14
Hedya POV
Dari kemarin aku tidak bisa tidur dengan tenang sama sekali karena kepikiran hal itu.
Aku maunya melupakan hal tentang taruhan Sean dan Farel-Farel itu. Tapi semakin aku mau melupakannya, semakin terngiang-ngiang ditelingaku.
Kerjaanku sedari tadi hanya diam saja. Pasti Kak Nevan bingung kenapa aku bisa tiba-tiba diam. Tinggal tunggu waktu saja kapan ia akan menanyakan kenapa aku diam.
"Hed." Nah kan. Baru aku bilang tadi.
"Apaan?"
Kak Nevan mendecih. "Gak jadi. Gue kira lu kenapa-kenapa. Ternyata masih bisa nyolot. Berarti gapapa."
Songong emang punya kakak macam nih orang satu. Jangan mau ya punya kakam macam dia ini. Bikin orang naik pitam.
"Songong kali kau, Kak."
Kak Nevan terkekeh. "Tapi lu emang gapapa kan, Hed?"
Aku menggeleng. Cukup menggeleng. Tidak mau buka mulut. Takutnya aku keceplosan ngomong.
Tok tok tok
Pintu kamarku terbuka, menampilkan seseorang yang sudah membuatku melayang dan menjatuhkannya lagi. "Hai, Hed." Sean mendorong kursi rodanya mendekati kasurku.
"Woahhh. Kayaknya, bakal jadi nyamuk nih gue. Hed. Gue keluar dulu deh ya. Gak mau ganggu haha." Wah songong tuh orang emang.
Setelah Kak Nevan keluar, Sean memegang tanganku lembut.
Oke, Hed. Tenang. Tenang. Jangan sampai orang tau kalo kamu itu tau tentang Sean dan Farel.
Aku mendecih. "Ngapain lu kesini?" Ya, aku bersikap seperti biasa saja.
Sean terkekeh. Lalu ia mengambil sesuatu dari saku baju rumah sakit. Tapi keliatannya barang itu nyangkut.
Penasaran, aku langsung bertanya padanya. "Ngambil apaan sih lu?"
Sean menggeleng dan barang itupun bisa keluar juga akhirnya. Ternyata sebuah kotak kecil warna cokelat kayu. "Tangan kamu mana?"
Aku mengernyitkan dahiku bingung, tapi lagi-lagi aku tetap menurutinya. Dan tiba-tiba, sebuah gelang dari benang cokelat melingkari tanganku yang lumayan kecil ini. Manis sekali. Ada gantungannya juga. Huruf H.
Tanpa sadar aku tersenyum.
"Kamu cantik."
Blush
"Kamu cantik kalo lagi senyum. Cantiknya jadi berlapis-lapis."
Blush
Kampret Sean. Kenapa dia bisa bikin aku sakit dan melayang bersamaan sih.
Aku tersenyum malu dan menatapnya sambil memainkan gelang yang melingkar di tanganku ini. "Makasih ya, gelangnya. Tapi emang ada apaan lu kasih gue gelang?"
"Emang gak boleh kasih pacar sendiri gelang?"
Blush
Sean. Astaga. Kenapa kamu kayak gini sih. Padahal aku marah banget. Sekarang, kayak gak ada masalah apa-apa.
Menutupi malu ku, aku mendecih, "Gak usah gombal. Gak usah ngomong yang macem-macem. Pasti lu banyak cewek di luar sana. Jadi gak usah ngomong sembarangan." Sean terkekeh. "Lagian siapa juga yang jadi pacar lu?" Nembak aja gak pernah.
Eihhh. Bukan berarti aku ingin ditembak sama dia ya. Tapi benarkan? Dia gak pernah nembak aku. Mana mungkin aku jadi pacarnya.
Cup
Aku tersentak dan terdiam saat sebuah kecupan mendarat dipipiku. Mataku mengerjap beberapa kali lalu menatap Sean yang tersenyum manis.
"Aku gak perlu nembak kamu. Karena kita sama-sama suka. Dan dari awal emang kamu punya aku," kata Sean. Aku masih kaget untuk mencerna ucapannya.
Tanganku yang berada di genggamannya dikecup. "Aku sayang kamu."
Ahhhhhh. Tolong telan aku sekarang juga. Aku malu. Pasti wajahku sudah semerah pantat buaya. Eh? Buaya emang ada pantat ya?
Dengan kesadaran yang masih belum sepenuhnya sadar, Sean memelukku dan mengelus rambutku sayang.
"Sean bener-bener sayang sama Hedya. Hedya jangan pergi dari Sean ya? Sean gak mau kehilangan Hedya."
Ahh, meleleh ini.
Aku bingung. Perasaanku campur aduk. Marah, kesal, kecewa, senang, haru, sayang. Semuanya jadi satu.
Saat otak berkata untuk menjauhinya, hati malah berkata untuk memaafkannya dan memberinya kesempatan.
Bagaimana ini?
"Hed?"
Aku tersenyum dan mengangguk lalu membalas pelukannya. "Hedya juga sayang Sean. Jangan kecewain Hedya ya." Sean mengangguk. Bisa kurasakan kepalanya yang mengangguk di bahuku. "Tapi, Sean kan belom ngelakuin semua wish yang ada di daftar Hedya. Iya, kan?"
Sean langsung melepas pelukannya dan menggaruk tengkuknya yang ku yakin tidak gatal. "Kok-- Kok Hedya bisa tau Sean ngelakuin yang ada di wish nya Hedya?"
Aku tersenyum dan menjitak pelan kepalanya. "Hedya gak sebego dan sebuta itu buat gak liat dan gak nyadar apa yang Sean lakuin ke Hedya."
Kemudian ia kembali memelukku dan mengecup pipiku sekilas. "Sean bakal ngelakuin semua yang ada di daftar keinginan Hedya. Janji."
Aku mengangguk didalam pelukannya.
Kali ini saja. Biarkan masalah itu tidak ada. Untuk selamanya.
##
Rasanya lega sekali. Bisa keluar dari rumah sakit. Cuman 5 hari aku dirawat, dan hari ini aku udah boleh pulang. "Hed. Nanti kalo Hedya udah pulang, jangan lupa buat jengukin Sean ya. Pokoknya Hedya tiap hari harus nemenin Sean di rumah sakit sampe Sean boleh pulang."
Aduhh, punya pacar kok ngegemesin ya. Lucu gitu. Sean sekarang kalo ngomong pake nama. Terus nih, kalo ngambek, dia pasti lucu banget ngambeknya. Kayak sekarang. Mukanya cemberut, dahinya berkerut, lucu deh. Pengen dimasukkin aja ke kantong terus dibawa pulang *eh canda deng.
Gemas, aku cubit kedua pipinya. "Iya, sayang. Nanti Hedya kesini terus setiap hari." Fyi, Sean masih pake kursi roda karena kakinya belum sembuh total.
"Ngomong apa, Hed? Sayang? Cieeee. Udah manggil sayang-sayang aja," ledeknya. Ih. Pengen ngegampar Sean deh. Boleh gak? Gregetan banget.
Aku mendengus. "Yauda lah lain kali Hedya gak mau panggil sayang lagi. Males. Diledekin mulu."
Sean terkekeh dan menggoyangkan tanganku. "Cie ngambek. Jagan ngambek dong. Kan Sean cuma bercanda."
"Engga."
"Engga apa?"
"Engga ngambek."
"Ah, masa?" Kubuang wajahku. Tak mau melihatnya. Bisa-bisa aku langsung luluh.
Sean kembali menggoyangkan tanganku. "Hed. Hed. Hed. Hed. Hed." Ah cukup.
Aku menoleh padanya dan melihat wajahnya yang memasang senyum yang jarang kulihat. "Apa?"
"Jangan ngambek. Kan Sean cuma bercanda."
Aku menghela nafasku dan trsenyum simpul. "Lagian Sean nyebelin sih."
"Sean kan cuma bercanda, Hed."
"Iya-iya."
Lagi-lagi Sean tersenyum. Astaga. Dia cowok loh. Tapi kenapa senyumnya itu manis banget sih.
Tok tok tok
Ketukan pintu membuat ku tersadar kembali. "Hed. Udah belum? Ayo pulang." Ah. Kak Nevan ternyata.
Aku mengangguk dan mendorong kursi Sean yang memangku tas berisi pakaianku. Sebelum aku pulang, aku mengantar Sean ke kamarnya terlebih dahulu.
"Nah. Hedya pulang dulu ya." Sean mengangguk.
"Hed."
"Ya?"
"Sini deh. Aku mau bisikkin sesuatu."
Aku menurut dan mendekati telingaku ke mulutnya. Lalu kepalaku dipegang oleh kedua tangannya dan..
Cup!
Keningku dicium olehnya, barulah ia melepaskan kepalaku. "Hati-hati di jalan ya."
Aku yang masih kaget hanya bisa mengangguk. "He--Hedya pu--pulang dulu. Be--besok Hedya ke--kesini lagi," ujarku tergagap.
Sean mengangguk dan melambaikan tangannya. Aku berbalik dan langsung menuju parkiran dengan jantung yang masih meloncat-loncat dengan cepat. Astaga.
Jantungku tidak baik.
Dan Sean penyebab jantungku tidak baik.
18 April 2016
Haii. Update lagi........ aku udh slesai un, jdi akan update mungkin lbh cepat hahahaha
Jangan bosen buat nunggu cerita ini yaaa wkwkwk
Happy reading guyssss
Jangan lupa tekan bintang dan komen oke? Wkwkwk
Byeeee
See you in the next chapter!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro