Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[Bit. 3] Gugup

Ruang tunggu studio 5 Tate TV dipenuhi banyak orang. Orang-orang tersebut adalah para peserta yang akan mengikuti seleksi Stand Up Comedy Competition yang diselenggarakan oleh Tate TV.

Briona melakukan apa yang seharusnya setrika lakukan, yaitu berjalan mondar-mandir. Ia sama sekali tidak bisa tenang saking gugupnya.

"Kamu sudah mondar-mandir sebanyak 127 kali. Itu artinya, DUDUK WOY! Capek tahu lihatnya!" komentar Aldea. Ia tidak tahan melihat Briona mondar-mandir begitu.

"Aku gugup, Aldea! Bagaimana kalau performaku berantakan? Bagaimana kalau aku gagal lagi??" ucap Briona dengan suara bergetar.

"Uuuh... Sini duduk dulu," Aldea menepuk tempat duduk kosong di sebelahnya.

"Tidak mau!"

"Duduk!"

"Tidak mau!"

"Duduk!"

"Tidak ma- Ugh!"

Seseorang menabrak Briona hingga gadis itu terjatuh. Briona mengelus pantatnya yang sakit akibat menghantam lantai. Ia juga kesal karena Aldea malah menertawakannya.

"Hahahahahahaha!!! Makanya duduk! Dibilangin gak mau siiihh!!" ejek Aldea sambil menunjuk-nunjuk Briona.

"Berisik!" sahut Briona.

"Aaaaah! Maaf! Maafin aku yaa...!" ucap orang yang menabrak Briona. Briona mengangkat wajahnya dan menatap orang yang sudah menabraknya. "Bisa berdiri, say?" Orang itu mengulurkan tangannya.

Briona tertegun sebentar sebelum menerima uluran tangan orang itu. "Aku tidak apa-apa, kok," ucap Briona sambil berdiri.

"Aduduhh maaf banget yaa, say... Aku tidak lihat-lihat tadi pas jalan. Aduuuh... bajumu jadi kotor!"

Briona melihat ujung roknya dan menepuk debu yang menempel. "Bukan apa-apa, kok."

Briona menatap pria di hadapannya. Orangnya lebih tinggi sedikit darinya. Ia memakai topi fedora warna hitam dan sleeveless hoodie dengan warna yang sama. Di balik hoodienya, ia memakai baju warna putih.

Briona lalu melihat ke bagian bawah pria itu. Pria itu pakai celana training!! Ke studio TV pakai celana training? Aneh, kan!

"Say, kamu gak apa-apa, kan?" tanya pria itu lagi.

Hal lain yang membuat Briona tertegun melihat orang itu adalah cara bicaranya. Ngondek!! Sudah beberapa tahun sejak Briona bertemu pria yang bicaranya ngondek begitu sejak ia berteman dengan teman sebangkunya di SD. Karena gaya bicaranya, walaupun pria itu memanggilnya dengan "say", Briona tidak merasa dilecehkan.

"Say? Kenapa?" tanya orang itu lagi.

"Memikirkan berapa biaya cuci yang harus kamu bayarkan untuk bajuku," jawab Briona ceplas-ceplos.

Pria itu jadi panik. Ia mengibas-ngibaskan tangannya. "Aaaah! Aku ga punya uang, say! Nanti kalau aku menang kompetisi stand up ini, aku akan bayar biaya cucinya!"

"Orang ini juga ingin ikut kompetisi ini?" pikir Briona.

"Aku ada uang 10.000, bagaimana kalau segini dulu?" tanya pria itu.

"Hahahaha! Aku cuma bercanda," Briona menepuk pundak pria itu. "Tidak perlu bayar. Beri tahu saja aku namamu."

"Syukurlah..." Pria itu merasa lega. Ia lalu membentuk lambang "peace" dengan tangannya dan mengatakan namanya, "Panggil saja aku Fathi!" Fathi pun mengedipkan sebelah matanya.

Briona tertegun melihat gaya memalukan yang dilakukan pria itu. Entah kenapa rasanya tidak cocok. Namun, Briona juga melakukan pose yang sama dengan Fathi.

"Salam kenal, Fathi. Aku Briona!" ucap Briona sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Kyaaaaa!! Kamu imut banget, say!!!" seru Fathi kegirangan.

Briona tidak tahu harus merespon apa.

Fathi melihat ada seseorang yang melambaikan tangan ke arahnya, ia pun membalasnya.

"Briona say, aku ke tempat teman-temanku dulu ya. Mereka sudah nungguin!" kata Fathi.

Briona mengangguk. "Baiklah, have fun, Fathi!"

Fathi berlari dengan sedikit berjingkat ke arah teman-temannya. Sangat imut. Setelah Fathi terlihat sibuk dengan teman-temannya, Briona duduk di sebelah Aldea.

"Akhirnya kamu duduk juga," kata Aldea.

"Itu yang kamu pedulikan sejak tadi?" tanya Briona dengan nada sarkas. "Orang itu... rasanya aku pernah melihatnya."

"Siapa? Bencong itu?"

"Dia bukan bencong, Aldea. Dia cuma ngondek. Oke, kembalikan ke topik. Sepertinya aku pernah melihatnya saat ada acara open mic di Jakarta," kata Briona.

"Kamu ikut acara itu? Bukannya biasanya malam hari?"

"Memang. Tapi saat itu ketua mengajakku pergi bersama dan dia mau mengantarku pulang. Jadi, ya sudah terima saja. Gratis!"

"Ah, orang itu. Aku tidak yakin dia orang baik. Dia cuma mau memanfaatkan hal itu untuk berduaan denganmu," komentar Aldea.

"Jangan begitu. Aku tidak sendiri kok. Ada Rafa, Gita, dan Vina juga kok."

"Oooh..." ucap Aldea dengan nada datar. "Lalu, mana tuh si ketua itu? Kamu mau tanding kok dia ga datang mendukung?"

"Dia pasti datang. Kan memang acaranya belum dimulai. Masih sekitar 30 menit lagi. Belum terlambat kok."

"Tinggal 30 menit lagi. Kalau dia terlambat, tidak akan kuizinkan dia menonton penampilanmu."

"Aldea, memangnya stasiun TV ini punya bapakmu? Kamu tidak bisa melarang seseorang untuk menonton kan?"

Aldea menepuk bahu Briona. "Briona, ada 2 pernyataanmu yang salah. Pertama, stasiun TV ini MEMANG punya bapakku yang akan diberikan padaku suatu saat nanti. Kedua, aku bisa melakukan itu karena acara ini punya bapakku."

Briona membuka mulutnya karena terkejut. "Ah, iya, ya. Aku lupa."

Aldea tertawa. Selama mereka bersahabat, mereka benar-benar sangat dekat hingga Briona kadang melupakan status Aldea yang merupakan anak dari seorang konglomerat kaya. Mereka bersenang-senang, marah, tertawa, menangis bersama tanpa terganggu oleh status yang dimiliki Aldea.

"Hey, Aldea. Punya bocoran soal seleksi ini?" Briona mencolek-colek tangan Aldea.

"Tentu saja ada. Aku tidak keberatan memberitahumu," balas Aldea. Aldea mengeluarkan ponselnya dari tasnya dan membuka sebuah dokumen di ponselnya.

"Briona, dengar. Setiap peserta akan dipanggil sesuai nomor urut yang diberikan saat pendaftaran. Kamu bawa nomormu kan?"

"Yup! Nomor 86," jawab Briona.

"Oke. Setiap peserta akan diberikan waktu 3 menit untuk melakukan stand up comedy dengan tema bebas. Penampilan akan dinilai oleh 3 juri. Setelah semua peserta selesai, juri akan mendiskusikan siapa yang lolos ke 20 besar di tiap kota audisi. Keputusan juri tidak bisa diganggu gugat. Tenang saja, mereka tidak akan disogok karena sudah terikat perjanjian hukum dengan pihak kami. Kalau ketahuan, karir mereka akan berakhir."

"Well, sadis juga. Tapi itu membuatku tenang."

"Kekuatan hukum kami sangat kuat! Jadi, tenang saja! Lagipula, mereka juga sudah dibayar dengan jumlah yang lumayan."

"Sasuga orang kaya!" puji Briona. "Oh, ya, yang mendaftar banyak ya. Sepertinya tidak bisa semuanya selesai hari ini."

"Karena seleksi diadakan selama 2 minggu. Aku sengaja menempatkanmu di hari pertama supaya tidak kelelahan menunggu. Yah, sayangnya aku tidak bisa memberimu urutan awal."

"Itu tidak perlu! Urutan awal malah membuatku sangat gugup! Aku suka urutan 86!!" sahut Briona.

Aldea tersenyum. "Begitulah rangkaian acara seleksinya. Ada yang mau ditanyakan?"

"Hmm... Juri-jurinya! Siapa juri-jurinya? Ada perubahan dari tahun lalu?"

"Oh, soal itu-"

Ucapan Aldea terpotong dengan suara lonceng yang dibunyikan oleh salah satu staf TV.

"Ah, itu Kak Nila! Dia memang suka lonceng. Kamu tahu, di rumahnya ada banyak berbagai macam lonceng berbagai ukuran. Bahkan kalau ulang tahun, semua orang akan memberikannya hadiah lonceng yang sama, tapi dia tetap senang," bisik Aldea.

"Hush! Sepertinya dia mau ngomong sesuatu."

Staf itu mulai mengumumkan sesuatu. "Halo semuanya! Aku Nila, PD acara SUCC Tate TV. Maksudnya acara ini. Sebentar lagi audisinya kita mulai. Di sini sudah disediakan layar yang akan menunjukkan nomor antrian kalian semua. Begitu layar ini menunjukkan nomor kalian, kalian punya waktu satu menit untuk masuk ke ruang audisi. Kalau kalian tidak masuk dalam waktu semenit itu, dianggap gugur.

"Di hadapan para juri, silakan lakukan penampilan kalian sebaik mungkin. Temanya bebas. Baiklah, semoga berhasil!!"

Semua orang bertepuk tangan seiiring staf itu masuk ke ruang audisi. Briona pun malah semakin gugup.

"Ini, minumlah dulu. Jangan lupa lakukan latihan pernapasan yang selalu kau lakukan. Kalau kau masih gugup, bagaimana kalau kuantar ke ruang tunggu VVIP?" tawar Aldea.

"Hmm... Merasakan kemewahan sebelum perang bukan hal yang buruk. Ayo, ke ruang tunggu VVIP itu!" balas Briona.

Aldea tertawa mengejek. Ia menarik tangan Briona dan membawanya ke ruang tunggu VVIP yang dijanjikannya.

☆☆☆

Briona menyandarkan tubuhnya di sofa warna merah maroon yang lembut dan empuk. Hawa AC yang dingin menyapu pipinya dengan lembut. Suasana yang sejuk dan sepi, ditambah ditemani dengan secangkir teh hangat, Briona jadi ingin tidur.

Namun setelah kembali sadar saat ini ia sedang menunggu giliran audisi. Ini baru nomor urut 10, masih ada 75 orang lagi sebelum Briona. Namun, detak jantung Briona sudah sekeras bedug masjid.

"Aaaaaaaaaaaaa..." Briona mencoba mengeluarkan suara untuk mengurangi rasa gugupnya.

"Tenang saja, di sini cuma ada kita berdua. Suara kita tidak akan kedengeran dari luar. Kalau kamu mau teriak biar rasa gugupmu hilang, silakan saja. Ah, tapi beri tahu sebelumnya agar aku bisa memakai penyumbat telinga ini," ucap Aldea menunjukkan penyumbat telinga yang ia bawa.

"Fuuuuhhh..." Briona tidak membalas. Ia hanya melanjutkan latihan pernapasannya. Aldea pun kembali fokus membaca majalahnya sambil minum teh.

Briona menarik napas dalam, lalu menahannya selama 7 detik, lalu menghembuskannya dalam 5 detik. Terus-terusan begitu hingga detak jantungnya tidak sekeras sebelumnya. Perasaannya pun semakin ringan.

Tak terasa tinggal 5 orang lagi sebelum Briona. Briona pun berdiri dan mulai melakukan peregangan badan. Aldea menatapnya dengan aneh.

"Kamu sedang apa?" tanya Aldea.

"Peregangan. Ini bisa membuatku lebih siap," jawab Briona.

"Dan bau keringat."

"Diam, Aldea!"

"Hahahaha! Tenang saja, Briona. Kamu pasti akan baik-baik saja. Percayalah hal itu," Aldea tersenyum.

Briona memanyunkan bibirnya. "Ini cuma biar badanku tidak tegang kok. Soalnya kalau badan tegang, nanti penampilanku bisa terlihat kaku dan tidak natural."

"Oke, oke. Semangat Briona!"

Ping! Bunyi dentang layar nomor antrian berbunyi. Tercantum nomor 85.

"Cepat sekali?! Padahal tadi baru nomor 81!" ucap Briona dengan mata terbelalak.

"Sepertinya ada yang didiskualifikasi karena tidak masuk ke ruang audisi dalam waktu yang ditentukan," balas Aldea.

"Kalau begitu, ayo bersiap di sana!"

"Tenang saja! Ruangan ini punya jalan tembus menuju ruang audisi itu. Kamu bisa masuk jauh lebih cepat dari sini dibanding harus pergi ke sana."

"Ah, begitu. Baiklah. Aku tidak perlu khawatir terlambat."

Ping! Layar kembali berbunyi. Kali ini menunjukkan nomor urut Briona. Melihatnya, tangan Briona tak berhenti bergetar. Rasa gugupnya kembali.

Aldea menggenggam tangan Briona dan menepuknya lembut. Ia tersenyum pada Briona.

"Kamu pasti bisa," ucapnya.

Briona tersenyum mendengar ucapan Aldea. Ia mengangguk. Setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya, ia pun melangkahkan kakinya ke ruang audisi dengan penuh harapan.

●●●

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro