Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Sentuhan

Velia mengerang. Tidurnya terusik. Sesuatu hadir dan mengubah nyenyak menjadi gelisah.

Rasanya aneh. Serupa geli yang merambat detik demi detik. Menimbulkan gelenyar yang membuat Velia menggeliat.

Setengah sadar, jantung Velia dipacu untuk berdetak lebih cepat. Napasnya yang semula santai pun seketika berubah, berangsur menggebu.

Kenyamanan terkikis. Resah bangkit. Kepala Velia bergerak tak menentu di atas bantal. Ia masih memejam, tapi tangannya mulai mencari-cari dalam kebingungan. Meremas bantal dan lantas kembali mengerang.

Velia menarik udara sedalam mungkin. Berusaha menenangkan diri, tapi percuma. Sentuhan samar yang menyapa sepanjang paha membuatnya kian tak berdaya.

Hangat mendarat. Dalam basah yang melingkupi puting payudara Velia. Meninggalkan lekat di satin gaun tidur dan mencetak bayang feminin di baliknya.

Velia membuka mata. Satu wajah menyapa dan ia tak terkejut sama sekali.

"Luc."

Ada Lucas di sana. Berbaring bersama Velia. Posisinya menyamping dengan tangan menyusup di balik gaun tidur Velia dan mulut menikmati payudara.

Lucas melepas puting Velia. Ia mengangkat wajah dan menatap Velia dengan pandangan berkabut.

"Kau bangun, Ve."

Tentu saja. Untuk apa yang telah Lucas lakukan, sepertinya mustahil Velia tidak terbangun.

"A-apa yang kau lakukan?"

Tak langsung menjawab pertanyaan itu, Lucas justru menyurukkan wajah di leher Velia. Napasnya berat. Ia mengecup leher Velia dan membuat wanita itu menahan napas.

"Aku ingin tidur, tapi melihatmu di tempat tidur justru membuatku menginginkanmu."

Kembali, Lucas mengecup leher Velia. Hanya saja kali ini ia sedikit lebih menggebu sehingga Velia terpaksa menarik napas dalam-dalam.

"Hanya melihatmu berbaring saja bisa membuatku bergairah dalam sekejap mata. Itu benar-benar menyiksa."

Lucas menggeram. Ada desakan tak terbendung yang menyerbu pertahanannya sedari tadi. Tak ayal, sekarang Lucas berada di tepi jurang kewarasan.

"Kau seharusnya membangunkanku, Luc."

Mata Lucas mengerjap. Sedikit menarik diri, ia menciptakan jarak secukupnya demi menatap Velia. Seringainya timbul.

"Percaya padaku. Itulah tepatnya yang aku lakukan barusan," lirih Lucas berat. "Membangunkanmu."

Tangan Lucas bergerak. Sekilas, ia menyentuh lengan Velia sebelum mendarat di payudaranya.

"Sekarang ..."

Lucas meremas payudara Velia. Tindakannya sukses membuat Velia menggigit bibir bawah.

"... aku tak akan membiarkanmu tidur lagi sebelum kau memuaskanku."

Mata Velia memejam. Remasan Lucas pada payudaranya menguat dan erangan itu tak mampu ditahan.

"Kau paham bukan?"

Velia mengangguk dengan susah payah. "A-aku paham, Luc."

"Bagus."

Selanjutnya tak ada lagi pertanyaan yang Velia dapatkan. Alih-alih adalah cumbuan yang langsung menyerbu. Dalam bentuk ciuman dan rabaan yang menjelajah. Memenuhi semua indranya dengan rasa dan aroma Lucas.

Lucas beranjak. Ia menaungi tubuh Velia dan membiarkan bobot tubuhnya mendarat di sana.

Velia tertahan. Lucas tak membiarkannya bergerak sedikit pun tatkala ia menyasar pada leher Velia.

Bibir Lucas bergerak dalam ciuman dan isapan. Berulang kali, menyisakan basah dan jejak intim di sana.

Mata Velia terpejam. Tatkala Lucas menindihnya, ia hanya bisa pasrah. Ia biarkan Lucas melakukan apa pun yang diinginkannya.

Velia hanya bisa bertahan. Kedua tangannya turun, bergerak gelisah dan bermuara pada seprai. Meremasnya.

Lucas beringsut. Kecupan hangatnya berpindah. Setelah berpuas ria meninggalkan jejak-jejak di leher Velia, kali ini ia menuju pada bibir ranumnya.

Yang bewarna merah muda. Yang tampak lembut menggoda. Yang tanpa berpikir dua kali langsung Lucas usap dengan ujung lidah.

Tubuh Velia meremang. Matanya sontak membuka, tapi hanya untuk menutup kembali. Ciuman Lucas membuatnya menyerah tanpa daya.

Lucas mencium Velia dengan sentuhan yang tak pernah wanita itu bayangkan sebelumnya. Sesuatu yang tak Velia duga. Tatkala di malam sebelumnya Lucas terkesan kasar saat mencumbu maka berbeda untuk sekarang.

Lumatan Lucas terasa amat membuai. Berayun layaknya simfoni angin yang sejuk di sore hari. Memberikan ketenteraman yang mendamaikan hati.

Pun ketika bibirnya memagut bibir bawah Velia, Lucas menciptakan irama yang benar-benar melenakan. Tak ubahnya seperti tarian sepasang kekasih yang telah lelah tenggelam dalam kerinduan. Memberikan pelampiasan untuk setiap waktu yang tak didapatkan.

Itu adalah sentuhan yang amat menggetarkan. Lebih dari mampu untuk menghadirkan gelenyar asing di sekujur tubuh Velia. Sesuatu yang tak bisa ditampik walau sekeras apa ia mencoba.

Lucas memastikannya. Bahwa setiap sentuhan yang ia lakukan akan membuat Velia tak berdaya. Menyerah tanpa kata-kata. Pasrah. Persis apa yang ia dapatkan sedetik kemudian.

Satu gigitan yang Lucas berikan di sudut bibir Velia menarik jerit kecilnya. Tak menyiakan kesempatan, Lucas menyambar respons alamiah tersebut. Ia menyerbu dan lidahnya lolos demi menjajah lebih intim.

Lidah itu menyapu bibir Velia sekilas. Seolah memberikan penenangan untuk setitik sakit yang tertinggal. Alibi demi mendapatkan permisi untuk memasuki kehangatan yang Lucas cari.

Mulut Velia membuka dalam tekanan dan Lucas menerobos tanpa berpikir dua kali. Lidahnya masuk. Mencicip dan menikmati setiap rasa yang tersaji.

Manis. Hangat. Penuh dengan candu.

Lucas tak akan pernah merasa cukup. Tidak. Sebelum pada akhirnya ia mendapatkan tujuan yang sesungguhnya.

Itu adalah lidah Velia. Satu bagian yang Lucas sapa dalam belaian sensual. Satu bagian yang ia goda dengan tarian-tarian intim nan memabukkan.

Lucas mengisap. Erangan Velia menggema dan ia menjerat makin kuat. Lebih kuat. Teramat kuat sehingga Velia memeluknya.

Velia memejamkan mata rapat-rapat. Ia tak ingin melihat tubuh Lucas yang telah polos. Pun tak ingin melihat kenyataan di mana ia merengkuh Lucas dengan amat kuat.

Isapan demi isapan mengisap jiwa. Velia terombang-ambing. Ia hanya bisa bertahan pada Lucas ketika serbuan cumbuan kian menerjang.

Dalam bentuk cecapan yang menyesap semua rasa di lidah Velia. Dalam bentuk gigitan yang menyentak debar di jantung Velia. Dalam bentuk lumatan yang memberikan getaran di tubuh Velia.

Cumbuan yang terus mendera tak memberi banyak pilihan untuk Velia, selain merengkuh Lucas kian kuat. Pelukannya semakin erat. Semakin dan semakin ketika Lucas membalas dengan hal serupa.

Lucas memerangkap. Terus menikmati lidah Velia tanpa melepasnya sedikit pun. Tak peduli dengan keresahan yang kaki Velia lakukan sedari tadi.

Di mata Lucas itu adalah undangan berikutnya. Untuk itu, ia pun menerima dengan senang hati. Tangannya memulai penjelajahan.

Meraba.

Mengusap.

Menyusup.

Lucas menyelinap melalui tepian bawah gaun tidur Velia. Terus masuk. Menyibak setiap penghalang yang ada. Hanya untuk menahan napas ketika rambut-rambut halus kewanitaan Velia menyapa sentuhannya.

Ini saatnya untuk mengakhiri cumbuan bibir. Setitik basah di kewanitaan Velia mendidihkan hasrat Lucas.

Godaan itu benar-benar nyata. Hangat dan dengan cepat membangkitkan semua imajinasi di benak Lucas. Ia tak bisa menahan diri.

Velia mengerjap. Jari Lucas memasuki dirinya. Ia bergerak samar dan membuat Velia mengerang tertahan.

"L-Luc."

Wajah Lucas mengeras. Matanya menggelap menatap Velia. Penuh dengan intimidasi sensual yang menggetarkan.

"Kau sudah sangat basah, Ve."

Jari Lucas kembali bergerak di dalam kewanitaan Velia seolah ingin membuktikan perkataannya. Berputar. Menekan. Sontak membuat mata Velia membesar.

Sama halnya dengan mata Lucas yang turut membesar tatkala dilihatnya dada Velia naik turun dengan gelisah. Pergerakannya amat sensual seakan tengah menggoda.

Lucas menarik keluar jari dari kewanitaan Velia. Tampak mengilap berkat basah feminin Velia dan lantas ia menjilat rasa yang tertinggal di sana.

Pemandangan itu membuat Velia tercengang. Ia bergidik, tapi Lucas tampak amat menikmati.

Lucas mengulum jarinya dan menyisakan sedikit basah di sana. Menyeringai, ia usapkan sisanya di pipi Velia.

Ekspresi Velia menerbitkan kesenangan tersendiri untuk Lucas. Berkaitan dengan ego lelaki dan hormon testosteron yang menuntut pembuktian bahwa Velia menginginkan dirinya pula.

Persis keinginan yang sekarang mengaburkan akal sehat Lucas. Ia bergerak hanya untuk menyingkirkan sepasang tali tipis di pundak Velia. Menurunkan gaun tidur itu sehingga teronggok di seputaran perut.

Mata Lucas yang telah gelap oleh kabut gairah menatap tanpa kedip pada sepasang payudara Velia. Yang telah bebas dan seakan tengah menantang dirinya.

Sayangnya Lucas adalah pria yang menerima semua tantangan. Tidak terkecuali untuk yang satu ini. Terlebih lagi untuk yang satu ini.

Lucas menundukkan wajah. Tanpa peringatan, mulutnya merenggut payudara Velia. Sasarannya bukan hanya puting kecokelatan itu, melainkan ia ingin merasakan semua.

Velia menggigit bibir bawah. Ia berusaha menguatkan diri ketika Lucas sebisa mungkin mencoba untuk benar-benar melahap payudaranya. Merasakan kenyal. Menikmati halus dan lembutnya. Menghadirkan gairah yang semakin meletup-letup di dada Lucas. Geloranya semakin menyala.

Tangan Lucas kembali bergerak. Bersamaan dengan gigitannya, ia pun meremas payudara lainnya.

Lucas membabi buta sehingga tak ada yang bisa Velia lakukan. Ia hanya bisa berusaha. Sebatas berusaha. Namun, usahanya sia-sia saja ketika tiap percikan berhasil menarik erangan dan desahan.

"Luc."

Satu cubitan kecil di puting membuat Velia gelagapan. Ia menarik napas, tapi tenggorokannya terasa tercekat.

Udara menolak untuk masuk. Tertahan. Persis dengan nama Lucas yang tertancap di ujung lidahnya.

Lucas meneguk ludah. Menghentikan sejenak cumbuan yang tengah ia nikmati, ia meraih tangan Velia dan menatap lekat.

Gelap. Kelam. Menghadirkan intimidasi maskulin layaknya sihir yang membuat Velia patuh. Tak ubah hamba pada tuannya.

"Sentuh aku, Ve."

Lucas membawa tangan Velia untuk merayap ke bawah. Perlahan turun. Terus dan terus hingga mereka tiba di titik yang Lucas inginkan.

Jantung Velia pasti tak berdetak lagi. Lucas menuntun jemarinya menuju pada satu bagian yang tak pernah ia duga.

Itu adalah kejantanan Lucas. Yang sudah menunjukkan bukti gairah tak tertahankan. Yang telah menegang dan sama mendamba persis seperti empunya.

Velia mengerti maksud Lucas. Ia tidak bisa mundur. Terlebih lagi menarik diri dari semua yang telah terjadi. Pada akhirnya hanya ada satu pilihan yang tersisa.

Menguatkan hati, Velia mengulurkan tangan. Jemarinya menyentuh kejantanan Lucas dengan gemetaran dan mata memejam.

Lucas menggeram. Sentuhan pertama Velia membuatnya tak kuasa. Ia tersengal. Seolah lelah akan perjalanan jauh yang bahkan belum ia mulai sama sekali.

Berusaha bertahan, bertumpu pada satu siku, kali ini adalah Lucas yang tampak bersusah payah untuk menarik udara. Wajahnya mengeras. Terlihat menderita dalam permohonan.

"Sentuh aku, Ve. Sentuh aku. Sentuh aku di mana pun kau mau. Aku ingin merasakan sentuhanmu."

Dalam detik yang tak seberapa, Velia tertegun. Untuk sentuhan samar yang diberikan, reaksi Lucas adalah hal yang tidak Velia duga.

Lucas terlihat begitu menikmati sentuhan Velia. Terlihat tak berdaya. Sesuatu yang dengan serta merta menyentil sisi primitif wanita itu. Mendorong keputusan dalam keragu-raguan untuk kembali menyentuh Lucas.

Itu adalah sentuhan yang terkesan bimbang. Usapan yang terasa tak pasti. Dalam putaran dan belaian yang menyapu batang kejantanan Lucas berulang kali.

Lucas kembali menggeram. Makin berat.

"Oh, astaga. Tanganmu benar-benar halus, Ve."

Velia menundukkan pandangan. Takut-takut, tapi ia melihatnya. Ia terus membelai dan setitik kelembaban di ujung kepala kejantanannya membuat Velia mengusapkan ibu jari. Menyentuh cairan itu demi menyapunya ke sekeliling kejantanan Lucas.

Tangan Velia yang lain bergerak. Perlahan dengan kebimbangan, ia menuju dada bidang Lucas. Menyusurinya dengan kesan tak yakin. Ia menyentuh sekilas puting pria itu dan erangan Lucas menggema.

Velia terpana. Tak pernah mengira bahwa Lucas yang kerap kali membuat ia gentar justru terlihat tak berdaya dalam sentuhannya.

Alhasil jemari Velia kembali bergerak. Tanpa sadar menjelajah seolah ia memiliki pemikirannya sendiri. Menyusuri lekukan otot Lucas tanpa memberikan jeda sama sekali.

Lucas menyambar tangan Velia. Menangkap dan menahan keduanya di sisi wajah.

"Luc."

Sorot mata Lucas menyiratkan penderitaan. Serpihan gairah memercik di retinanya.

"Aku tidak bisa menahannya lagi, Ve."

Velia harus mengingatkan diri berulang kali. Untuk posisi dan apa yang menjadi kewajibannya.

Berat, itu pasti. Namun, Velia menguatkan diri untuk balas menatap Lucas.

"Kau tidak perlu menahannya, Luc."

"Aku ingin memilikimu malam ini."

Velia meneguk tiap getir dan mengangguk. "Aku milikmu."

Seringai yang merekah di wajah Lucas adalah hal yang lebih dari cukup untuk memberikan satu kenyataan. Ucapan Velia berhasil mengisi kekosongan ego Lucas.

"Aku ingin bercinta denganmu sepanjang malam ini."

"Aku tak akan membantah."

Suara Velia terdengar bergetar. Ia tak bisa mencegahnya. Sekuat apa ia mencoba untuk bertahan, tetap saja gentar itu ada.

Velia takut, tapi ketakutan itu tak berumur panjang. Ciuman Lucas menyerbu dan semua pemikiran mengerikan hilang dari benak Velia.

Ciuman penuh penuntutan hanya awal dari semua. Pun begitu pula dengan gigitan-gigitan yang Lucas labuhkan di sisi payudara Velia.

Berulang kali.

Bergantian.

Tanpa memberi sedikit waktu bagi Velia untuk mempersiapkan diri.

Lucas mengungkung Velia. Lidah terjulur dan ia goda putingnya. Yang tampak menegang dalam sapuan demi sapuan hangat nan menggetarkan.

Velia mengerjap gelisah. Ia mencoba untuk tetap bernapas ketika cumbuan membuat akal sehatnya memudar. Tergantikan oleh gejolak alamiah yang tak mampu ia bendung.

Ada percikan yang meletup-letup di dada. Menghantarkan gelenyar memabukkan yang membuat kewanitaan Velia berdenyut.

Lidah Lucas menyusuri tulang selangka Velia. Basah dan hangat. Menerbitkan gelisah dalam usaha menutup pahanya.

Lucas berpindah. Kali ini usapan lidahnya menyapu bibir Velia.

"Mengapa kau menutup pahamu, Ve?"

Velia menahan ketidakberdayaan. Matanya tak fokus dan menatap putus asa pada Lucas. Sorotnya membuat jantung pria itu berdegup tak karuan.

"A-aku ... aku."

Velia tak tahu harus menjawab apa. Ia bingung. Terombang-ambing dalam rayuan gairah yang berhasil membuat pikirannya tak berfungsi lagi.

"Aku tahu apa yang kau inginkan."

Lucas membelai pipi Velia. Mengerjap sekali pada rona di sana. Merah dan menggoda. Teramat sayang untuk ia lewatkan tanpa mengecupnya.

"Kau ingin aku menyetubuhimu bukan? Kau juga menginginkannya bukan?"

Velia ingin menggeleng. Ingin menampik. Terlebih ingin mengutuk diri sendiri yang dengan terang-terangan melakukan pengkhiatan. Untuk setiap sentuhan yang Lucas berikan, bagaimana bisa tubuhnya memberikan apa yang pria itu inginkan?

Lucas tersenyum miring. Ia bisa melihat pergolakan di sorot mata Velia. Antara gairah dan keengganan untuk mengakuinya, ada Lucas yang tampak bahagia.

"Buka kakimu, Ve. Biarkan aku mencintaimu. Biarkan aku memberikanmu kenikmatan malam ini," lirih Lucas seraya mengulum daun telinga Velia. "Aku akan membuat kau menjerit puas."

Ada beberapa alasan mengapa itu adalah hal yang tak seharusnya Velia lakukan. Untuk kisah masa lalu yang ingin ia lupakan, ada masa sekarang yang menuntut sebaliknya.

Satu anggukan samar diikuti oleh membukanya kedua kaki Velia. Menciptakan kesempatan yang Lucas inginkan dan ia segera mengambil posisi di antara celah itu.

Lucas mengarahkan kejantanannya yang telah menegang dengan sempurna menuju liang kewanitaan Velia. Tanpa kata-kata, ia menghunjam kejantanannya dalam satu sentakan kuat.

Velia tersentak. Jeritannya menggema nyaring. Membahana memenuhi kamar.

Tubuh Velia bereaksi dengan amat alamiah. Refleks, ia bangkit dari tempat tidur. Dalam desakan rasa ngilu yang membuatnya ingin melarikan diri.

Lucas menahan Velia. Mendorong Velia untuk kembali berbaring. Ia menyeringai melihat Velia yang tersengal.

"Oh, Ve."

Sedikit, Lucas menarik kejantanannya keluar dari kewanitaan Velia. Hanya sedikit. Pun hanya sebentar. Lucas kembali menghunjam dengan sama kuatnya. Lagi-lagi, Velia terhenyak.

Lucas menggertakkan rahang. Sekali jantungnya terpacu maka degupnya menjadi tak lagi menentu.

Persis dengan pergerakan yang Lucas lakukan selanjutnya. Dalam irama yang menggebu, pinggang pria itu bergerak cepat dan kuat berulang kali. Kejantanannya terus keluar dan masuk demi menjajah kewanitaan Velia.

Itu jelas bukanlah lantunan percintaan yang mendayu-dayu. Bukan pula alunan cinta yang menyentuh kalbu.

Bukan.

Ini adalah percintaan yang membuat Velia menggigit bibir bawah dengan kuat. Sama kuatnya dengan ia yang memejamkan mata. Dalam setiap hentakan dan hunjaman yang Lucas lakukan, ia hanya bisa bertahan seraya mengepalkan kedua tangannya erat.

Velia bergeming. Ia tak bisa bergerak walau sedikit. Lucas memastikan ia untuk tetap di bawah tubuhnya. Dengan kedua tangan yang memerangkap pergelangan tangan Velia di sisi kepala.

"Sayang."

Suara dan panggilan itu membuka mata Velia. Dalam keragu-raguan, ia dapati Lucas menatapnya dengan napas terengah. Sebulir keringat memercik di dahinya. Mengalir di garis rahangnya yang tegas. Jatuh. Mendarat di wajah Velia.

"Buka matamu. Tatap aku, Ve. Lihat aku."

Mata bening itu melakukan yang Lucas perintahkan. Terarah lurus pada sorot yang menatap penuh gairah padanya. Dengan kabut dan hasrat yang menaungi, Lucas tak ubah predator yang menjanjikan penghakiman untuk sang buruan.

Velia tercekat. Aura mencekam penuh kerlap-kerlip gelora memercik di sekitar Lucas. Menghadirkan atmosfer yang berbeda.

Dominasi Lucas terasa jelas. Tatkala keduanya mempertahankan garis lurus dalam tatapan, Lucas memastikan tak menjeda sedikit pun percintaaan mereka.

Lucas terus bergerak. Kerap menggeram dan wajahnya tampak keras. Sama dengan kejantanannya yang kian menghunjam dalam desakan-desakan kuat.

"Apa ini nikmat, Ve?"

Di antara hunjaman demi hunjaman yang terus dilakukan, Lucas bertanya. Bertepatan dengan satu dorongan yang berhasil membuat tubuh Velia tersentak.

Velia tak menjawab. Alih-alih justru menggigit bibir bawah.

"Velia," lirih Lucas dengan suara rendah nan berat. Ekspresi Velia membuatnya tersenyum miring. "Jawab pertanyaanku."

Setidaknya ada tiga tetes keringat Lucas yang kembali jatuh dan mendarat di wajah Velia. Sentuhan samar itu membuat ia mengerjap. Sungguh ia merasa tak berdaya untuk menjawab ketika kejantanan Lucas terus menghunjam kewanitaannya.

Dibutuhkan banyak kekuatan bagi Velia untuk mengangguk. Pun menjawab dengan kata-kata yang terdengar parau dan terbata.

"I-iya, Luc. Ini nikmat."

Itu adalah suapan mengenyangkan untuk ego Lucas. Membangkitkan kebanggaan primitif yang membuat ia mengikrarkan janji.

"Aku akan memberikan semua kenikmatan ini untukmu, Ve."

Lucas cukupkan kata-kata sampai di sana sebelum fokusnya benar-benar dibutakan oleh gairah. Sekarang tak ada lagi yang menyita pikiran. Tak ada selain Velia dan percintaan yang memabukkan.

Lucas mempertahankan tubuh Velia dengan tepat di bawahnya. Ia lepas kedua tangan Velia. Membebaskannya ketika ia beralih untuk merengkuh tubuh wanita itu.

Pinggang Lucas bergerak mundur. Kejantanannya keluar dari kewanitaan Velia. Tak lama. Hanya sekejapan mata. Demi menciptakan kesempatan agar bisa mendorong kembali.

Dengan kuat. Sangat kuat. Benturan tercipta dan Lucas maupun Velia sama-sama bisa merasakannya.

"Luc!"

Velia terkesiap. Nyawanya seolah terbetot. Jantungnya tersentak dan ia merasa tak sanggup.

Lucas menggeram. Dalam percintaan yang membuatnya terus bergerak dengan menggebu, ia mengerjap sekali. Melirik singkat pada kedua tangan Velia. Yang bergerak dan memeluknya.

Apakah Velia menyadari itu? Bagaimana ia merengkuh Lucas dengan amat erat dalam penyerahan?

"Luc."

Velia yakin dirinya tak akan mampu bertahan ketika kejantanan Lucas kembali menghujam. Ia butuh pegangan dan hanya pada Lucas bisa ia dapatkan.

Pelukan Velia menguat. Mengikis tiap jarak dan menyisakan lekat yang erat.

Velia mendesah. Ia isi indra pendengaran Lucas dengan lantunan sensual. Embusan napasnya membelai kulit Lucas. Keringatnya lantas menyatu dengan peluh Lucas.

Tubuh polos keduanya menyatu padu. Bergerak dalam lantunan harmonis. Terus bergulir dalam intensitas kuat nan cepat.

"Luc."

Lucas biarkan tubuhnya benar-benar membebani Velia. Ia biarkan Velia merasakan bobotnya. Ia menekan payudara Velia dan merasakan kelembutan feminin itu ketika satu tangannya turun.

Rabaan Lucas menjelajah sepanjang paha Velia. Usapannya membuat Velia sesak napas.

"Ya, Ve?"

Velia gelisah. Pelukannya pada Lucas lepas. Ia mengerang dan wajah putus asa itu tampak dengan jelas di mata Lucas.

"A-aku ... aku."

Bukan hanya tampak putus asa, sekarang Velia terlihat begitu tak berdaya. Ia terlihat amat menderita. Payah dalam keadaan yang membuatnya tak bisa berkata-kata.

"Aku tahu apa yang kau inginkan," geram Lucas." Aku tahu dan aku akan memberikannya."

Kian gelisah dari waktu ke waktu, tak hanya itu yang Velia rasakan. Dorongan dan desakan terasa amat memenuhi dada. Tubuhnya meronta dalam permohonan yang tak terucapkan.

"Luc."

Rintihan Velia semakin menjadi-jadi. Kepalanya bergerak makin gelisah di atas bantal. Menggeleng berulang kali. Rasa putus mendesak akal sehat.

Velia abaikan semua. Tak memedulikan apa-apa ketika entah dari mana keberanian itu datang dan membuat kedua tangannya bergerak. Meraih Lucas. Demi bisa meremas rambutnya.

Lucas menggeram. Tindakan Velia melecut dirinya. Membuatnya semakin menggebu dalam setiap hunjaman yang terus dilakukan.

Keluar.

Masuk.

Menarik.

Mendorong.

Lucas meningkatkan ritme percintaan mereka. Menciptakan irama yang lebih padu. Tak peduli bahwa setiap dorongan yang ia lakukan membuat Velia kian merintih tak berdaya.

Rengekan Velia pecah. Tak ubah tabuhan yang bertalu-talu di jantung Lucas. Membuat ia membara layaknya kobaran api dalam siraman minyak.

Lucas menuntun kaki Velia. Sedikit mengangkatnya ketika ia mengubah posisi hunjaman. Demi menciptakan kesempatan agar kejantanannya makin leluasa.

Masuk. Mendorong. Mendesak Velia hingga ke puncak tertinggi.

"Luc."

Lucas terengah. Wajahnya mengeras. Pelukannya makin erat.

"Lingkarkan kakimu di pinggangku, Sayang. Biarkan aku masuk lebih dalam lagi."

Velia pikir ia sudah tidak memiliki tenaga lagi, tapi ia melakukan apa yang Lucas perintahkan. Kedua kaki naik, melingkar di pinggang Lucas, dan ia mengaitkannya satu sama lain.

Posisi yang benar-benar memberikan keleluasaan bagi Lucas. Kejantanannya bisa melesat masuk dengan teramat mulus. Demi merasakan tiap kesan yang Velia sajikan di dalam sana.

Hangat.

Basah.

Semua rasa hadir dan membuat Lucas semakin terpacu. Kian terlecut. Ia terus melaju dan bayangan itu melambai.

Napas Velia berubah kacau. Tersendat dalam rengekan yang pecah.

Lucas menahan pundak Velia. Mempertahankan posisi wanita itu dan terus menghunjam.

"Luc!"

Lucas jelas merasakannya. Bukan hanya remasan jemari Velia di rambutnya yang menguat, melainkan ada cengkeraman lain yang memerangkap dirinya. Berupa otot-otot kewanitaan yang mengerat di dalam sana. Menjerat dan menyiksa dalam ragam serbuan kenikmatan.

Tubuh Velia bergetar. Ia pecah dan menjelma menjadi butiran debu tanpa daya. Seolah serpihan tanpa kuasa yang dengan sukarela terbang ditiup angin senja.

"Ve."

Lucas menggeram. Keringatnya mengucur deras. Membasahi wajah dan tiap sudut tubuh. Membuat ia kian melekat pada tubuh Velia yang lemas di pelukannya.

Kenikmatan itu sungguh meluluhlantakkan Velia. Menyedot habis semua tenaga. Membuatnya sempat berpikir bahwa ia akan pingsan sebentar lagi.

Tentunya Lucas tak akan membiarkan Velia untuk pingsan. Tidak sebelum dirinya terpuaskan pula.

Lucas terpojok oleh hasratnya sendiri. Ia mencoba bertahan dari terpaan kenikmatan Velia, tapi keinginannya mendesak. Membakar dalam harapan serupa.

Lidah Lucas menjulur. Ia mencumbu daun telinga Velia. Menjilat dan menggigit.

Lucas tak abai untuk merampas satu ciuman di bibir Velia. Ia melumat kuat sehingga rintihan Velia menggema di tenggorokan.

Jemari Velia melepas rambut Lucas. Mata terpejam dan ia berusaha mengumpulkan sedikit akal sehat. Sayangnya, isapan Lucas di lidahnya membuat denyut itu kembali menyapa.

Velia tak bisa menyingkir dari perangkap Lucas. Bak seorang penjarah yang tak akan melepaskan korban, Lucas memastikan Velia tak bisa membebaskan diri. Dari gairah yang kembali tersulut. Dari kungkungan hasrat yang kembali mengurung.

Secepat itu Lucas mendorong Velia ke tepi jurang kenikmatan maka secepat itu pula ia menarik kembali. Hanya untuk menggenggam tangannya dan memastikan mereka tetap bersama ketika bayangan itu mulai menutupi mata.

Lucas menghunjam. Mendesak dengan amat dalam hingga Velia tidak sempat menarik napas karenanya.

Dalam sisa-sisa kenikmatan yang tertinggal, Velia mendapati dirinya kembali terombang-ambing dalam lautan gelora. Ia ingin keluar, tapi detik demi detik justru membuatnya kian tenggelam.

Velia tak berdaya. Semua yang Lucas lakukan membuat tubuhnya tak kuasa. Menampik semua rasa itu jelas adalah hal mustahil untuknya.

Lucas menggigit bibir bawah Velia. Ia meremas payudaranya dan terus menghunjam. Kian mendesak dan tak ada yang bisa menyelamatkan Velia dari serbuan kenikmatan yang kembali menerpa.

Sekarang Velia bukan lagi pecah menjadi butir-butir debu. Alih-alih ia menyublim menjadi udara tanpa rupa. Tak berwujud, tapi jelas ada rasa.

Geraman Lucas menggema. Ia bisa merasakan dengan jelas setiap sensasi yang muncul ketika Velia kembali menjerit dalam kenikmatan. Menghadirkan liat dan erat cengkeraman otot kewanitaan Velia. Terasa hangat dan basah bukti kenikmatan yang tertinggal di sana. Lucas mencoba untuk bertahan.

Sedikit lebih lama.

Sebentar lagi.

Sayangnya tak bisa. Lucas menyerah. Ia tak berdaya ketika hempasan itu pun membuat ia melayang tanpa daya.

Erangan Lucas membahana. Bertepatan dengan satu hunjaman terakhir yang ia lakukan. Satu dorongan terakhir yang membuat dirinya pecah. Memberikan kehangatan serupa di dalam kewanitaan Velia.

Lucas terengah. Jatuh dan tak bergerak lagi di atas tubuh Velia. Sejenak ia diam. Persis dengan Velia yang hanya bisa tertegun.

Velia mengerjap. Satu kecupan yang Lucas berikan di pundak membuatnya berpaling. Ia menatap Lucas dan mendapati kepuasan di matanya.

"Oh, astaga."

Lucas berusaha mengatur napas yang kacau. Ia beringsut. Menarik diri dan membuat Velia meringis samar tatkala kejantanan Lucas meninggalkan nyeri di kewanitaannya.

"Apa kau menikmatinya?"

Sengaja tidak benar-benar langsung beranjak dari tubuh Velia, Lucas menciptakan sedikit jarak. Agar ia bisa melihat wajah wanita itu. Tampak merona dan berseri-seri.

Itu jelas adalah bukti nyata yang tak terbantahkan. Jawaban untuk pertanyaan yang Lucas berikan. Pun tak bisa ditampiknya. Berat, tapi Velia mengangguk.

Lucas menyeringai. Ia melepas tubuh Velia dan berbaring di sebelahnya. Tangannya terulur demi merengkuh Velia.

"Aku juga," ujar Lucas. "Ini benar-benar nikmat."

Lebih dari nikmat. Sayangnya Lucas tak menemukan kata-kata yang lebih tepat lagi.

"Kupikir tadi aku bisa melewati malam ini dan membiarkanmu tidur, tapi aku keliru. Bahkan hanya dengan memikirkanmu saja bisa membuat aku merasa bergairah lagi."

"Luc."

Lucas membelai wajah Velia. Menarik mata wanita itu untuk menatapnya.

"Aku yakin aku tak akan pernah puas denganmu. Aku ingin terus dan terus bercinta denganmu."

Ada sesuatu yang menyentak jantung Velia. Bercinta? Itukah yang dilakukan Lucas? Apakah itu yang Velia rasakan?

"Luc," lirih Velia seraya meneguk getir yang hadir di pangkal tenggorokan. Ia tersenyum walau perih. "Kau bebas melakukannya."

Lucas menyeringai. Satu tangannya yang bebas membelai paha Velia dan berakhir di pinggangnya yang ramping. Ia tarik tubuh Velia untuk benar-benar masuk ke dalam pelukannya.

"Aku tahu. Aku memiliki banyak waktu untuk merasakan tubuhmu, Ve."

Wajah Velia mendarat di dada Lucas. Antara lelah dan tak ingin melihat kenyataan, Velia merasakan matanya memberat.

"Sampai kau tak akan sanggup untuk jauh dariku."

Sepertinya Velia benar-benar letih. Rasa kantuk datang dan membuat ia tak begitu mendengar perkataan Lucas.

Lucas menunduk. Mata Velia telah menutup. Alhasil ia pun mengecup kepala Velia dan berbisik.

"Selamanya kau akan menjadi milikku."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro