Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DIA ADIK KANDUNGKU

#DIAADIKKANDUNGKU

Oleh Andri Lestari

***

Part 13

"Dampak dari fitnah itu sangatlah besar. Maka janganlah sesekali kita dengn berani dan dengan sengaja memfitnah seseorang. Seperti perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah tentang sumber dari semua fitnah adalah karena mendahulukan pemikiran diatas syariat dan mengedepankan hawa nafsu diatas akal sehat.

Sebab yang pertama merupakan sumber munculnya fitnah syubhat sedangkan sebab yang kedua merupakan sumber munculnya fitnah syahwat.

Fitnah syubhat bisa ditepis dengan keyakinan sedangkan fitnah syahwat dapat ditepis dengan kesabaran."

Nasehat Abu membuat Fina makin terisak. Mata cantiknya terlihat sembab dan membengkak. Ibu duduk disampingnya, mengelus punggung Fina, memberikan kekuatan, seperti yang selalu ibu lakukan terhadapku.

"Alhamdulillah denga izin Allah, akhirnya kita bisa menyelesaikan masalah ini secara baik-baik. Walaupun memakan waktu yang cukup lama, tapi lihatlah buah manis yang kalian petik dari hasil kesabaran dan keikhlasan kalian selama ini. Bagaimana kehidupan kalian dulu dan lihatlah diri kalian yang sekarang. Hijrah itu tidak murah anak-anakku. Allah membetukan ujian kepada hambanya bukan hanya sekedar ujian, tapi akan ada tingkatan level setelah itu, contohnya level keimanan. Akan tetapi jika Allah telah memberikan ujian sedangkan hambanya tetap seperti itu-itu saja maka termasuklah kita kedalam orang-orang yang merugi. Semoga kita semua selalu istiqamah dengan keimanan kita, tanamkan rasa malu ketika hendak berbuat sesuatu yang buruk. Ingatlah, kita bisa bersembunyi dari siapapun dimuka bumi ini, tapi kita tidak bisa bersembunyi dari Allah. Saling menasehati dan saling mengingatkan agar kita sama-sama kuat dalam menjemput keridhaan Allah.

Dan Afni, Fahmi itu masih masih suami sah mu, begitu juga Fahmi, istrimu halal untukmu, tidak ada kata thalak yang keluar walaupun kalian telah terpisah lama.

"Ya Abu"

Aku menjawab sambil menunduk. Rasa-rasa seperti mimpi bisa berkumpul lagi seperti ini.

"Terima kasih Abu dan Ummah untuk segala kebaikan yang telah Abu dan Ummah berikan. Terimakasih juga sudah membantuku untuk mendapatkan cinta istriku lagi."

"Baiklah Bu, Afni, Fahmi, Ummah dan Abu izin pulang ya. InsyaAllah lain waktu kita akan bertemu lagi. Fina sebaiknya kamu ikut dulu pulang ke rumah Abi dan Ummi, berpamitan terlebih dahulu dengan mereka." Seru Ummah.

"Kenapa Abi dan Ummi mu tidak ikut kesini Nak." Tanya ibu kepada Fina.

"Kebetulan ada acara ditempat adik Abi, Bu. Pesta. Kalau begitu aku juga ikut sama Bau dan Ummah ya bu. InsyAllah minggu depan aku akan kesini lagi untuk menjemput ibu."

"Ya, untuk rencana pernikahanmu dengan Anhar, akan kita bicarakan selanjutnya. Nanti akan kita libatkan Ibumu, Abi serta Ummi." Abu melanjutkan kalimat Fina.

"Untuk wali nikahnya nanti akan saya hubungi adik kandung bapak Fina, dia tinggal di Langsa." Tegas ibu.

Kemudian kami mengantarkan mereka bertiga hingga teras rumah. Bang Fahmi mencium tangan Abu. Aku juga ikut memeluk Ummah.

"Teruslah menjadi Afni yang penyabar, InsyaAllah Allah akan membalasnya." Pesan Ummah kepadaku.

Aku mengangguk dan kembali memeluk Ummah. Walau baru pertama kali bertemu, tapi kurasakan kehangatan dari dalam.diri Ummah.

Setelah tadi mendengarkan semua penjelasan dari Fina, Bang Fahmi serta Abu dan Ummah, baru keyakinan itu muncul didalam hatiku, bahwa suamiku adalah orang yang sangat baik. Aku lah yang telah menyia-nyiakan nya, tidak mengindahkan segala bentuk penjelasannya waktu dulu, karena emosi yang sudah memuncak.

Setelah bersalam-salaman, tiba lah giliranku dengan Fina. Aku tidak tau harus memulai darimana. Ada kecanggungan yang kurasa. Mungkin karena hati ini masih tersimpan sedikit dendam untuk dia, bukan dendam ingin membalas dengan hal setimpal, atau dendam tak memaafkannya, melainkan kenangan itu masih terpatri dengan baik dimemoriku, tidak mungkin bisa dilupakan. Oleh karena itu, setiap melihat wajah Fina, kenangan itu kembali berputar bagai slide foto yang bergantian.

"Beribu-ribu kali aku memohon maaf pun, tidak akan berarti jika kau tidak ikhlas memaafkanku kak."

Fina menitikkan airmata tepat dihadapanku. Dia semakin cantik dalam balutan jilbab yang ia kenakan.

"Allah pun mengampuni hambanya jika ia benar-benar bertaubat, apalagi aku yang hanya seorang hamba yang lemah. Sudah sepatutnya aku memaafkanmu."

"Bolehkah aku memelukmu, kak"

Airmataku menetes. Dulu sekali disaat kami masih kecil, semua aktifitas kami lakukan berdua. Disaat dia takut akan hujan, akulah yang akan memeluknya, menenangkannya. Disaat dia sedang berbahagia, akulah orang pertama yang akan dicarinya. Fina akan mengadukan semua kejadian yang dia alami seharian selama tidak bersamaku. Aku bagaikan teman, kakak, sahabat, guru bahkan orangtua baginya. Apapun itu selalu kami kerjakan bersama dan aku akan mendahulukan keperluannya dari pada milikku sendiri. Aku tidak mempermasalahkan, karena aku memang sangat menyayanginya. Tetapi jika suami? Apakah aku harus membaginya juga?

Kurangkul dia yang masih menunggu jawaban dariku.

"Kau tetap adikku, yang selalu kusayang dari dulu"

Kami saling berpelukan. Fina menangis sesenggukan. Tak ada kata-kata, hanya isak yang terdengar.

"Aku pergi Kak, kerumah Ummi dan Abi. Minggu depan aku akan menjemput ibu untuk pulang kerumah yang dulu."

Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

Setelah berpamitan, mereka bertiga memasuki mobil Abu Ahmad. Kami masih berdiri di teras rumah dan melambaikan tangan kearah mereka hingga mobil berlalu dari penglihatan.

"Alhamdulillah Ya Allah. Ibu memelukku sambil menangis terharu.

"Allah telah membalas kesabaran kalian selama ini dengan hasil yang akhir yang indah. Afni, ajaklah Fahmi masuk" Ibu berlalu meninggalkan kami.

Bang Fahmi yang berdiri tepat disampingku melirik kearahku. Mata kami saling beradu, dia menatapku sambil tersenyum. Aku memalingkan wajah, ada debaran aneh menjalar ke relung hati kemudian melesat ke ubun-ubun.

"Kamu makin cantik, Afni ku"

Afni ku? Jika ada cermin didepan pasti bisa kulihat pipiku yang merona karena ulahnya.

"Ayolah, lihat aku. Suamimu. Apa kamu tidak rindu sayang?"

Dia terus berucap. Aku hanya mematung, tanganku mengeras, nafasku tak beraturan, dadaku berdebar merdu. Kami bagai sepasang kekasih yang baru jatuh cinta, malu-malu dan berbunga-bunga.

"Maafkan aku yang telah menyia-nyiakanmu selama ini"

"Aku yang seharusnya minta maaf bang, aku tidak mempercayaimu dari awal."

Aku tak kuat lagi, runtuh semua pertahanan yang telah ku bangun. Luruh semua ketegaran yang sengaja kuperlihatkan didepannya. Kami menangis berdua, diteras rumah.
Tiba-tiba saja dia merangkul pinggangku, mendekatkan posisi kami.

"Ayo kita didalam saja, nanti dilihat orang sayang. Nanti mereka berpikir kalau aku penjahat yang mau merampok, padahal itu benar"

"Maksudnya?" aku bingung, melihat kearahnya.

"Aku kan memang sedang ingin merampok hatimu kembali sayang"

Dia tersenyum senang sambil memelukku.

"Jangan begini Bang, malu dilihat tetangga"

Tawanya semakin besar, memperlihatkan deretan giginya yang bersih.

Kami berjalan beriringan menuju kamar. Ia menautkan jemarinya di jemariku erat. Setelah dikamar, tak lupa Bang Fahmi mengunci pintu. Aku jadi takut, karena ini adalah kali pertamaku berduaan kembali dengan lelaki dikamar.

"Ayo, duduk didekatku." Bang Fahmi menepuk tempat tidur disampingnya, mengisyaratkan aku untuk duduk disana. Aku mengikuti perintahnya tanpa berkata apa-apa.

"Kamu kenapa diam saja sayang, apa kamu tidak bahagia aku kembali"

"Mm, tidak, bukan begitu. Aku bahagia, sangat bahagia"

Agak kaku aku menjawab pertanyaannya.

"Jadi kenapa juga, hmm" Dia mencolek hidungku.a

"Bismillah"

Tangannya mulai membuka jilbab ku. Tapi segera ku tahan. Aku belum siap.

"Kamu mau apa Bang?"

"Hanya ingin melihat rambutmu sayang. Tidak lebih"

Ada senyum tersembunyi didalam jawabannya.

"Tenang sayang, aku tidak akan melakukan apapun sampai kita sama-sama siap"

Sambungnya lagi. Sepertinya dia mengerti kemana arah pembicaraanku.

Malam ini setelah makan malam kami tutup dengan shalat Isya berjamaah. Kami bersimpuh menghadap Rabb pemilik hati. Dengan ujian yang DIA berikan, lihatlah betapa indah hasil yang kami dapatkan dari NYA.

"Aku masih mau bersamamu beberapa hari lagi, sebelum aku memutuskan untuk kembali bekerja"

Suamiku membuka suara setelah kami beranjak ke tempat tidur.

"Bagaimana baiknya menurut abang saja"

"Kamu senang atau tidak? Atau kamu mau aku langsung bekerja"

"Abang istirahat saja dulu, gajiku masih cukup untuk membiayai kita ber 3"

"Hahaha"

Dia merangkulku, membawa tubuhku mendekatinya. Kemudian tangannya mulai membelai rambut, menelusuri pipi, lalu turun ke bibir. Dia menatapku begitu dekat. Hembusan nafasnya terasa hangat dipipiku.

"Aku merinduimu kekasih ku"

"Maafkan aku yang tidak berada disampingmu saat kau kritis dulu, sayang."

"Maafkan juga aku yang tidak pernah bisa menemukanmu dulu. Jangan pernah meragui cintaku, Afni."

"Tidak sayang, tidak akan pernah."

Kami berasyik masyuk memadu rindu, merajut kasih. Bak pengantin baru yang tidak ingin melalui malam pertama dengan sang kekasih pujaan, demikian juga kami yang tak ingin lagi melepas satu sama lain.

"Afni ku, siapkah dirimu malam ini?"

Bisikinnya membuat dadaku berdebar. Sentuhannya betul-betul kurindukan. Aku menggangguk mengiyakan, pertanda aku siap lahir bathin malam ini, kembali melaksanakan kewajibanku sebagai seorang istri, beribadah bersama kekasih halalku. Denting jam dinding menjadi saksi bagaimana dua sejoli memadu kasih. Pasangan yang telah dipisahkan tetapi akhirnya kembali dipertemukan. Saling meluapkan rindu yang menggebu. Menjalin cinta diperaduan malam. Nikmat yang kembali dirasa setelah berpisah sekian lama. Ketika cinta hanya dipersembahkan untuk orang yang dicinta, ketika kesetiaan tidak bisa ditukar dengan segala rupa. Maka nikmat mana lagi yang akan kau khianati, ketika manisnya buah kesabaran telah kau rasakan, maka nikmat tuhan manalagi yang akan engaku dustakan.

***

TAMAT

***

"Orang yang imannya paking sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya diantara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya. (HR. At-tirmidzi)

***

fiTNAH akan merusak 3 jenis manusia, yaitu yang mengucapkan, yang mendengarkan, dan yang di fitnah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro