DIA ADIK KANDUNGKU
Part 9
Jealous
Labrinth
I'm jealous of the rain
That falls upon your skin
It's closer than my hands have been
I'm jealous of the rain
I'm jealous of the wind
That ripples through your clothes
It's closer than your shadow
Oh, I'm jealous of the wind
'Cause I wished you the best of
All this world could give
And I told you when you left me
There's nothing to forgive
But I always thought you'd come back, tell me all you found was
Heartbreak and misery
It's hard for me to say, I'm jealous of the way
You're happy without me
I'm jealous of the nights
That I don't spend with you
I'm wondering who you lay next to
Oh, I'm jealous of the nights
I'm jealous of the love
Love that was in here
Gone for someone else to share
Oh, I'm jealous of the love
'Cause I wished you the best of
All this…
***
Penampakan Fahmi acak-acakan. Matanya sembab seperti menangis semalaman. Dia sedang berdiri didepan pagar rumahnya terdahulu, rumah yang sekarang hanya ditempati oleh Afni. Kondisi rumah nampak sepi, sengaja Fahmi pagi-pagi sekali datang kesitu, dia ingin menemui Afni, ingin meyakinkan Afni sekali lagi tentang permasalahan yanh sedang mereka hadapi.
Fahmi mencoba membuka pintu pagar. Nihil, pintu pagar tergembok. Kemudia ia merogoh saku celana dan mengambil HP untuk menghubungi kembali mencoba menghubungi Afni, tapi lagi-lagi gagal, sejak semalam Afni tidak mengaktifkan HP nya.
"Kemana Afni, apa dia didalam, atau kemana."
***
Fahmi menunggu hingga siang, dia duduk disebuah pos jaga yang ada didepan rumahnya. Fahmi sengaja duduk agak kedalam hingga tak ada yang bisa melihatnya. Ia tak ingin tetengga sekitar mengetahui tentang permasalahan rumah tangganya.
Perutnya mulai keroncongan, sejak pagi tadi Fahmi belum mengisi perutnya sama sekali. Rasa lapar yang menderu ditahannya, dia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk berjumpa dengan Afni hanya karena pergi sebentar untuk membeli bekal. Tapi hingga sore tidak ada tanda-tanda kehidupan dari dalam rumah.
"Apakah Afni tau kalau aku akan datang kesini, kenapa dia tidak keluar rumah, apa Afni baik-baik saja"
Segala macam bentuk pertanyaan keluar dari mulut Fahmi, dia betul-betul khawatir akan istrinya. Ditambah lagi beberapa bulan terakhir istri sering sakit-sakitan.
Akhirnya Fahmi pulang dengan tangan kosong. Dia berniat jika besok akan kembali lagi kesini.
***
Sudah hampir 1 minggu Fahmi bolak-balik ke rumah Afni. Tapi nihil tidak ada hasil. Nomor HP nya pun tidak bisa dihubungi, sepertinya Afni tidak lagi tinggal disini, dan sengaja mengganti nomor telponnya.
"Kemana aku harus mencarimu sayang" teriak Fahmi frustasi.
Tiba-tiba Fahmi teringat suatu hal
"Ya, rumah ibu, aku harus kesana, tapi jika ada Fina disana aku harus bagaimana"
Karena teringat akan Fina, ia menjadi ragu untuk kerumah ibu. Tapi keraguannya ditepis dengan rasa takut kehilangan Afni, akhirnya Fahmi memutuskan untuk berangkat kerumah ibu.
Fahmi memacu mobilnya dengn kencang. Rasanya ia sudah tak sabar ingin segera tiba.
Sesampainya disana, dengan tergesa ia membuka pintu mobil. Bayangan Afni sudah didepan mata.
'Bruukk'
Fahmi terjatuh karena tersandung batu besar yang terletak didekat mobil yang ia parkirkan. Ia mengaduh dan melihat kearah lututnya yang mengeluarkan darah hingga membasahi celana panjang yang dipakainya. Dia tak menghiraukannya, dengan agak pincang Fahmi berusaha untuk menggapai pintu, dan terkunci juga. Kondisi rumah terlihat sepi, sampah-sampah daun kering berserakan dihalaman rumah. Bunga-bunga didalam pot juga tampak layu tak ada yang mengurus.
'Aahh Afni, kemana lagi aku harus mencarimu'
***
Setiap hari Fahmi menyusuri jalan, mencari istrinya yang sangat ia rindukan. Sudah 1 bulan tetapi tidak ada hasil yang terlihat. Fahmi tidak lagi memikirkan pekerjaannya, dia pun sudah pasrah jika harus dipecat. Untuk biaya hidup selama ini, Fahmi hanya mengandalkan dari uang tabungannya, yang semakin hari semakin terkuras. Tubuh yang tak lagi terurus, rambut awut-awutan, tidak terawat dan dia memang tidak lagi memperdulikannya. Hanya Afni, Afni dan Afni yang ada dalam ingatannya.
"Afni, tunjukkan dimana dirimu sayang. Aku tidak bisa hidup tanpamu, aku tidak mau sesuatu terjadi dengan dirimu. Bahkan sayang, aku mencemburui angi yang berhembus dipakaianmu."
Sayup lagu Labrinth mendayu ditelinga, begitu menyayat bagi siapa saja yang menikmatinya, dan sakarang ini itu adalah lagu fabvori yang sering Fahmi putar ulang di mobilnya.
"... It's hard for me to say, I'm jealous of the way
You're happy without me"
Lagu yang maknanya begitu dalam bagi Fahmi.
Fahmi menggeliat sambil tangan tak terlepas dari stir. Remuk redam tubuhnya, tulang belulang seakan bergeser dari tempatnya. Kini Fahmi hanya bisa merasakan semuanya sediri, tanpa tempat berbagi. Dulu saja, ketika mereka sama-sama lelah pulang dari tempat kerja, setiba dirumah mereka bisa bercengkrama dengan orang yang dicinta. Ada tempat pelipur lara melepaskan segala gulana.
Fahmi kembali menangis, pandangannya merabun karena airmata. Akhir-akhir ini dia memang menjadi seorang lelaki cengeng.
Apakah salah jika lelaki menangis, merindui kekasih hatinya?
Fahmi menghapus airmatanya, ia berkali-kali menguap didalam tangis. Kantuk yang menyerangnya begitu kuat. Tak sanggup lagi di elakkan. Didalam lebatnya hujan, Fahmi menyetir tak tentu arah, rasa kantuk menyebabkan dirinya tak tersadar memejamkan mata hingga benturan keras yang tak bisa dielakkan.
"Braakk, Bruukk"
"Tiiiiiiiiiitttt"
Suara klakson panjang bertalu-talu memecah keheningan malam. Hujan lebat dan petir membuat suasana mencekam, darah yang tumpah mengalir bersama derasnya hujan.
Fahmi tak sadarkan diri setelah menabrak truk yang datang berlawanan arah. Sopir truk melarikan diri setelah melihat posisi Fahmi yang terhimpit di jok depan dengan kondisi bagian depan mobil hancur tak berbentuk.
Darah bercucuran dari pelipis dan seluruh tubuhnya, tidak ada satupun kendaraan yang melewati daerah tersebut. Malang sekali. Tidak ada yang menolong Fahmi. Hingga akhirnya ada sebuah mobil keluarga yang berhenti di tempat kejadian.Dengan tergesa mereka sekelurga keluar dari mobil dan menuju ke arah mobil Fahmi. Malam semakin larut dan hujanpun sudah berhenti, hanya rintik yang tersisa.
"Innalillahi wa innailahi raji'un!! Ayo cepat Akmal, hubungi polisi dan juga pihak rumah sakit terdekat. Kita tidak bisa menolong korban, kondisinya kritis dan susah dikeluarkan." Seru Pak Ahmad kepada anaknya.
"Baik Abu"
Akmal segera menelpon nomor darurat untuk menghubungi kepolisian dan ambulans.
Selama menunggu, Pak Ahmad berusaha menjangkau kondisi dalam mobil yang porak-poranda.
Dalam gelap malam hanya bercahayakan senter dari HP, Pak Ahmad memeriksa keadaan Fahmi.
"A a ff-n n i i" Suara Fahmi terdengar terbata. Mengagetkan Pak Ahmad, matanya terpejam, darah segar masih mengalir dari sudut bibirnya.
"Alhamdulillah, dia masih hidup." Seru Pak Ahmad.
Tidak lama berselang lokasi kejadian sudah ramai dan mereka terlihat sibuk mengerjakan tugas masing-masing. Setelah beberapa menit proses evakuasi akhirnya Fahmi bisa dikeluarkan dari dalam mobil, kondisinya sangat memprihatinkan.
"Kami akan segera membawa korban ke Rumah Sakit, darahnya sudah banyak keluar. Kepalanya juga terluka. Harus segera ditindak" Laporan pihak ambulan kepada pihak.kepolisian yang bertugas, kemudian mereka menaikkan Fahmi ke atas tempat tidur dorong dan mendorongnya kedalam ambulans.
Sedangkan Pa Ahmad dan Akmal sedang dimintai keterangan oleh pihak kepolisian.
***
Setiap hari Akmal dan istrinya menjenguk Fahmi ke rumah sakit. Kondisi Fahmi masih belum sadar. Benturan keras dikepalanya membuat dia berhari-hari tidak sadarkan diri.
Wina, istri Akmal meletakkan buah yang sengaja tadi dibeli sebelum tiba dirumah sakit. Mereka mengira Fahmi sudah sadarkan diri dan ingin makan buah.
"Kasihan sekali dia ya Kanda, tidak ada satu orang keluarga pun yang menjenguk dalam keadaan kritis seperti ini. Sudah 8 hari dia begini trus"
"Mungkin keluarganya tidak ada yang tau jika dia mendapat musibah, Sayang" Akmal menjawab dugaan istrinya.
"Bagaimana jika kita sebarkan saja beritanya, Sayang, seperti menempel selebaran atau melalui media sosial."
"Jangan, tidak usah. Kita saja yang merawatnya terlebih dahulu, jika nanti dia sudah sadar, Abu dan Ummah mau menampung dia untuk tinggal dipesantren. Tapi semuanya kita pulangkan lagi ke dia, yang terpenting sekarang adalah kesembuhannya terlebih dahulu."
"Ya sayang." Wina mengangguk mengerti.
***
"Apa kamu tidak mengingat siapa namamu, anakku?" Suara berat Pak Ahmad memecah keheningan.
"Tidak, sama sekali tidak, Pak." Seru Fahmi.
Kecelakaan bulan lalu membuat Fahmi menjadi hilang ingatan. Selama 15 hari Fahmi tak sadarkan diri, selepas sadar ia pun tidak diperbolehkan pulang terlebih dahulu oleh dokter, menunggu kondisinya benar-benar sembuh. Hari ini sudah 2 hari Fahmi keluar dari rumah sakit dan dibawa bersama oleh Pak Ahmad ke kediamannya.
Pak Ahmad adalah seorang pemilik pesantren. Ia kerap dipanggil dengan sebutan Abu. Perawakannya tinggi dan berkulit bersih, membuat hati tenang setiap yang memandang. Pesantren milik Abu berada ditengah kota, tetapi walaupun letaknya ditengah kota, keasrian pondok pesantren tersebut membuat siapa saja menjadi betah berada disana.
Fahmi melihat Abu yang duduk tepat didepannya.
"Baiklah, tinggal lah bersama kami untuk lebih lama lagi hingga ingatan mu pulih."
"Terimakasih banyak Pak"
"Panggil saja Abu." Sanggah Abu sambil tersenyum.
"Baik Abu, sekali lagi terimakasih, aku sudah banyak merepotkan Abu dan keluarga besar Abu disini, juga para penghuni pesantren lainnya"
"Tidak, kehadiranmu disini adalah kebahagiaan bagi kami. Kau adalah saudara kami. O ya, Bagaimana jika Abu memanggilmu dengan sebutan Fahmi. Agar lebih mudah."
"Dengan senang hati Abu"
Dan menetaplah Fahmi dipesantren milik Abu Ahmad. Kondisi jasmani dan rohaninya belum sembuh. Dari luar, banyak perban yang membaluti tangan, kaki hingga kepala, dari dalam dia sakit sedang mencari tau siapa dirinya sebenarnya.
Dan Fahmi tidak tau begitu juga dengan pihak pesantren jika nama yang Abu berikan akan membuka bayang-bayang masa silam.
***
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro