Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DIA ADIK KANDUNGKU

Part 1

***

Aku menikah di usia yang masih terbilang muda. Begitu juga suamiku. Kami satu leting diperkuliahan, hanya saja beda jurusan. Karena intensitas perjumpaan yang sangat sering di organisasi yang sama-sama kamu tekuni, sehingga benih-benih cinta itu terpupuk, kian hari kian bersemi layaknya jamur yang tumbuh dimusim hujan.

Walaupun sifat kami bertolak belakang, makin menambah bumbu berwarna diantara kami berdua. Aku yang cuek dan tidak cemburuan, sedangkan dia yang perhatian dan sangat sering memanjakan.

Setelah selesai kuliah, kami memutuskan untuk menikah. Kebahagiaan yang kurasa terus bertambah, dia yang begitu penyayang, memanjakanku dengan sepenuh hati, hari-hari yang kami lalui tidak ada masalah yang berarti. Walau menjelang 3 tahun usia pernikahan kami juga belum di karuniai momongan, itu semua bukan penghalang, rumah tangga kami tetap baik-baik saja.

Dari segi finansial tidak ada kendala sama sekali. Tuhan seperti betul-betul sangat menyayangiku, dengan kehadiran suami yang sangat perhatian, kerjaan yang mapan, kehidupan rumah tangga yang jauh dari masalah, sudah sangat membuatku lupa diri. Aku hanyut dalam kebahagiaan yang tiada tara.

Dari awal pernikahan kami memang sudah tinggal terpisah dari orangtua, awalnya hanya mengontrak rumah kecil dekat dengan tempat kami bekerja, kebetulan sekali tempat kerjaku dan suami berdekatan, hanya memerlukan waktu 10 menit berjalan kaki. Ditahun kedua pernikahan kami sudah bisa membeli rumah sendiri didaerah yang sama.

Hingga pada tahun ke tiga pernikahan disitulah awal masalah yang ku derita, Allah mulai menguji rumah tangga kami.

Hari itu, kami harus pindah sementara kerumah orangtua ku, karena kondisi kesehatanku menurun. Akhir-akhir ini aku gampang sekali lelah dan berujung pitam tanpa tau penyebabnya. Kata dokter aku hanya kelelahan dan tekanan darahku menurun. Dokter menyarankan agar aku mengambil cuti agar bisa cukup beristirahat.

Suamiku menyarankan agar aku tinggal dulu bersama ibu, alasannya supaya ada yang menemaniku dirumah karena suamiku akhir-akhir ini sibuk dengan pekerjaannya. Tapi aku menolak jika harus sendiri ke rumah ibu, aku meminta dia juga ikut pindah sementara kesana.

"Aku mau tinggal untuk sementara dirumah ibu, tapi dengan syarat abang ikut juga ya, mana bisa aku pisah lama-lama sama abang" rengekku manja sambil mengelendot ditangannya.

"Mulai deh, kamu kan cuma beberapa hari disana, sampai keadaanmu pulih kembali, jadi abang ngga usah ikut ya" balasnya sambil membetulkan letak dasi dilehernya.

"Abang berangkat dulu, takut telat, ada tamu penting yang datang kekantor hari ini" ucapnya lagi sambil melepaskan tanganku dari lengannya.

Aku hanya mengangguk dan mengikutinya kepintu depan. Selesai bersalaman dan dia mencium keningku -rutinitas kami jika ingin berangkat kerja- dia memasuki mobil kemudian menurunkan kaca mobil sambil berkata "Siapkan terus barang-barangmu, nanti sepulang kerja kita sama-sama pergi ketempat ibu". Aku hanya mengangguk tak semangat.

***

"Sudah datang nak"

Ibu menyambut kami dengan senyum hangatnya. Ibu hanya tinggal bersama adik perempuanku dirumah. Ayah sudah lama meninggal, sejak kami masih sekolah dasar. Ibu hanya seorang ibu rumah tangga yang membuka usaha catering kecil-kecilan dirumah, selebihnya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, ibu mendapat tunjangan hidup dari gaji pensiunan ayah yang dulu adalah seorang Pegawai Negeri Sipil. Bukan kami tidak membantu ibu, tapi beliau tidak mau merepotkan anak-anaknya, padahal sama sekali aku tidak merasa direpotkan. Sedangkan adikku adalah seorang gadis yang supel, tapi belum juga menikah. Sudah ada beberapa orang yang datang ingin meminang, tapi dia selalu menolak, katanya belum ada yang klik. Aku bisa paham, aku dulu menikah dengan suamiku atas dasar cinta sama cinta.

Dia bukan wanita kantoran, hanya menghabiskan waktu dirumah membantu usaha catering ibu. Padahal dia adalah seorang yang berpendidikan, lulusan cum laude dari kampusnya. Kami dekat sejak kecil, tapi sejak SMA kami harus berpisah. Aku bersekolah boarding school dan sangat jarang pulang kerumah, hanya waktu-waktu tertentu saja baru bisa pulang. Setelah itu melanjutkan kuliah dan menghabiskan hari-hariku di kosan. Sangat jarang berjumpa apalagi telponan, kami tidak seperti kakak adik yang lain yang saling terbuka, apalagi sifatku yang cenderung cuek jadi aku tidak terlalu mengambil pusing hal-hal yang kurasa tidak begitu penting, menurutku.

"Bu, mohon izin Afni tinggal disini untuk beberapa minggu ke depan, aku juga akan disini menemani dia, tapi tidak bisa menetap, bisa jadi aku bolak-balik dari sini kerumah, sayang juga bu, rumah kalau ditinggalin, seperti hilang ruh". Kata suamiku panjang lebar.

Ibu hanya tersenyum sambil menggangguk mengiyakan, dan memperhatikan tingkahku yang mengelendot pada tangan suami, seperti kucing yang mengelendot dikaki majikannya.

"Ayo masuk, dari tadi diluar trus, ayo ayo, pasti Fina sudah memasakkan makanan kesukaanmu dan Nak Fahmi" ajak ibu bersemangat. Kami pun memasuki rumah, dan lebih dahulu meletakkan barang bawaan ke kamar lamaku yang bentuknya masih seperti semula, terawat, pasti ini kerjaan adikku, Fina. Ah.. Ternyata dia juga perhatian.

***

Kami memulai makan malam dengan senyap. Yang terdengar hanya dentingan sendok yang beradu ke piring, tidak ada yang mengobrol. Hanya sesekali aku bersuara menanyakan apakah Bang Fahmi ingin menambah nasi atau tidak. Selebihnya sepi dan khidmat. Dari kecil ibu selalu mengajarkan kami untuk beretika dimeja makan. Tidak mengobrol, membahas sesuatu bahkan bercanda. Meja makan adalah tempat untuk makan, bukan tempat untuk diskusi, bercanda apalagi berdebat. Dan kebiasaan itu terjadi sampai sekarang ini, akupun terbiasa menerapkan itu dirumah kami, kelurga kecilku.

Aku tak begitu selera menyantap makanan, hanya menatap Bang Fahmi yang terlihat sangat lahap menikmati kuah sup kambing yang dimasakkan oleh Fina. Aku juga melihat Fina yang sesekali tersenyum melirik bang Fahmi. Tapi orang yang sedang kami perhatikan itu seperti hanyut dalam suapan demi suapan kuah sup yang mengaliri tenggorokannya.

Kulirik lagi Fina yang sepertinya enggan mengerjapkan matanya memandang suamiku. Mungkin dia senang bisa berjumpa dengan abang iparnya secara langsung seperti ini batinku. Biasanya kami jarang mengunjungi ibu, jika pun Ibu kerumah kami, Fina selalu tidak ikut, alasannya takut nanti customer datang ambil orderan.

***

Sudah 1 minggu kami berada dirumah ibu. Aku sangat menikmati itu. Dikelilingi oleh orang yang sangat memperhatikan kita, betapa bahagianya.

Sore ini. Kulihat Fina lagi dan lagi berkutat didapur dengan oven dan celemek pink nya.

"Ngapain kamu, dek" aku mengagetkannya.

"Ah, kak Afni. Aku sedang buatin cookie nih, sepertinya bang Fahmi suka ngemil ya kak" balasnya.

Alisku tertaut, darimana dia tau kalau suamiku suka ngemil. Memang itu adalah kebiasaan suamiku. Jika dirumah, sepulang kerja selalu aku suguhi dengan teh manis hangat dan setoples cookies, atau gorengan, bisa juga kacang-kacangan.

"Lho, kok kamu tau" tanyaku menyimpan kekagetanku, karena hanya aku yang tau kebiasaan suamiku tersebut, apalagi Fina tidak pernah berkunjung kerumah kami selama kami tinggal terpisah.

Dia malah tersenyum malu "aku perhatiin lho kak, kalau nonton TV, bang Fahmi sering bawain makanan dari luar, kan sayang duitnya, mending aku buatin jadi bisa hemat kan"

Aku membatin, ooo, ternyata dia suka memperhatikan suamiku.

"Ya, terserah deh, yang penting enak ya" jawabku acuh tak acuh.

Kenapa aku ini, dulu sekali aku bukanlah seorang pencemburu, kenapa sekarang dengan adik sendiri saja aku bisa naik tensi hanya karena dia berniat baik membuat cemilan untuk suamiku. Seharusnya aku berterimakasih karena dia sudah bersusah payah membantu menggantikan posisiku, seharusnya akulah yang membuat cemilan untuk bang Fahmi. Mungkin karena sudah seminggu dirumah saja, tidak ada aktifitas, kerjaku hanya didepan TV menonton gosip recehan tentang pagar makan tanaman.

***

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro