Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DIA ADIK KANDUNGKU

Part 8

Aku masih terpekur diatas sajadah. Hatiku sudah mulai sedikit tenang, setelah melepaskan semuanya, mengadu kepada Allah. Keputusan sudah kuambil, walau terlalu cepat, tapi itulah yang terbaik, menurutku.

Aku mulai berfikir, jika berpisah dengan suamiku, itu artinya aku harus kembali bekerja, dalam kondisi apapun aku harus siap, jika Allah terus bersamaku maka aku tidak akan lapar.

Hal-hal terburuk sudah kufikirkan, cemoohan orang sekitar, dan lain sebagainya. Aku harus menerima dengan lapang dada. Allah tidak akan meninggalkanku, hanya kepadaNYA tempatku mengadu.

"Cepat masuk!"

Kudengar suara Bang Fahmi membentak seseorang.

'Pasti Fina' batinku.

Langkah-langkah kaki terdengar makin dekat menuju kamar.

"Kreek"

Pintu kamar terbuka. Orang pertama yang kulihat adalah ibu. Aku menghambur kedalam pelukannya.

"Afni, bersabarlah atas segala ujian ini sayang. Allah sedang menguji kalian bertiga."

Ibu memelukku erat, mengusap pucuk kepalaku, menghapus airmataku.

"Sekarang apa yang ingin kau sampaikan Fina" ucap ibu.

Bang Fahmi mendorong Fina kearah kami berdiri.

"Kamu benar-benar keterlaluan Fina!" suamiku mendengus kesal.

"Maafkan aku, tapi aku tidak berdusta, jika suamimu telah menodaiku." Tak ada keraguan didalam suara Fina, dalam keadaan tertunduk, dia melepaskan kalimat tersebut.

Bagai petir menyambar ditelinga, aku pura-pura tidak mendengarkan kalimat demi kalimat yang ia lontarkan. Aku merasa jijik dengan mereka berdua.

"Bangsat! Perempuan murahan. Adik macam apa kamu, hah"

'PLAAAK'

Tiba-tiba Bang Fahmi menampar Fina. Ada darah segar yang keluar dari sudut bibirnya

"Aku terima tamparanmu ini, bukti bahwa kau pengecut. Malam itu kau bilang kalau kau sangat menikmatinya, sekarang didepan istrimu kau malah berdusta"

Fina terlihat menahan sakit, dia memegang pipinya yang kelihatan memerah.

"Demi Allah aku tidak melakukan apapun terhadap adikmu, Afni. Dengan cara apalagi aku harus meyakinkanmu, sayang"

Bang Fahmi terduduk, jatuh kelantai. Dia menangis. Selama aku mengenalnya, tak pernah kulihat suamiku seperti itu. Dia betul-betul terlihat frustasi. Allah, apa yang harus kulakukan. Memaafkannya atau meninggalkannya.

"Fina, kau benar-benar tidak punya hati, Nak. Ini adalah kakak mu, tapi kau tega menghancurkannya. Itukah balasanmu untuk dia yang dari dulu selalu membantumu, yang selalu ada disaat kau susah, yang selalu membelamu disaat kau salah."

Tangis ibu mengisi kamar. Aku sudah tidak tahan lagi, rasanya kepalaku mau pecah. Kuraih kursi meja rias, aku berpegangan ke lengan ibu kemudian menduduki kursi.

"Sudah Bu, tidak perlu mengungkit lagi yang sudah-sudah" Aku mencoba mengatur tangis dan emosiku, menahan ibu agar tak perlu mengulang lagi kejadian lalu, akan membuat diriku bertambah sakit.

Kemudian aku menatap Fina "Kau lebih tau mana yang baik dan buruk untuk dirimu  Aku akan mengikhlaskan semua. Allah sedang menguji kita, walaupun sakit, tapi aku akan melepaskannya untukmu"

Suamiku tampak terkejut dengan perkataanku. Dia menatapku dengan tatapan heran.

"Maksudmu Afni?

"Kita akan berpisah dan kalian berdua silahkan menikah.Bertanggung jawablah atas perbuatan kalian."

Tak ada lagi airmata yang keluar. Ku genggam erat tangan ibu, meminta kekuatan untuk tegar didepan mereka berdua.

"Kau Fina, ambillah Fahmi untukmu. Itu yang kau inginkan dan aku mengabulkannya. Dan kau Fahmi, jangan lagi berharap apa-apa dariku. Lupakan saja masa lalu kita. Nikahilah Fina."

Bang Fahmi bersimpuh didepanku. Tangisnya sudah tak terbendung. Ibu, wanita tegar itu kini mendekati Fina.

"PLAAAK"

Kembali ibu menghujani pipi Fina dengan sebuah tamparan.

"Apa kau masih berhak ku sebut anak?

Fina hanya terdiam menatap lantai, tidak berucap apa-apa, tidak juga ada airmata. Dia seperti sudah mati rasa.

'Baiklah Fina, bukan mudah dulu aku meraih semua impian, tapi jika ini yang kau inginkan dan jalan berzina yang kalian lakukan maka aku akan melepaskan.'

"Kita akan bercerai, Bang. Aku atau kau yang akan mengurus semuanya?"

"Tidak Afni, aku tidak akan pernah menceraikanmu. Sampai kapanpun. Dan aku tidak akan menikah dengan perempuan itu."

"Sudah cukup, Bang. Aku akan pergi dari sini. Tinggallah disini bersama Fina."

"Afni, kumohon. Jangan tinggalkan aku. Adikmu memfitnah ku sayang. Percayalah padaku."

Bang Fahmi memeluk tubuhku erat sekali. Ada luka disetiap sentuhannya. Aku tak sanggup menatap matanya, mata yang dulu selalu menjadi penyejuk jiwa, kini berubah menjadi duka. Apakah aku sanggup melalui ini semua ya Allah.

"Lepaskan aku, aku akan pergi"

Aku berusaha melepaskan pelukan suamiku.

"Sudah cukup Fahmi. Biarkan Afni pergi bersamaku."

Ibu menarik Fahmi yang masih saja memelukku.

"Tidak Bu, aku saja yang pergi. Afni tetap disini, tidak akan kemana-mana. Ibu tinggal disini bersama Afni."

Bang Fahmi kemudian mendekatiku lagi, "Sekian tahun kita bersama, segala susah sudah kita lalui, disaat kita sedang berbahagia, malah perpisahan yang kau pinta. Aku tidak akan pernah melepaskanmu Sayang, aku akan tetap menjadi milikmu."

Airmata Fahmi kembali menetes. Ingin kututup kedua telingaku agar tak mendengar lagi ucapan suamiku. Aku benar-benar tidak sanggup.

"Maafkan aku sayang, jika selama ini kau tak bahagia bersamaku, maafkan aku jika selalu menyakitimu. Tunggu aku, hingga waktunya tiba semua akan terungkap jika aku benar-benar tidak melakukan apa yang telah dia tuduhkan"

Bang Fahmi menunjuk Fina yang sedari tadi tak berucap apa-apa.

"Dan kau Fina, jangan kau harap aku akan menikahimu."

Lalu Bang Fahmi keluar dari kamar, tak lama kudengar suara mobilnya menjauh dari rumah.

Ulu hatiku bak tertusuk sembilu. Ingin kuhajar habis-habisan wanita murahan yang berdiri disamping ranjangku. Tapi semuanya ku redam.

'Allah, ku mohon berikanlah kesabaran yang besar untukku, jika ini semua tidak benar maka ampunilah aku, kumohon petunjukmu.' Aku berdoa didalam hati.

"Pergilah kau Fina, urusi dirimu sendiri, susul lah Fahmi."

Aku berucap seakan dengan mudah melepaskan. Tapi aku tidak mau mempertahankan sesuatu yang sepatutnya sudah tak layak untuk diperjuangkan. Membiarkan mereka bersama mungkin lebih baik daripada aku hidup diawang-awang, mejauh tidak mendekat pun tidak.

Cinta memang membutakan, jika sang pencinta pun sudah ikut-ikutan buta, maka terjadilah hal-hal yang tak diinginkan.

Dengan langkah tegap Fina keluar dari kamarku.

"Terimakasih karena sudah mempersatukan kami, Kak"

***

Diluar sana, beberapa waktu setelah kejadian dirumah Afni, Fahmi menghubungi nomor Fina.

[Datanglah kesini, aku menunggumu]

Fina yang masih menunggu taksi dipinggir jalan, tersenyum melihat pesan WA yang dikirim oleh orang yang dicintainya.

"Tadi kau menangis bagai bayi besar didepan istrimu, sekarang kau menghubungiku. Dasar lelaki mata keranjang" seru Fina, dia terkekeh.

[Kamu dimana sayang, aku akan segera menemuimu]

Fina membalas pesan Fahmi.

[Di perumahan Melati, no. 6, kutunggu]

[I'm on my way]

Fina tersenyum lagi. Hatinya berbunga karena Fahmi menghubunginya. Sudah tak sabar rasanya menunggu taksi tapi belum ada yang lewat.

***

Fina meminta sopir taksi untuk mencari rumah nomor 6. Tak lama berkeliling, Fina menghentikan taksi tersebut kemudian setelah memberikan sejumlah uang, Fina pun turun. Dia mengeluarkan gawainya dan mulai mengetik pesan.

[Aku sudah didepan, keluarlah]

[Masuk saja, pagarnya tidak terkunci, aku sudah menunggumu dari tadi]

Dengan penuh percaya diri, Fina melangkah kedalam. Kemudian mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka tapi Fina sangat kaget dengan tiba-tiba Fahmi menjambak rambutnya dengan kasar.

"Masuk wanita keparat!"

"Bang, apa-apaan ini, apa salahku"

"Salahmu adalah menyakiti Afni ku. Adik macam apa kamu biadap."

Fahmi kalap, dia terus menarik rambut Fina.

"Kau menghancurkan rumahtanggaku dan kakakmu sendiri. Kau bilang jika aku telah menidurimu, na sekarang rasakan. Apa yang kau hayalkan akan ku penuhi. Kau mau aku menidurimu kan?"

"Am pun b b bang, ampun.. Sa sa kiit, kasihani aku"

Fina menutupi wajahnya yang terus ditampar oleh Fahmi.

"Kau mengharap belas kasihan, sedangkan kau menyakiti oranglain."

Fahmi menarik baju Fina dan merobeknya, tak cukup sekali, berkali-kali hingga tak ada lagi yang menutupi badan Fina. Hanya pakaian dalam yang dan penutup dada yang tersisa.

"Murahan sekali dirimu, jalang. Tak seperti sifat kakakmu. Walaupun kau lebih cantik dari dia tapi kau lebih buruk dari binatang"

Fina meringkuk, menarik sobekan bajunya tadi untuk menutupi tubuhnya.

"Bisa saja aku membunuh atau menodaimu, tapi tidak akan kulakukan. Dan yang perlu kamu tau, tubuhmu itu haram untukku."

'Cuihh'

Fahmi meludahi Fina. Matanya memerah. Tangannya mengepal. Amarahnya tersalurkan sudah.

"Jahat sekali kamu Fahmi, aku akan membalasmu. Ingat lah!

Dalam kesakitan Fina masih saja mengancam Fahmi.

"Kau yang akan kucampakkan, betina hutan"

Fahmi menarik Fina kearah pintu.

"Kau tak bisa memperlakukanku seperti ini Fahmi"

Teriak Fina meronta, berusaha untuk lepas dari tarikan Fahmi.

"Keluar kau Ular, keluar!"

Setelah Fina berada diluar, Fahmi melemparkan kardus bekas mie instan kearahnya.

"Tubuhmu hanya patut ditutupi dengan kardus itu. Pergilah kemana kau suka, dasar dedemit"

'Braakk'

Fahmi membanting pintu dan menguncinya. Tidak lagi perduli akan Fina. Fahmi terduduk dikursi, mengatup kedua tangan ke wajahnya berkali-kali, kemudian menjambak rambutnya sendiri, dia begitu frustasi.

***

Bersambung

Bagaimanakah nasib Afni, Fahmi dan Fina setelah itu?

Tunggu di part selanjutnya yah..

Jangan lupa kritik dan sarannya. Dan terimakasih banyak untuk teman2 semua yang selalu setia menunggu kisah selanjutnya.

Happy reading

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro