Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DIA ADIK KANDUNGKU

Part 5

Hatiku lega. Setelah bersujud dan mengadu kepada Sang Khalik, plong yang kurasa. Jiwaku kembali terisi, ruh ku telah tercharger kembali.

Aku meraih gawai yang tadi kuletakkan disamping bantal tidur. Aku akan menghubungi Fina, mengajaknya berbicara empat mata, dari hati ke hati, antara kakak dan adik.

Bang Fahmi tertidur pulas, dengkuran halusnya teratur berirama. "Aku mencintaimu sayang" bisikku pelan sambil mengecup pipinya. Terlihat Bang Fahmi menggeliat, mungkin geli akibat bibirku menyentuh pipinya. Sebelum keluar kamar, kuperbaiki letak selimut suamiku hingga menutupi dadanya, hawa dingin dari pendingin ruangan menusuk tulang. Pelan kututup pintu kamar agar tak berisik, hingga membangunkan suamiku.

Tak butuh waktu lama untuk mencari kontak Fina di HP. Setelah kontak ditemukan, aku mendial nomor tersebut hingga beberapa kali, tapi tidak ada jawaban dari seberang sana. Kucoba lagi dan terhubung.

"Halo"

"Assalamu'alaikum, Dik"

"Wa'alaikumsalam, malam-malam begini kok hubungi aku, bukannya tidur"

Dia memberikan pernyataan yang membuat emosiku naik, karena ulahnya lah hingga aku tak bisa memejamkan mata. Ku tahan kata-kata makian yang ingin kusemprotkan untuknya. Aku harus sabar dan menghadapi Fina dengan cara dewasa, aku tidak boleh berapi-api karena itu akan menyakitiku sendiri.

"Aku mau ajak kamu ketemuan besok. Pagi-pagi aku berangkat dari sini ke tempatmu. Kamu cari tempat yang nyaman untuk ngobrol."

"Bang Fahmi ikut?"

"Tidak, hanya aku dan kamu"

"Kenapa tidak sekalian mengajak suamimu, aku rindu"

"Kita akan ngobrol berdua saja besok. Pastikan kamu tidak mengecawakanku"

Ada nada emosi dikalimatku. Aku tak sanggup menahan sakit di ulu hati ketika dia mengatakan rindu. Merindui suami orang, perempuan macam apa itu. Jika dia bukan adik kandungku, sudah kurakit bom atom, untuk menghancurkan tubuhnya berkeping-keping, sampai tidak bersisa atau akan ku mutilasi tubuhnya kemudian akan ku lempar kelautan sebagai makanan hiu.

***

Bang Fahmi tidak mengizinkan aku untuk berangkat sendiri ke lokasi yang telah kami tentukan. Terlalu beresiko jika aku menyetir sendiri, perjalan membutuhkan waktu berjam-jam, katanya. Maka Bang Fahmi berniat mengantarkanku untuk menemui Fina.

"Setelah nanti kamu turun mobil, abang akan cari parkiran dan memantau kondisi dari parkiran saja ya"

"Ya Bang, sebaiknya Abang memang jangan ikut turun."

Aku tidak mau Fina bertingkah yang aneh-aneh disana. Aku akan merayu nya, jika perlu aku akan berlutut memohon agar dia tidak menjadi pengacau didalam rumahtangga kami.

***

Tiba didepan sebuah cafe yang telah Fina janjikan, aku pun mulai melihat kiri kanan mencari sosok adikku yang dulu sangat kusayangi tapi sekarang ingin menghancurkan rumahtanggaku.

Dipojok ruangan kulihat Fina melambai ke arahku. Dia terlihat lebih segar dari beberapa hari yang lalu sewaktu dia datang kerumah. Dengan mantap kuayunkan langkah kaki menghampiri Fina.

"Duduklah Kak"

Dia menyapaku ramah seperti tanpa ada beban sama sekali.

"Minumannya sebentar lagi datang, sudah ku pesan. Aku tau minuman favoritmu, Kak"

Dia tersenyum manis sekali. Oh Tuhan, benarkah ini Fina yang ingin merebut suamiku, abang iparnya sendiri.

"Makasi, Dik"

Aku jengah, ingin memulai pembicaraan tapi melihat gelagat Fina, sepertinya dia belum ingin membahas tentang permasalahan kami.

"Kak, lupakan saja kata-kataku yang tempo hari ya"

Akhirnya dia yang memulai sendiri obrolannya.

"Aku minta maaf, aku mengakui kalau aku salah, aku sudah bikin kakak susah. Aku janji tidak akan mengganggu rumahtangga kak Afni dan Bang Fahmi."

Fina terlihat bersungguh-sungguh. Raut wajahnya naik turun untuk meyakinkan diriku.

"Apa aku tidak salah dengar?"

Aku kaget mendengar pengakuannya.

"Mungkin kemarin itu aku hanya terbawa emosi kak, aku menyalahgunakan perhatian yang suami kakak berikan untukku. Aku minta maaf, dan aku juga akan meminta maaf kepada Bang Fahmi."

Oh Fina, benarkah itu, setelah kau mulai semua, semudah itukah kau mengakui dan meminta maaf kepadaku.

"Dan soal tadi malam kak, aku bilang rindu, aku tidak ada maksud apa-apa, kakak percaya sama aku ya."

Dia menggenggam tanganku meyakinkan. Sorot matanya seperti tidak menipu. Aku tersedu menahan haru, pelayan cafe terheran melihat kami sewaktu mengantarkan minuman. Dua kakak beradik yang sedang memperjuangkan cintanya. Satu cinta yang halal dan satu lagi cinta yang bukan pada tempatnya.

"Alhamdulillah, akhirnya kau tau Dik kalau itu tidak lah benar. Banyak laki-laki lain diluar sana yang menginginkan kamu menjadi istrinya, Fina."

Aku kembali terisak. Kulihat dia tersenyum dan bangkit dan memelukku.

"Maafkan aku kak, maafkan aku."

***

Dalam perjalanan pulang, aku tak henti tersenyum, kuletakkan jemariku diatas jemarinya, saling bertautan. Sesekali Bang Fahmi membelai rambutku dan sebelah tangan lagi memegang stir. Aku bahagia mendengar penuturan Fina tadi. Bang Fahmi juga senang, tapi tadi tetap dia tidak ingin bertemu dengan Fina. Lain kali saja katanya.

Setelah dari cafe, aku dan Bang Fahmi memilih untuk langsung pulang, tidak lagi singgah dirumah ibu. Hanya menelpon ibu dan memberitau kepadanya bahwa Fina telah berubah fikiran. Tak henti ucapan syukur terdengar dari mulut wanita kuat tersebut.

Kegembiraan didadaku membuncah.

'Terimakasih adikku, akhirnya kamu menyadari kesalahanmu' gumamku dalam hati.

Perjalanan yang melelahkan tak lagi terasa. Karena beban sudah tak ada, maka fikiranpun lempang terasa.

***

Cinta tidak bisa dipaksa adikku, dan kau juga tak bisa meletakkan cintamu ditempat yang salah. Keputusanmu untuk memutuskan cinta yang terlarang itu sudah tepat.

***

Aku mengguyurkan tubuh dengan air hangat. Hilang sudah segala penat, luruh bersama air yang mengaliri tubuh.
Bang Fahmi juga sudah bersiap-siap untuk merebahkan badan. Sambil menyisiri rambut, aku duduk didan meja rias. Dari cermin terlihat pantulan Bang Fahmi yang sedang memaminkan HP nya.

"Aku berhenti kerja saja ya sayang."

Bang Fahmi yang sedang serius memainkan HP nampak kaget.

"Trus kamu mau ngapain sayang?'

Pergulatan batin kurasakan antara mempertahankan apa yang selama ini sudah kuraih dengan susah payah atau harus kulepaskan. Karier yang lumayan bagus, yang kumulai dari awal, apakah harus kucampakkan begitu saja .

Setelah berdiskusi dengan Bang fahmi, akhirnya keputusan terakhir kuambil. Aku akan membuang karierku. Pilihanku sudah bulat, ingin dirumah saja, menjadi istri yang sesungguhnya untuk suamiku. Semoga dengan keputusanku ini adalah awal baik untuk rumahtangga kami.

***

Jam menunjukkan pukul delapan malam. Tapi Bang Fahmi juga belum pulang. Hujan lebat sekali diluar, sesekali kilat menyambar diakhiri dengan gemuruh yang bersahut-sahutan.

Dari tadi HP suamiku tidak bisa dihubungi. Rasa was-was menjalari tubuhku. Aku takut jika terjadi sesuatu terhadap Bang Fahmi.

Nada dering gawaiku berbunyi. Aku segera menekam tombol hijau untuk menjawab panggilan dari suamiku.

"Sayang, aku lembur ya, ada sedikit lagi berkas yang harus kukerjakan"

Suara Bang Fahmi dari seberang sana.

"Duh, aku pikir kemana kamu, Sayang. HP nya ngga aktif dari tadi."

"Aku sengaja menonaktifkannya tadi, ada nomor baru dari siang tadi trus-trusan menghubungiku."

Deg! Nomor baru, apakah itu Fina lagi, tidak mungkin, dia sudah berjanji kemarin.

"Ya sayang, cepatlah pulang, aku takut dirumah sendirian"

Kututup panggilan. Hujan semakin deras, kilat dan petir bertalu-talu, sambar menyambar ditengah gelap malam.

***

Diluar sana, Fahmi sedang mengeluarkan mobil dari parkiran kantornya. Hujan semakin lebat mengguyur bumi. Sudah jam sepuluh malam, Fahmi baru saja menyelesaikan pekerjaannya.

Bergegas Fahmi mengemudikan mobilnya, sudah tak sabar ingin berjumpa dengan istrinya. Dingin-dingin seperti ini hasrat kelaki-lakiannya muncul, tak peduli lelah, hujan lebat, petir dan kilat sekalipun. Harus segera dituntaskan.

Baru beberapa menit dia keluar dari gerbang kantor, dalam derasnya hujan dia melihat sosok perempuan yang melambaikan tangan kearah mobilnya. Fahmi memelankan laju mobil yang ia kendarai, mencoba melihat siapa gerangan wanita yang berdiri didalam lebatnya hujan. Semakin dekat wajahnya semakin jelas. Seluruh bajunya basah membentuk lekuk tubuh. Fahmi kepanasan didalam kedinginan.

Dia menghentikan mobil tepat didepan wanita tersebut. Dia tersenyum samnil mengibaskan rambut yang menghalagi pandangan mata. Fahmi membukakan pintu mobil untuk si wanita. Tanpa aba-aba wanita tersebut langsung masuk kedalam mobil dan menutup pintu. Fahmi terpaku, menatap tak berkedip. Gejolak yang di rasa semakin menggebu. Dia melajukan mobil kearah yang berlawanan dari arah rumahnya. Wanita berbaju merah yang sudah basah kuyup itu hanya tersenyum penuh arti.

'Kau akan bersamaku malam ini, masuklah kedalam perangkapku' batinnya.

***

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro