Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Penyesalan

Tepukan di bahu mengagetkanku yang sedari tadi menatap dinding ruangan yang entah kini berwarna apa. Sepertinya mirip warna air kencing. Baru kusadari pikiranku terlalu aneh karena menyamakannya dengan cairan itu.

Aku menoleh dan seringaian lelaki dengan gigi menghitam menyambut tatapanku.

"Sudah saatnya bergerak, Yo."

Aku menelan ludah. Dari dalam dada, detak jantungku terasa cepat sampai kukira bisa mendengarnya. Walau aku menggangguk dengan mantap, tetapi aku segera mengepalkan tangan di belakang punggung demi menyembunyikan getaran tak terkendali darinya.

Hari ini adalah harinya. Para pemimpin sudah memperingatkan bahwa akan ada sebuah revolusi besar yang akan terjadi sekarang. Sudah seringkali kudengar negeri ini harus dirombak besar-besaran agar bisa maju dan kuat seperti Soviet.

Aku ingin berlari dari momen ini.

Sungguh.

Aku bukan seorang pemberani, atau pula pejuang. Saat perang, aku suka menyembunyikan diri ke balik tubuh rekanku, atau pepohonan. Entah aku beruntung atau memang Tuhan sedang tak ingin mengambil nyawaku, aku bisa lolos dari pertempuran yang kujalani. Karena itu, ketika lelaki yang kupanggil Sersan Sato ini mengatakan aku harus ikut gerakan ini, di mana kami akan menculik para petinggi militer dan akan menyekapnya di rumah ini, lututku gemetar. Bagaimana bisa, aku yang biasanya bersembunyi dari prajurit musuh, bisa mengalahkan orang-orang penting itu? Mereka pasti lebih pandai bertarung daripada aku.

Tangan Sersan Sato kembali bersarang di pundak. "Ingat, Yo. Jasamu ini kelak akan dikenang selamanya oleh rakyat. Kita berjuang demi mereka. Agar anak cucu kita bisa merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya."

Aku memaksakan senyum terpasang di wajah. Sersan Sato tampaknya puas, karena ia kembali menyeringai. Namun, di dalam kepalaku, malah muncul jutaan cara agar bisa lari dari sini. Aku tidak seberani itu. Karena aku tahu pasti, tubuhku akan dibanting dengan mudah oleh sang pimpinan, saat aku melangkah mendekatinya. Persetan anak cucu, persetan revolusi. Kalau aku tertangkap oleh para petinggi yang kami targetkan saat ini, memohon ampunan untuk hidup saja aku tak punya nyali.

Kakiku masih mengikuti Sato serta salah seorang jenderal yang memimpin operasi kami, bergerak ke sebuah rumah yang kukenali sebagai milik petinggi yang pernah kulihat di surat kabar. Masih pukul dua dini hari, tetapi aku tidak mendengar suara apapun selain gerakan kami. Suasana hening dan mencekam, seperti diamnya air sebelum badai mengoyak lautan. Mendadak tubuhku membeku ketika sang jenderal mengangkat tangannya, memberi isyarat agar kami berhenti. Aku menelan ludah dan keringat sudah membanjiri kening dan punggungku.

Saat jenderal menyuruhku bergerak, aku sudah terkencing di celana. Sersan Sato melihat itu dan menahan tawa yang hendak meluncur dari mulutnya. Sang Jenderal mendesiskan makian pada kami berdua. Pada akhirnya aku ditinggal di depan rumah dan disuruh berjaga. Aku mengembuskan napas lega, karena aku takkan menghadapi marabahaya. Sebuah jalan keluar yang sempurna.

Bertahun kemudian, aku mengutuk pilihan itu. Seandainya saja, aku seret saja kaki terkutukku untuk masuk ke dalam rumah. Menyambut apapun yang nanti akan kuterima. Karena sayangnya, aku masih hidup sampai empat puluh tahun sejak peristiwa mengerikan itu terjadi. Sesuatu yang dulu kuanggap sebagai keberuntungan, tetapi ternyata itu kehendak Tuhan yang belum juga sudi untuk menemuiku di akherat bahkan sampai sekarang. Saat nyawaku sudah berada di ujung leher, aku masih diberikan hidup, menggelinjang sekarat di atas dipan reyot yang aromanya sudah tak karuan.

Mungkin ini kutukan setelah air kencing kembali menyembur begitu saja dari selangkanganku lalu mengenai tubuh Sersan Sato, Jenderal serta jasad lainnya yang tertumpuk di sebuah lapangan pagi itu. Aku memeluk tubuh mereka yang lengket dan bau anyir demi dianggap mati oleh musuh. Sialan, seharusnya aku langsung mati saja waktu itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro