mendesak dengan kejantanan, alih-alih dengan cumbuan. Ia melumat bibir Velia. Memagut berulang kali dan lantas berpindah demi menggigit daun telinga.

Velia menggeliat. Bak penari yang hanyut dalam lantunan irama, ia meliuk sensual. Mendesah dan hanyut dalam gelombang gairah.

Itu jelas adalah pengkhianatan. Velia merasa rendah dalam penerimaan yang tubuhnya berikan. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa. Untuk setiap hunjaman dan cumbuan, ada percik-percik yang tak mampu dielak.

Di mata Velia, semua itu asing. Bagi seorang wanita yang tak pernah berhubungan intim, ia sungguh buta. Ironis, adalah pria yang paling ingin dijauhi menjadi pria yang paling dekat dengannya sekarang.

Tak ada jarak yang tercipta. Tak ada celah yang tersisa. Kulit saling menempel. Napas saling bertukar. Pun keringat menjadi pelumas di antara keduanya.

Rengkuhan Velia di leher Lucas menguat. Kejantanan Lucas menyentak sesuatu di dalam dirinya. Pada bagian yang membuat ia tersengat.

Velia meracau. Ia gelisah dan bergerak tak tentu arah.

Senyum Lucas terbit. Pemandangan indah itu tak akan luput dari tatapannya.

Velia tampak putus asa. Ia menggeliat tak berdaya. Pun racauannya kian menjadi-jadi. Semua menyatu dan menjadi lukisan surgawi.

"Luc."

Namanya yang terucap lirih dari bibir Velia membuat Lucas terlecut. Ada cambuk tak kasat mata yang memecut dan membuatnya bergerak kian membabi buta.

Tubuh Velia berguncang acak. Kian tersiksa dan ia lepaskan leher Lucas. Sebagai ganti, ia meremas seprai.

Lucas menggebu. Ia mengarahkan kepala kejantanan pada titik yang tepat, menghunjam. Menerbitkan pekikan Velia dan ia kembali memeluk Lucas.

Velia terombang-ambing. Untuk setiap hunjaman Lucas, ia kian hanyut dalam ketidakberdayaan. Ia mencoba bertahan, tapi tak bisa.

Tak ada yang dapat Velia lakukan. Ia hanya bisa pasrah dan menyerahkan diri dalam ledakan yang menghancurkan. Pecah dalam ragam butir kepingan.

Napas Velia tak beraturan. Keringat bercucuran. Ia melebur dalam kenikmatan yang tak pernah dirasakan.

"Oh, Ve."

Lucas mendesah tatkala mengeratkan dekapan pada tubuh Velia. Satu upaya yang ia tujukan demi menenangkan diri. Mungkin memalukan, tapi kenikmatan yang Velia rasakan jelas berdampak untuknya.

Bukan hanya kedua tangan Velia yang memeluk Lucas. Melainkan ada otot kewanitan yang turut memerangkap kejantanannya.

Erat. Kuat. Benar-benar menjerat hingga Lucas merasa tersengat.

Naluri primitif Lucas bangkit. Tumbuh dan menggebu. Menerbitkan gairah untuk mempercepat irama percintaan mereka.

Lucas menggerakkan pinggang semakin cepat. Kejantanannya masuk dan keluar di kewanitaan Velia dengan teramat bersemangat.

Tanpa ampun. Tanpa jeda.

Lucas mencoba bertahan selama yang ia bisa. Namun, ia kian tak berdaya. Napasnya berubah. Terkesan pendek-pendek dan itu adalah sinyal untuknya.

Tangan Lucas bergerak. Menahan pundak Velia demi mempertahankan posisinya, ia menindih dan memastikan tubuh ramping itu bergeming.

Lucas mendorong dalam satu sentakan kuat. Velia tersentak dalam benturan nyata yang terjadi di dalam kewanitaannya.

Velia tak bisa mengelak. Ia tak berkutik dan diam saja tatkala hunjaman terakhir itu memuntahkan bukti kenikmatan Lucas.

Lucas menggeram. Ledakan itu membuatnya memejamkan mata kuat-kuat. Ia ambruk tak ubahnya seperti prajut yang kalah perang. Terjatuh tanpa daya di tubuh Velia.

Hening. Sunyi.

Velia mengerjap dan membuka mata. Ia tak bersuara tatkala Lucas pun demikian.

Hanya ada deru napas yang terdengar. Milik Velia. Juga Lucas.

Waktu bergulir. Satu-satunya suara yang lantas Velia dengar adalah.

"Apa kau mau dua puluh juta?"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro