[Bit. 8] Audisi Lagi
"Brio, sarapan dulu!"
Briona yang berlari menuju pintu depan terpaksa rem mendadak karena Mamanya memanggilnya.
"Nanti terlambat!" seru Briona.
"Tidak akan terlambat. Nanti Mama antar pakai mobil biar cepat sampai," balas Gina.
"Hmm... Ya sudah," Briona menurut dan duduk di meja makan. Masakan mamanya hari ini kelihatannya lezat. Nasi, rawon, dan juga ayam goreng tepung. Briona segera mengambil nasi, sayur, dan lauknya.
"Kamu harus sarapan. Kalau tidak, nanti malah pingsan pas tampil," kata Gina.
"Ya, Ma."
"Semalam kamu bilang, kamu ke sana sendiri. Tidak sama Aldea? Audisi kemarin kan sama dia."
"Aldea lagi pergi ke Australia karena ikut urusan bisnis ayahnya. Dia gak akan kembali sampai 3 hari lagi," jawab Briona sambil mengunyah ayam gorengnya.
"Makanya, nanti Mama antar pakai mobil. Kalau pulangnya, kamu bisa pulang sendiri atau ke kantor Mama dulu lalu pulang bareng."
"Makasih, Ma. Sepertinya aku akan ke kantor Mama. Kan dekat."
"Ya sudah. Habiskan sarapanmu. Lalu kita berangkat."
Briona lekas menghabiskan sarapannya. Setelah makanannya habis dan mencuci piringnya, ia pun berangkat diantar mamanya.
Sesampainya di studio, Briona mencium tangan mamanya dan minta doa restu sebelum masuk ke studio. Tentu saja Gina mendoakan keberhasilan anaknya.
Briona melangkahkan kakinya masuk ke studio. Jantungnya berdetak hebat saking gugupnya. Ia harus bisa mendapatkan peringkat 2 besar kalau mau lanjut ke panggung yang sebenarnya.
Lagi-lagi Briona jatuh karena menabrak seseorang. Ia mengaduh sambil mengelus pantatnya yang sakit.
"Aduuuh!! Maaf aku ga liat-liat!"
Briona mengenal suara ngondek khas itu. Ia mendongakkan kepalanya ke atas melihat siapa pelaku yang menabraknya. Sesuai dugaannya, pelakunya Fathi. Cowok ngondek itu mengulurkan tangannya membantu Briona berdiri.
"Lhoooooo!! Briona kan yaa? Kamu juga lolos, sayyy??"
Briona yang masih belum terbiasa dengan cara bicara Fathi, hanya menganga sebelum membalasnya. "Uuuh... Iya. Aku lolos. Kamu juga?"
Fathi mengangguk. "Iya! Aduuh untung ada yang aku kenal soalnya aku gak kenal yang lainnya!"
"Padahal aku juga belum kenal sama orang ini," pikir Briona dalam hati.
"Yuk kita ke ruang tunggu!" ajak Fathi. Fathi langsung menarik tangan Briona dan mengajaknya pergi.
Ditarik tiba-tiba seperti itu, membuat Briona ketakutan. Briona jadi teringat film-film tentang penculik anak kecil yang menarik tangan anak kecil dan memasukkannya ke mobil jeep. Apalagi penculiknya biasanya pakai baju serba hitam seperti Fathi saat ini. Briona takut dimasukkan ke mobil jeep.
"F-Fathi! Aku bisa jalan sendiri! Jangan tarik tanganku!" seru Briona sambil berusaha melepas genggaman tangan Fathi.
"Aaah! Maaf, say! Sakit ya?" Fathi melepas genggaman tangannya.
"Bukan sakit sih, hanya saja ... " Briona tidak melanjutkan kalimatnya. Ia menatap Fathi sebentar lalu bertanya. "Fathi, kamu ke sini naik mobil jeep?"
"Hah? Enggak koook! Aku naik kendaraan umum. Aku gak punya mobil," jawab Fathi.
Jawaban Fathi membuat Briona sedikit tenang.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju ruang tunggu. Fathi memberi tahu bahwa semua peserta yang datang harus menunggu di ruang tunggu tersebut. Baru ada sekitar 10 orang yang datang, termasuk Briona.
Briona dan Fathi masuk ke ruang tunggu. Kedua mata Briona terbelalak melihat ruang tunggu yang sangat luas dan nyaman tersebut. Ada banyak sofa empuk, ada snack station, dan ada colokan untuk charging gadget. Hal yang paling penting adalah WiFi gratis!! Bahkan password-nya sudah tertulis di papan pengumuman! Briona tidak perlu repot-repot bertanya password-nya apa pada seseorang.
Briona mengistirahatkan tubuhnya di salah satu sofa yang empuk. Fathi juga duduk di sofa di hadapan Briona. Briona melempar pandangannya ke seluruh ruangan. Baru ada 10 orang yang ada di ruangan itu. Beberapa dari mereka berkomat-kamit melatih materi stand-up mereka.
"Sudah berapa lama jadi komika?" tanya Fathi yang ingin mengajak Briona mengobrol.
"Aku suka tampil stand-up sejak SMA, sekitar 6 tahun. Tapi baru open mic secara resmi 2 tahun lalu saat komunitas stand-up Kota Sieraden dibuat," balas Briona.
"Oh, kamu ikut komunitas kota ini ya? Kalau aku ikut yang di Bekasi."
"Oh, begitu," balas Briona. "Kenapa audisinya di kota ini? Bukannya mereka juga buka audisi di Bekasi?"
"Karena pekerjaanku, aku pindah ke kota ini untuk sementara. Pas pindah ke sini, ternyata Tate TV buka audisi. Ya sudah, aku ikutan deh!"
Briona hanya mengangguk-angguk sebagai jawaban. Ia tidak berniat memperpanjang percakapan ini. Ia ingin memperkuat materi stand-upnya.
Namun, matanya tergoda untuk melihat ke arah snack station. Briona pun pergi menuju tempat yang bagaikan surga itu.
Namun, Briona merasa kecewa begitu tahu isi snack-nya hanya kacang telur, stik balado, keripik pangsit, dan wafer cokelat.
"Biasa banget. Kayak konsumsi buat rapat aja," pikir Briona.
Briona mengambil stik balado dan keripik pangsit dan membawanya kembali ke tempat duduknya.
"Briona, matamu lucu ya. Beda warna begitu. Itu asli?" tanya Fathi tiba-tiba.
Briona yang sudah biasa mendapat pertanyaan tersebut hanya mengunyah stik baladonya dengan hikmat. "Iya. Aku punya keunikan mata namanya heterokromia. Itu yang bikin mataku beda warna kanan dan kiri. Orang tuaku juga punya mata seperti ini," jawabnya.
Fathi membuka mulutnya lagi. Namun, sebelum pria itu berhasil mengucapkan sesuatu, Briona sudah memotongnya.
"Mataku tidak sakit. Aku masih bisa melihat normal. Cuma warna saja beda. Sisanya sama seperti mata normal, sepertimu. Oh, ya ini juga tidak menular," ucap Briona.
Fathi tertawa kecil. "Sudah biasa ya?"
"Sejak kecil."
Tak terasa tinggal sepuluh menit lagi menuju waktu audisi. Ruang tunggu sudah terisi oleh 20 orang yang lolos. Briona merasa gugup namun bangga bisa berada di antara orang-orang terpilih.
Salah satu staf masuk ke ruang tunggu. Staf yang sama saat audisi tempo hari. Kak Nila.
"Halo semuanya! Terima kasih sudah mau datang untuk audisi ini!" serunya dengan suara lantang.
Semua orang di ruangan itu serentak melihat ke arah wanita berkerudung yang membawa lonceng kecil.
"Baiklah, 10 menit lagi audisi akan kita mulai. Nanti kami akan memanggil nama teman-teman semua. Yang namanya dipanggil silakan masuk ke pintu warna biru yang ada di ujung ruangan," ucapnya sambil menunjuk pintu yang dimaksud. "Di balik pintu itu teman-teman akan menampilkan materi stand-up teman-teman. Oh, ya, yang lainnya bisa memantau dari televisi di ruangan ini."
Jantung Briona semakin berdetak cepat. Semuanya bisa melihat penampilannya! Briona merasa agak takut. Ia berharap Aldea ada di sini untuk memberinya semangat. Namun sayangnya, sahabatnya pasti lagi asyik main burung. Burung di Australia.
Kak Nila melanjutkan, "Setelah selesai, teman-teman bisa pulang dan tunggu pengumuman selanjutnya."
Setalah itu, kakak staf itu menghilang. Suasana ruangan itu jadi terasa lebih menekan.
"Say, gimana selama kita tidak tampil, kita analisis materi stand-up peserta lain? Anggap saja kita komentator gitu," usul Fathi.
Briona hanya mendengus. Namun dalam hatinya ide Fathi sangat bagus. "Baiklah, ayo," balasnya.
Fathi tersenyum lebar. Ia pindah tempat duduk ke sebelah Briona.
☆☆☆
Sudah 5 peserta yang selesai tampil. Saat ini sedang penampilan peserta ke-6. Briona maupun Fathi yang belum dipanggil, berlagak seperti komentator. Tentu saja mereka berusaha agar tidak menarik perhatian yang lain.
Dengan seksama mereka memperhatikan penampilan peserta ke-6.
"Pernah gak kalian berpikir kalau anak tangga itu suka iri sama pegangan tangga? Soalnya anak tangga selalu diinjak-injak, sedangkan si pegangan tangga, selalu dielus-elus."
"Bagus juga," komentar Briona sambil melahap stik baladonya.
"Ya, aku juga berpikir begitu," balas Fathi. "Hanya saja ... "
"Akan lebih lucu kalau dibuat percakapan antara anak tangga dan pegangan tangga!" ucap Briona dan Fathi bersamaan.
Fathi tersenyum pada Briona. Briona pun membalas senyumannya. Entah kenapa mereka berdua sangat kompak padahal saingan.
"Misalnya, ceritanya anak tangga lagi nangis," ucap Briona. "Huhuhuhu..."
"Kenapa kamu menangis?" Fathi melanjutkan cerita Briona. Seakan ia menjadi "pegangan tangga".
"Kamu gak bakal tahu perasaanku! Kamu kan gak pernah diinjak-injak sama semua orang yang kamu temui! Kamu selalu disayang! Selalu dielus-elus!" lanjut Briona. "Aku tuh capek selalu dinjak-injak seperti ini! Mana harga diriku?!"
Fathi tertawa terbahak-bahak. "Hahahahaha!! Baguuuussss!!! Apalagi nada lebaymu bagus sekali, say!"
Briona tersenyum bangga. Ia mengangkat tangannya, mengajak Fathi untuk tos. Fathi pun membalasnya.
Tak lama kemudian, nama Fathi dipanggil. Artinya, giliran Fathi yang tampil.
Fathi beranjak dari tempat duduknya dan merapikan fedora hitam yang ia pakai.
"Aku bertarung dulu ya! Nanti kasih tahu apa yang kamu pikirkan tentang materiku ya, say!" ucap Fathi sambil mengedipkan sebelah matanya sambil mengacungkan tangan "peace".
"Aku masih merasa aneh dipanggil begitu. Tapi dia memanggil semua orang dengan sebutan "say"," pikir Briona. "Hahaha... Oke," balasnya canggung.
Fathi pun menghilang di balik pintu biru. Briona pun kembali fokus pada televisi yang saat ini menampilkan Fathi.
"Aku penasaran seberapa bagus materinya," pikir Briona sambil melahap kembali stik baladonya.
●●●
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro