
28
Rambut sudah dirapikan, pakaian sekolah juga sudah rapi, Hedya menggaet tas sekolahnya dan turun ke ruang makan.
"Pagi, Oma."
Lidia tersenyum. "Pagi, Hed."
"Gue gak dipagi-in?"
"Ngapain." Hedya memeletkan lidahnya meledek. "Oma. Minggu depan aku ada jalan-jalan sama sekolah."
"Oh ya? Berapa hari?"
"Seminggu kayaknya. Aku kurang inget."
"Pikun." Nevan menyahut begitu saja. Tanpa melohat tatapan kesal Hedya karena ungkapannya.
Lidia menggeleng dan tersenyum. "Yasudah. Ada yang harus ditandatangani atau apa?"
"Ada sih. Tapi hari ini baru dikasih form nya. Nanti pulang sekolah aku kasih." Ia meneguk susu cokelatnya dengan cepat. "Yauda. Aku berangkat dulu."
"Ati-ati."
Hedya mengangguk dan melambaikan tangannya. "Iya!" teriaknya.
"Nevan."
"Yap?"
"Bagaimana dengan kuliahmu?"
Nevan tertegun. Belakangan ini nilainya sedang turun. Oma nya tidak akan mempersalahkan itu, tapi ia merasa tidak enak jika oma nya tau nilainya turun.
"Baik-baik aja."
"Oma tau kamu pintar dan rajin. Kamu anak yang membanggakan. Tapi jangan terlalu di forsir. Nanti kamu sakit." Lidia mengelus tangan Nevan yang ada di atas meja makan. "Dan lagi, setelah kamu lulus, Oma akan mengadakan meeting dan pesta untuk penobatan mu sebagai CEO dari perusahaan utama."
"Eh?"
"Iya. Oma rasa, Oma sudah terlalu tua untuk menjalankan perusahaan. Jadi satu tahun lagi kamu yang akan menggantikan Oma. Kamu kan ikut percepatan kelas."
"Eh?" Cepat sekali. Bahkan ia belum memikirkan akan jadi apa selanjutnya. Tapi ia memang mau menggantikan Omanya sih dari kecil. Itu impiannya. Menjadi pimpinan yang baik, tegas, dan disiplin seperti Oma nya.
"Iya. Siap-siap aja, oke?"
Nevan mengangguk mengiyakan.
##
Sekolah sedang ramai-ramainya membicarakan camping sekolah. Apa yang harus dibawa, apa yang harus dilakukan disana. Pacar. Teman. Apakah mereka akan menikmati waktu bersama. Kemana saja mereka akan pergi.
Maklum. Hanya tinggal seminggu lagi sebelum mereka pergi.
"Wanjir. Gue pusing. Pada ngomongin jalan-jalan mulu." Hedya menaruh kepalanya diatas tangannya di meja. "Lu bawa baju berapa banyak?"
Aurel terlihat berpikir dahulu sebelum akhirnya mengacungkan angka 10 dengan jarinya. "Gak kurang?" Aurel menggeleng.
"Kalau kurang, tinggal beli. Susah amat."
Oke. Hedya mengangguk-anggukan kepalanya. Aurel memang seperti itu orangnya. Gak heran.
"Elu, Mel?"
"Lima belas? Takutnya ada baju yang tiba-tiba gak mau gue pake, jadinya bisa langsung ganti."
Hedya kembali mengangguk. Semua sudah merencanakan akan membawa berapa pakaian. Tapi dia sendiri belum.
Sebuah benda berat secara tiba-tiba mendarat diatas kepalanya. Ia melihat senyuman Sean saat menengadahkan kepalanya.
"Kenapa?"
"Engga. Bingung. Mau bawa apaan entar."
"Bawa diri aja."
"Kalo itu mah gue juga tau, bocah."
Sean terkekeh dan mengedip-ngedipkan matanya pada Brian dan Ion saat mereka berdua menatapnya, menggeleng.
"SEAN! DIPANGGIL SAMA BU ANAS NOH."
Ah iya. Dia baru ingat kalau tadi ia dipanggil oleh gurunya itu. Mati lah sudah. Ia menghela nafasnya sebelum akhirnya ia pergi ke ruang guru.
Kelima orang yang tadi duduk dekat Sean hanya bisa menggelengkan kepalanya tak mengerti jalan pikirannya. Terkadang Sean bisa waras, saking warasnya sampai dia bisa mengerjakan tugas rumahnya tanpa menyontek ataupun disuruh. Tapi kadang Sean juga bisa kurang waras sampai rasanya ingin meminta seseorang memukul kepala nya supaya dia waras.
"Tapi, Hed. Kok si Noel gak ada ya?"
Satu alisnya terangkat mendengar pertanyaan Aurel. "Ngapain nanyain dia? Kan gue bukan ceweknya," jawabnya. "Tunggu. Lu nyari dia, jangan-jangan lu suka ya sama Noel?"
"Eh? Eng-engga kok." Pipinya mendadak panas.
"Aurel! Beneran? Kamu tega sama akang? Kita udah pacaran tiga tahun loh. Masa kamu berpaling dari akang," humor Ion dengan wajahnya yang dibuat memelas. "Kamu tega ninggalin akang demi orang jelek kayak Noel."
Aurel berdecak, menggerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri. Telunjuknya menunjuk Ion untuk mendekat kearahnya. Tentu saja Ion menurut tanpa ada rasa takut ataupun curiga pada apa yang akan diperbuat Aurel.
"Wadaw! Argh! Sakit, bodoh."
"Gue udah bilang jangan ngomong macem-macem. Kita gak pacaran. Dan gak akan pernah. Tahik." Aurel semakin keras menjambak rambut Ion. "Dan lagi, lu bilang apa tadi? Lu lebih cakep dari Noel? Bah. Ngelawak lu? Gila aja kali. Nyadar muka juga, kampret."
"Mampus. Jangan macem-macem makanya sama mak lampir," ledek Brian yang mendapat lirikan maut daei Aurel. "Ehehehe. Becanda, Rel."
Hedya hanya bisa menggelengkan kepalanya lagi melihat kelakuan abstrak teman-temannya.
Drrrtttt ddrrrtttt
Noel: Hed. Ke lapangan belakang dong. Mau ngomong tentang Sean.
Sempat berpikir kenapa Noel memanggilnya ke lapangan belakang dan lagi, kenapa ia tidak masuk kelas. Tapi karena itu untuk membicarakan Sean, Hedya menurut.
"Eh. Gue disuruh ke lapangan belakang sekolah sama Noel. Duluan ya. Gak lama kok."
Bingung sih, tapi mereka mengangguk saja. "Lah kan dari pagi Noel masih belum masuk kelas. Kok bisa manggil Hedya?"
"Iya juga sih. Tapi Noel gak mungkin macem-macem lah. Pacar gue kan anak baik," ujar Aurel senang.
"Pacar lu? Mimpinya neng neng."
Adu bacot tak terelakkan diantara Ion dan Aurel. Membuat Melina dan Brian menggelengkan kepalanya.
Berbeda dengan Hedya.
Dengan secepat mungkin Hedya melangkahkan kakinya ke lapangan belakang. Karena waktu istirahat hanya tinggal sedikit.
Tapi sampai di lapangan belakang, Hedya tidak melihat ada orang disana. Bahkan anak-anak yang bermain bola sepak aja tidak ada. Mungkin karena ini jam istirahat, mereka jadi lebih memilih untuk makan.
"Eh? Apa salah liat ya?" Hedya kembali membaca pesan tersebut. "Tapi bener kok. Lapangan belakang sekolah. Yauda lah gue balik aja mending."
"Mmmphhhhhh. Mmpphh--"
"I got you. Bawa dia cepet ke mobil. Lewat pintu belakang."
"Baik, Bos."
"Halo?"
"Bagaimana? Sudah?"
"Sudah, Bos. Kami sedang menuju kesana."
"Bagus. Jangan sampe ketauan."
"Baik, Bos."
##
Kelas sudah terisi penuh. Hampir. Karena ada beberapa murid yang masih bandel, tau kalau waktu istirahat susah mau habis, tapi mereka masih berada di kantin.
Wah, mungkin ini hari yang buruk bagi Sean. Tau apa yang dikatakan oleh Bu Anas? Kalau ia harus ulangan Fisika kembali karena waktu itu ia ketauan menyontek. Dan dilakukan pulang sekolah. Sekarang masalahnya, bagaimana caranya Sean belajar? Ia bahkan tidak ada pelajaran fisika hari ini. Di lokernya pun tidak ada buku fisika. Lokernya hanya pebuh dengan surat cinta dan coklat dari fans nya.
Belajar saja nilainya sudah anjlok. Apalagi kalau tidak belajar. Dia tidak tau deh dengan nilainya.
Langkah kakinya berhenti di depan meja teman-temannya. "Kenapa lu, Bos?"
"Biasa. Ulangan ulang. Fisika. Lagi itu kan ketauan nyontek gue."
"Hahahahaha. Goblok lagian. Nyontek aja bisa ketauan. Bingung gue. Kayak gue dong. Nyonteknya pinter."
"Lu mah bukan nyontek, gobs. Lu belajar pas malem, Yon. Astaga dragon."
Ion hanya menyengirkan senyum. Sedangkan yang lain menggeram karena kesal.
"Tapi, cewek gue mana?"
"Cewek lu?"
Sean mengangguk. "Iya. Hedya."
"Oh. Tadi katanya Noel manggil dia di lapangan belakang sekolah," jawan Melina.
Sean menganggukan kepalanya mengerti. "Dari kapan?"
"Gak lama lu dipanggil, kok."
"Eh? Kok belum balik? Kan udah mau bel."
Tepat Sean mengatakan hal itu, bel tanda istirahat habis berbunyi. "Tuh, kan."
Mereka mengendikkan bahunya tak tau dan membenarkan cara mereka duduk saat guru masuk.
Entah kenapa, tapi perasaan Sean tidak enak sekarang. Berdoa saja tidak ada yang buruk terjadi pada kekasihnya itu.
##
Pening menyerbu kepala Hedya. Hal pertama yang Hedya lihat saat ia membuka mata adalah lampu yang sedikit redup diatasnya. Kepalanya sangat pusing. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya guna menyadarkan diri sepenuhnya.
Sadar, matanya menatap sekelilingnya. Ia tak tahu ada dimana sekarang. Mulutnya juga ditutup dengan lakban. Begitu juga dengan tangan dan kakinya yang diikat.
Ia berusaha membuka tali ikat di tangannya. Tapi tidak bisa. Sangat kencang ikatannya. Bahkan saking kencangnya, kedua tangannya sakit karena bertubrukan satu sama lain.
Erangan takut, khawatir, dan sakit keluar dari mulut Hedya. Jujur, ia takut sekarang. Siapa juga yang tidak akan takut kalau keadaanya seperti ini.
Pintu yang terdapat di samping ruangan terbuka. Menampilkan seseorang, tidak. Dua orang. Satu orang lagi menyusul di belakang. Mereka memakai jaket bomber berwarna army dan juga hitam. Dengan masker dan juga topi hitam.
Dari pakaiannya, Hedya yakin kalau salah satu dari mereka itu adalah perempuan. Tapi, ia juga tidak yakin. Karena mereka memakai sepatu dan celana seperti cowok punya.
"Buka."
Yang memakai jaket hitam mengangguk dan membuka lakban yang menutupi mulut Hedya.
"Argh! Anjing! Kalian siapa? Dan kenapa gue ada disini?!"
"Jangan bawel. Diam saja. Gue buka lakban lu karena mau kasih makan. Jangan ngomong satu katapun, apalagi teriak. Kalo engga, gak ada makanan buat lu." Yang memakai jaket army memerintahkan yang jaket hitam untuk menyuapi Hedya. "Kasih dia makan."
Hedya menyunggingkan senyum miring pada mereka. Ia memuntahkan, ah tidak, lebih tepatnya meludahkan makanan yang disuapkan pada mulutnya ke jaket hitam.
"Bang*at! Masih untung dikasih makan!" Ia berdiri membersihkan muntahan Hedya dari pakaiannya.
Sekarang ia yakin kalau mereka berdua adalah perempuan. Dari suaranya.
Yang memakai jaket army itu langsung berjalan cepat, menggenggam wajah Hedya. Sakit. Itu yang dirasakan Hedya.
Plak!
Yap. Sakitnya jadi double. Tamparannya cukup kuat dan kencang. Membuat wajah kanannya perih. Ia menatap nyalang si jaket army itu tanpa takut.
"Mau lu apa? Siapa yang suruh lu orang?"
Mereka berdua mundue selangkah, melepaskan masker dan topi mereka. Salah satu dari mereka menyalakan lampu ruangan, seluruhnya. Membuat ruangan itu terang, hingga Hedya harus menyipitkan matanya untuk beradaptasi dengan terangnya ruangan.
"Elu? Elu yang waktu itu, kan? Tunggu. Apa elu?"
Sekarang ia bingung. Karena ada dua orang yang berwajah hampir sama. Salah satu dari mereka pasti adalah adik kelas yang menguncinya di gudang sekolah. Atau dua-duanya?
"Gue. Gue yang waktu itu kasih tau kalo lu dicari sama Sean di gudang," kata yang memakai jaket hitam. "Manda."
"Dan gue yang kunciin elu di gudang. Anna," lanjut yang memakai jaket warna army.
Wah. Hedya tidak bisa percaya ini. Apa yang sebenarnya terjadi disini? Kenapa ia bisa sampai diculik seperti ini?
Ia menatap kedua orang itu dengan tatapan campur aduk.
Sebenarnya apa yang terjadi? Hedya tak tau apa-apa.
9 Maret 2018
vommentnya guys, please? gue bahkan udah gabisa berkata-kata lagi. karena jujur aja nih.
gue lagi berada di saat-saat writers block. keadaan dimana penulis tidak ada mood untuk menulis. bahkan gue sempet berpikir untuk berhenti menulis sementara waktu. tapi gue gabisa. karena apa? karena ada cerita yang belum gue selesaikan. dan lagi, saat gue berhenti menulis, selalu ada penyesalan. kenapa gue berhenti, kenapa gak gue lanjutin. seperti itu. dan itu sangat-sangat mengganggu gue. dan jujur, saat gue baca novel, nontom drakor, bahkan dengan dengerin lagu aja, banyak inspirasi yang nyangkut dikepala gue buat story baru. tapi gak bisa. karena cerita gue masih belum selesai.
akhirnya, gue mencoba untuk melanjutkan. mencoba untuk melanjutkan menulis disaat writers block itu berat loh. lu susah buat dapet feel nya. susah buat dapet inspirasi.
dan vomment kalian itu, sangat-sangat berarti buat gue. engga. buat semua penulis. karena, saat tau kalau ada yang membaca, mengapresiasi tulisan kita, karya kita, itu semua ada kesan tersendiri buat penulis.
kalo buat gue, vomment kalian itu udah kayak semangat buat gue untuk nulis lagi. walaupun hanya sedikir semangat, seengganya gue kayak ada dorongan untuk nulis, karena gue tau ada beberapa readers gue yang baca dan mungkin nungguin part selanjutnya.
gue gak tau pendapat penulis lain tentang vomment kalian. gue gak tau anggapan penulis lain tentang vomment kalian. tapi buat gue, itu sebagai sedikit dorongan dan semangat gue buat nulis.
cerita gue emang gak sebagus cerita penulis lain. gue akuin itu. alur cerita yang boring, dan gak ada feel, amburadul dan acak-acakan. tapi gue lakuin itu karena itu hobi gue. gue juga belum ada pengalaman nulis.
makanya gue butuh komentar kalian, kritik dan saran kalian dalam menulis.
itu aja.
makasih wkwkwkwkwk
panjang banget ya a/n nya. udah segitu aja. sampai ketemu di next chap!
bye!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro