Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[Bit. 7] Jalan-Jalan Bertiga

【Karena suatu hal part ini dirombak total. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Baca aja lagi wkwkwk】

__________________

Sudah satu jam lebih Briona duduk di Taman Jade menunggu seseorang. Hal yang paling menyebalkan adalah janjian sama orang Indonesia. Pasti jam karet! Briona tidak pernah bisa terbiasa dengan sifat ngaret orang Indonesia.

Tadinya Briona ingin juga sengaja terlambat karena ia tahu kalau janjian dengan orang ini pasti bakal dibikin menunggu lama. Tapi Briona tidak sampai hati melakukannya. Bagaimana kalau dia tobat dan datang tepat waktu?

Nyatanya, orang itu membuat Briona menunggu. Briona menyesal telah mendengarkan hati baiknya.

Tak lama kemudian, akhirnya orang yang ditunggu Briona datang juga. Temannya di komunitas stand-up Kota Sieraden, Satya dan Adam. Kedua orang itu hanya senyum-senyum tanpa dosa.

"Akhirnya datang juga. Kukira tadi kalian kecelakaan makanya hampir saja aku menelepon rumah sakit bertanya apa ada korban kecelakaan yang wujudnya seperti karet," ucap Briona dengan nada sarkas.

"Maaf, Bri. Tadi mampir makan dulu. Laper banget gilaa!" jawab Satya.

"Lalu, aku gak dibawain sesuatu gitu?"

"Dibawain kok," ucap Adam sambil menyodorkan kantong plastik hitam berisi plastik yang suhunya hangat. "Telur gulung!!"

Dengan senang hati Briona menerima pemberian dari Adam. Kedua matanya berbinar-binar seperti anak kecil yang melihat mainan baru. "Wow! Kesukaanku!! Terima kasih!" Briona langsung melahap makanan yang mengingatkannya saat zaman SD itu.

Satya dan Adam duduk di rerumputan hijau. Briona pun mengikutinya.

"Baiklah, jadi karena kamu lolos 20 besar, kita harus membuat strategi untuk audisi selanjutnya," kata Adam memulai rapat atau apapun itu.

Briona mengangguk-angguk. Satya menertawakan Briona yang mulutnya belepotan saos. Karena kesal, Briona menarik jaket yang dipakai Satya dan mengelap bibirnya dengan itu.

"Aaaaaa!! Anak sialan!!" protes Satya.

"Terima pembalasanku, Bang Sat!!"

"Sudah, sudah," ucap Adam menengahi pertengkaran yang tidak perlu itu. "Ayo kita lanjut."

Briona dan Satya setuju untuk gencatan senjata. Mereka pun kembali memperhatikan Adam.

"Briona, mereka menentukan tema tidak untuk audisi selanjutnya?" tanya Adam.

Briona menggeleng.

"Tema bebas ya? Kamu sudah membuat draft apa saja?"

"Itulah yang masih aku bingungkan, Dam. Kan lebih baik stand-up itu mengangkat materi yang kita alami. Nah, masalahnya belakangan ini aku tidak mengalami apa-apa," curhat Briona. "Cuma lagi skripsian. Tapi aku sudah menggunakan tema itu untuk audisi yang pertama."

"Tidak harus pengalaman sendiri, Briona. Kamu bisa ceritakan apa yang kamu lihat," kata Satya.

"Benar. Apa yang orang lain alami juga bisa jadi materi," timpal Adam. "Kamu punya original character kan? Siapa tuh namanya? Bambang?"

"Bambang de San Estrada," ucap Briona dengan semangat.

"Bambang De ... Uh! Susah banget sih namanya!"

"Padahal aku suka namanya."

"Ya. Bambang. Nah, semua kejadian yang kamu lihat, aplikasikan pada Bambang. Seakan Bambang yang mengalami."

"Selama ini aku cuma mempergunakan Bambang sebagai "temanku" sih. Soalnya Aldea ga mau disebut di materi stand-upku."

"Nah, sekarang coba jadikan Bambang menjadi tokoh utamanya!" seru Adam.

Briona berpikir sejenak. "Ide bagus. Tapi kira-kira apa ceritanya?"

"Iya, ya. Masalahmu kan di situ," kata Satya. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Mengamati apa yang terjadi selama di perjalanan. Siapa tahu kamu dapat ide."

"Jalan-jalan kemana?"

"Sekeliling kota? Mungkin sampai Jakarta? Kan deket."

Briona dan Adam menatap Satya dengan tatapan tidak tertarik. Mereka berdua tidak bawa ongkos banyak.

"Aku kan bawa mobil. Lupa?" kata Satya.

"Ah iya ya! Kalau begitu uangku aman!" seru Briona.

"Tapi kalian bayarin bensin ya."

Suara protes dari Briona dan Adam menghujani Satya. Namun, akhirnya mereka setuju setelah Satya berkata ia tidak akan isi full tank. Hanya isi sesuai budget mereka.

Ketiga orang itu pun berkeliling kota mengendarai mobil Satya. Tentu saja Satya yang menyetir. Di antara mereka bertiga hanya Satya yang sudah memiliki SIM.

Pertama, mereka menunjungi Taman Berlian, salah satu icon Kota Sieraden. Tidak ada berlian. Taman itu hanya taman biasa. Ada air mancur di tengah taman itu. Kalau malam tiba, lampunya akan menyala sehingga air mancurnya terlihat berkilauan seperti berlian.

Karena masih pukul 15.00, tentu saja lampunya belum menyala.

Selanjutnya mereka pergi ke pusat pertokoan Kota Sieraden, Distrik Emas. Ada banyak pertokoan yang menjajakan berbagai macam barang. Distrik Emas dibagi menjadi beberapa blok. Blok khusus makanan, blok khusus pakaian, blok khusus sembako, blok khusus alat elektronik dan gadget, blok khusus produk kecantikan, dan masih banyak lagi.

Briona tidak terlalu suka pergi ke tempat ini. Semua barang-barang-terutama makanannya-sangat menggoda iman. Uang Briona pasti tinggal sedikit ataupun habis sama sekali kalau pergi ke tempat terkutuk namun surga ini.

"Bang Sat, Adam, kalau aku mau membeli sesuatu, tolong hentikan ya!" pinta Briona.

"Kamu juga. Kalau aku mau beli sesuatu, tolong hentikan," pinta Satya yang juga disetujui Adam.

"Kenapa kamu membawa kita ke sini, Bang Sat? Ini adalah tempat berbahaya bagi dompet!" protes Adam.

"Tapi ini tempat dimana banyak ide bisa bermunculan," jawab Satya. "Briona!! Jangan beli!!" serunya saat melihat Briona mendekati toko sosis bakar dengan mupeng.

Briona yang tersadar dari hipnotis sosis bakar itu menepuk kedua pipinya dengan keras lalu berterima kasih pada Satya yang menghentikannya.

Mereka kembali fokus berkeliling sambil menahan hawa nafsu mereka untuk menghabiskan uang.

Ada banyak orang yang mengunjungi pusat pertokoan ini. Kebanyakan ibu rumah tangga dan anak sekolah yang sudah pulang lalu mampir ke sini. Biasanya nanti pukul 5 sore hingga malam, orang-orang yang pulang kerja akan memenuhi tempat ini.

Briona mencatat banyak hal yang ia temukan di pusat pertokoan ini. Walau tidak yakin hal yang ia catat bisa menjadi materi, namun tetap ia catat. Siapa tahu nanti bisa dapat ilham.

Setelah selesai berkeliling di pusat pertokoan, Satya membawa mereka ke Jakarta. Pulau Tateshima dan Kota Jakarta dihubungkan dengan jembatan besar bernama Jembatan Sasak.

Tidak seperti Kota Sieraden, jalanan Kota Jakarta sangat padat. Banyak sekali mobil-mobil berjajar tidak bisa jalan karena macet.

"Uh! Sudah kuduga pergi ke Jakarta bukan ide bagus!" keluh Satya yang tidak tahan melihat kemacetan di hadapannya.

"LHA KAN NGANA YANG NGUSULIN!!!" sahut Briona dan Adam bersamaan.

"Benar-benar parah nih macetnya. Nanti kalau kita terjebak selamanya di sini gimana?" Briona juga ikut mengeluh.

"Setidaknya kita masih memiliki satu sama lain," kata Adam.

"Ih jijik!" Briona dan Satya mengucapkannya bersamaan. Adam memasang raut wajah sedih walau hanya pura-pura.

"Sayang sekali, sepertinya kita akan terjebak di sini selamanya. Ini sudah sepuluh menit, masih belum bergerak juga," kata Satya.

"Aku akan mulai menulis surat wasiat," balas Briona.

Adam hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kedua temannya. Tiba-tiba perutnya keroncongan.

"Briona, kamu masih punya telur gulung?" tanya Adam.

"Sudah habis. Tusuk terakhir kan kamu yang makan sebelum kita ke Distrik Emas."

"Ah, iya ya."

Briona mengambil kabel aux dan memasangnya di ponselnya.

"Sambil menunggu, karaoke yuk!" ajak Briona.

"Pintar sekali kau, Brio!" puji Satya.

Briona menyetel lagu pertama. Kedua pria yang duduk di bangku depan tertawa mendengar lagunya. Ini lagu yang sangat mereka kenal dan sering mereka nyanyikan bersama saat acara karaoke bersama teman-teman komunitas.

"Tarik sis!!"

"SEMONGKO!!"

"Kini tinggal aku sendiri. Hanya berteman dengan sepi. Menanti dirimu kembali. Di sini ku terus menanti ... "

Ketiga makhluk yang sudah stress akibat kemacetan itu bernyanyi dengan suara keras. Tidak peduli bakal kedengaran dari luar atau tidak. Toh, semua jendela ditutup.

Banyak lagu yang sudah mereka nyanyikan bersama. Namun, kemacetan belum juga berakhir. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk membatalkan jalan-jalan di Jakarta, melainkan kembali ke kota mereka.

"Briona, akhirnya kamu pulang. Kemana saja kamu sampai jam segini. Sudah hampir jam 7 malam," ucap mamanya begitu Briona masuk rumah.

"Jalan-jalan sama Adam dan Bang Sat," balas Briona.

"Jangan nge-gas sama orang tua dong. Mama kan cuma nanya, masa' dibangsat-bangsatin."

"Bang Satya!! Maksudnya Bang Satya! Karena kepanjangan makanya kami selalu manggil dia 'Bang Sat'!" seru Briona.

"Oooh... Kamu ngapain pergi jauh sama mereka?"

"Cari ide untuk materi stand-up."

"Sudah dapat?"

"Yah, setidaknya aku tidak pulang dengan tangan kosong."

"Ya sudah. Cepat mandi sana. Bau!"

Briona memajukan bibirnya. "Aku masih wangi walau tidak mandi!"

"Iya. Wangi terasi."

Briona hanya mendengus dan berlari ke lantai dua. Sebelum masuk kamarnya, ia mengintip catatan perjalanan yang ia tulis selama mereka bertiga jalan-jalan bareng.

Briona tersenyum melihat catatannya. "Sekarang aku tahu apa yang ingin kutampilkan."

●●●

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro