Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1

Malam itu, angin sepoi-sepoi bertiup lembut ketika Lio memarkir mobilnya di depan sebuah apartemen mewah. Ia menekan klakson dua kali sebagai tanda bahwa ia telah sampai. Tak lama kemudian dari arah lobi Lura, wanita dengan senyuman manis serta gaun yang memeluk tubuhnya dengan sempurna, keluar dengan langkah penuh percaya diri. Gaun merah yang dikenakannya malam itu benar-benar membuatnya tampak berbeda, lebih berani dan memesona.

Lio keluar dari mobilnya, menghampiri Lura dengan senyum yang tak bisa ia tahan. “Tumben kamu dandan cantik dan seksi banget malam ini, Ra,” pujinya tulus, matanya tak bisa lepas dari penampilan Lura yang memukau.

Lura tersenyum lebar, sedikit menggoda sahabatnya itu. “Iya dong. Disana kan pasti banyak pria tampan dan kaya, jadi mau tebar pesona siapa tahu salah satu di antara mereka berjodoh gitu sama aku. Kan lumayan, aku gak perlu lagi capek-capek kerja,” jawabnya dengan nada bercanda, sambil tertawa ringan.

Lio menggelengkan kepala, tertawa kecil. “Ck! Emang dasar ya otakmu itu pinter banget,” cibirnya, meski dalam hati ia kagum dengan kepercayaan diri Lura.

Keduanya kemudian berjalan beriringan menuju mobil, menikmati malam yang seolah berjanji memberikan mereka momen yang menyenangkan.

Di dalam mobil, suasana hangat dan penuh canda. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari pekerjaan hingga gosip terkini. Lura selalu berhasil membuat Lio tertawa, membantunya melupakan sejenak kerumitan dalam hidupnya. Namun, kesenangan itu tak berlangsung lama. Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Lio, dan saat ia membacanya, senyumnya perlahan memudar, digantikan dengan ekspresi yang berat dan sendu.

“Kenapa, Bro? Kok jadi suram gitu mukanya,” canda Lura, mencoba meringankan suasana yang tiba-tiba berubah.

Lio menelan ludah, matanya masih terpaku pada layar ponselnya. “Melisa kasih sinyal minta putus,” jawabnya singkat, suaranya terdengar patah dan lelah.

Lura terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Lio. Ia tahu betapa pentingnya Melisa bagi Lio, meskipun akhir-akhir ini hubungan mereka memang tak sebaik dulu. Namun, Lura juga paham bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk membahas masalah itu lebih jauh. Ia hanya mengulurkan tangan, meremas pelan bahu Lio sebagai tanda dukungan tanpa kata-kata.

Perjalanan mereka ke pesta itu dilanjutkan dalam keheningan yang berbeda dari sebelumnya. Meskipun suasana hati Lio tampak semakin berat, Lura berusaha menjaga agar malam itu tetap menyenangkan. Sesampainya di lokasi pesta, lampu-lampu gemerlap dan musik yang membahana menyambut mereka. Lio dan Lura berbaur dengan para tamu lainnya, menikmati pesta yang penuh kemewahan.

Malam itu, mereka menenggelamkan diri dalam musik, tawa, dan minuman. Lura tetap berada di sisi Lio, sesekali mengajaknya bercanda atau menari untuk mengalihkan pikirannya dari rasa sakit yang sedang ia rasakan. Tak terasa, mereka mulai mabuk, terhanyut dalam kesenangan yang hanya sesaat menutupi kenyataan pahit yang menunggu di luar pesta ini.

“Aku mencintaimu, sangat mencintaimu,” beo Lio sambil berjalan memeluk Lura, keduanya digiring oleh pramu hotel menuju sebuah kamar.

Begitu sampai di dalam ruangan hotel yang disediakan untuk menginap para tamu undangan, Lio menangkup kedua pipi Lura yang saat ini merona. Dikecupnya dengan pelan kedua mata sayu milik Lura secara bergantian. Ciuman Lio merembet turun hingga bibirnya menempel sempurna pada bibir ranum milik Lura. Lio mencium dan menggigit bibir bawah Lura yang dalam pandangannya saat ini adalah Melissa kekasihnya.

Lura merasakan tubuhnya terangkat, tetapi ia tak berdaya membuka matanya, ciuman Lio sangat melenakannya. Lio menggendong dan membawa Lura menuju ranjang. Ciumannya tak sedikitpun terlepas sampai Lura kesulitan untuk mengatur nafas.

"Li-o…." Lura sedikit memalingkan wajah, mencoba melepaskan ciuman Lio di bibirnya.

Lio membaringkan tubuh Lura, melepaskan ciumannya sejenak lalu bergerak naik ke atas tubuh Lura mengendus hangat aroma segar tubuh Lura.

"Lio… Ohhh! Geli…." Lura mencoba mengelak namun Lio terlalu kuat bertahan di atas Lura.

Lio tidak hanya menggunakan bibir, namun tangannya ikut aktif menjamah bagian sensitif Lura. Membelai, menggoda dan sesekali memberikan pijatan lembut disana.

Cukup puas dengan awal permainannya, Lio pun meloloskan pakaian mereka berdua dalam hitungan menit saja, segera menyatukan inti mereka setelahnya.

“Sssh! Sa-kit!” rengek Lura saat Lio mulai memasukinya.

***

Pagi itu, Lura terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Ia merasakan kehangatan tubuh Lio di sampingnya, namun yang membuatnya terguncang adalah kenyataan bahwa dirinya tidak mengenakan busana. Tubuhnya bergetar hebat, bukan hanya karena dinginnya udara pagi, tetapi juga karena perasaan cemas yang menghantamnya dengan keras. Lura mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, tetapi yang terlintas di kepalanya hanyalah bayangan Lio yang menciumnya dengan lembut, sebelum semuanya menjadi kabur.

Lura memperhatikan tubuhnya, dia merasa sedih, area dadanya banyak terdapat tanda merah. "Ya Tuhan, mengapa begini?" gumamnya lirih, suaranya hampir tak terdengar. Ia menoleh perlahan ke arah Lio yang masih terlelap, wajahnya tampak tenang, seolah tak ada apapun yang mengganggu tidur nyenyaknya. Lura menelan ludah, pikirannya penuh dengan pikiran-pikiran takutnya.

Dengan hati-hati, Lura meraih pakaian yang tercecer di lantai. Ia mengenakan satu per satu, berusaha sebisa mungkin untuk tidak membuat suara yang bisa membangunkan Lio. Setelah itu, ia bergegas merapikan sisa-sisa keintiman malam itu, tapi saat dia bergerak sesuatu di bagian bawahnya terasa nyeri sekali. "Ya Tuhan," gumam Lura sambil menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit itu.

Sprei yang kusut dan beberapa noda yang tertinggal segera menjadi perhatiannya. Untung saja, sprei hotel tersebut berwarna coklat muda, sehingga Lura bisa dengan mudah menyamarkan bekas yang ada.

"Selesai," bisiknya lega, setelah memastikan semuanya terlihat normal kembali.

Lura lalu melangkah ke kamar mandi, menyalakan shower dan membiarkan air dingin membasahi tubuhnya yang masih terasa hangat. Ia berharap pancuran air itu bisa membersihkan bukan hanya tubuhnya, tetapi juga pikiran-pikiran yang berkecamuk di kepalanya.

Setelah mandi, Lura segera meninggalkan kamar hotel itu. Setiap langkahnya terasa berat, tetapi ia tahu ia harus segera pergi. Ada pekerjaan yang menantinya, dan lebih dari itu, ia tak ingin berada di sana ketika Lio terbangun.

"Semoga saja dia tidak mengingat apapun," batin Lura, sambil menarik nafas panjang sebelum melangkah keluar dari pintu kamar. Di hatinya, ada rasa takut yang tak bisa ia singkirkan, rasa takut akan apa yang mungkin terjadi jika Lio benar-benar mengingat segala sesuatu tentang malam itu.

***

Siang yang tenang tiba-tiba dipecahkan oleh dering ponsel yang memecah kesunyian di kamar hotel itu. Lio, yang masih terbaring di tempat tidur, terbangun dengan mata yang masih setengah tertutup. Dengan tangan yang masih lemas, dia meraih ponsel yang berdering di atas meja di samping tempat tidurnya, dan tanpa melihat layar, dia langsung menjawab panggilan itu.

"Ya, halo," sapanya dengan suara yang masih serak karena baru bangun tidur.

Di seberang sana, terdengar suara perempuan yang sangat familiar bagi Lio. "Aku setuju denganmu. Nikahi aku," suara itu terdengar manja, penuh kelembutan yang langsung menggetarkan hatinya. Kata-kata itu sukses membuat mata Lio terbuka sempurna, dan dalam sekejap, rasa kantuk yang masih tersisa pun lenyap begitu saja.

Lio mengangkat tubuhnya, duduk di tepi tempat tidur sambil memegang kepalanya yang terasa sedikit berdenyut, mungkin akibat malam yang panjang dan penuh kejadian. Namun, senyum yang dikulum di wajahnya menunjukkan kebahagiaan yang tak bisa disembunyikan.

"Kamu beneran?" tanya Lio, suaranya penuh harap namun juga terkejut. "Aku bahagia banget akhirnya kamu setuju kita menikah."

Di dalam hatinya, Lio merasakan campuran antara kegembiraan dan kelegaan. Dia telah menunggu momen ini cukup lama, dan kini mendengarnya langsung dari orang yang sangat dia cintai membuat semua terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Detak jantungnya semakin cepat, dan tanpa disadari, tangannya mengepal erat seakan ingin menggenggam kebahagiaan itu dengan kuat.

Suara di seberang telepon terdengar tertawa kecil, seolah menikmati reaksi Lio yang penuh kebahagiaan. "Iya, aku serius, Lio. Aku sudah berpikir panjang, dan aku yakin dengan keputusan ini. Aku ingin kita bersama selamanya."

Kata-kata itu membuat Lio terdiam sesaat, meresapi setiap kalimat yang keluar dari mulut perempuan itu. Senyum di wajahnya semakin lebar, dan perasaan hangat menyelimuti hatinya. Ia membayangkan masa depan yang selama ini hanya ada dalam angan-angannya, kini mulai terasa nyata.

"Aku juga ingin itu, lebih dari apapun," jawab Lio dengan suara yang penuh kehangatan. "Aku akan segera mengatur semuanya. Kita akan menikah, dan aku akan membuatmu bahagia, aku janji."

Telepon itu berakhir dengan perasaan yang meluap-luap dari kedua belah pihak. Lio menatap layar ponselnya setelah panggilan berakhir, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Senyum lebar masih terpancar di wajahnya, dan kepala yang sebelumnya terasa berdenyut kini hanya dipenuhi oleh rencana-rencana indah untuk masa depan mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: #21#mature