Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Pelaku Terungkap

Beberapa hari kemudian, kondisi Rio sudah mulai membaik. Ana pun kembali bekerja. Rio di rumah rahasia sedang gelisah mondar-mandir apalagi ia tahu soal Mike. Dia takut jika Mike melukainya. "Nggak! Gue nggak bisa sembunyi di sini terus! Gue harus ke sana!"

Rio memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Dia pergi menuju kantor Ana, mengawasi kekasihnya dalam jarak dekat. Ia melihat Ana tampak berbincang dengan rekannya sebelum memasuki gedung kantornya. Ia merasa lega melihat Ana baik-baik saja.

Tak lama kemudian, ia melihat Mike menyusul Ana. Rio pun segera berlari dan mencekal lengan Mike. Mike pun menoleh, "siapa?"

Rio menatap tajam pada Mike lalu mengacungkan jari telunjuknya, "lu, jangan deketin Ana!"

"Memang lu siapa? Apa hak lu nglarang-larang gue?" tanya Mike dengan wajah songong.

"Gue Rio, pacarnya Ana!" jawab Rio singkat.

"Jadi.. lu..?" gumam Mike mulai mengingat soal siapa itu Rio.

"Gue gak bakal nyerah, walau lu anaknya pak Ken!" sambung Rio masih menatap tajam.

"Kenapa sama bokap gue?" tanya Mike bingung.

"Bokap lu itu sadis!" jawab Rio melotot.

"Apa lu bilang!" jawab Mike tak terima dan menarik kerah Rio.

"Gue gak mau lu bunuh Ana! Jadi lu, jauhi dia!" seru Rio sambil menunjuk dada Mike kuat-kuat.

"Bunuh? Yang ada lu yang hampir bunuh Ana!" protes Mike lalu ia memukul Rio.

Buk!

"Sial!"

Buk!

Dalam sekejap Rio dan Mike berkelahi. Orang-orang di sekitarnya pun hanya berdiri melihatnya, bahkan mereka hanya mendekat untuk menontonnya.

Tak lama kemudian, Ana keluar dan menghentikan mereka, "STOP! RIO! MIKE!"

Rio dan Mike menoleh bersamaan ke arah Ana, "Ana.."

"Apa-apaan kalian ini! Cukup! Kalian ikut aku!" perintah Ana dengan wajah merah menahan panas dalam diri. Rio dan Mike pun menurut mengikuti Ana dengan diam walau masih sesekali saling melirik tajam.

***

Di kantin kantor di sudut ruangan..

Tampak Ana, Mike dan Rio duduk di meja kosong dengan canggung. Mereka terdiam beberapa menit.

Mike mulai berdeham memecahkan keheningan. "Aus gak? Pesen minum dulu?"

"Gak perlu!" seru Ana masih kesal, "kalian kenapa berantem gitu tadi?"

"Ah.. itu..," gumam Mike dengan canggung. Rio pun masih diam menunduk.

Ana menghela nafas panjang. Ia menoleh pada Rio, "sayang, kamu.. ngapain ke sini?"

Rio mendongak, "a-aku.. aku nggak bisa diam di rumah, sayang! Aku khawatir sama kamu!"

"Kan sudah kubilang, aku nggak papa..," jawab Ana merubah tatapannya menjadi lebih lembut.

"Maaf..," ucap Rio dengan nada lirih.

"Jadi.. lu beneran Rio?" tanya Mike tiba-tiba sambil memicingkan mata.

Rio hanya menatap Mike tak menjawab. Ana menoleh pada Mike, "iya, dia Rio. Apa yang lu liat sekarang, ini nyata! Dia Rio, Mike!"

Mike menoleh pada Ana dan mulai terpancing emosi, "tapi dia pembunuh! Dia hampir ngebunuh lu!"

"Ini semua gara-gara bokap lu!" sahut Rio ikut emosi.

"Apaan nyebut-nyebut bokap gue? Jangan cari kambing hitam ya!" ucap Mike tidak terima sambil menggebrak meja.

"Nggak usah ngelak lagi deh lu! Lu cuma akting kan!" balas Rio masih menatap tajam Mike.

"Udah-udah! Kenapa berantem lagi sih!" seru Ana berusaha melerai mereka. Mike pun duduk kembali dan mengalihkan pandangannya dari Rio.

"Mike.. apa lu nggak tau soal.. bokap lu?" tanya Ana sedikit ragu.

Mike menoleh, "lu sekarang ikut-ikutan dia? Emang salah apa bokap gue sama lu?"

"Jadi.. lu beneran nggak tau?" tanya Ana memicingkan matanya.

"Nggak tau apaan?"

Ana menoleh pada Rio, Rio balas tatap sambil mengedikkan bahunya. Ana kembali menoleh pada Mike, "bokap lu itu.. dalang sebenarnya dari kasus pembunuhan berantai."

"Dalang? Maksud lu? Gue nggak ngerti!" tanya Mike tidak mengerti maksud Ana.

"Iya, pak Ken itu..," ujar Ana tercekat lalu melirik Rio dan kembali melirik Mike, "yang menyuruh Rio untuk membunuh para korban itu!"

"Apa? Gue nggak salah denger?" tanya Mike belum bisa menerima kenyataan.

Ana menggeleng, "nggak Mike. Ini beneran."

"Nama bokap lu.. Ken Wijaya kan? Lu.. Mike Wijaya kan?" tanya Rio memicingkan matanya.

"Kok lu bisa tau?" tanya Mike bingung.

"Karena gue.. ada di rumah lu!" jawab Rio memiringkan mulutnya, "bokap lu itu ngancem gue, kalo gue gak ngelaksanain perintahnya, lu yang bakal ngelukain Ana!"

"Hah? Gak mungkin! Bokap gue gak mungkin kek gitu!" protes Mike sambil menggelengkan kepalanya.

Ana menepuk lengan Mike, "apa yang diomongin Rio itu bener Mike.."

"Gak mungkin! Gimana ceritanya coba!"

Ana dan Rio pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya Mike setengah percaya, apalagi memang ada keraguan dalam hatinya soal kelakuan ayahnya yang sedikit aneh.

"Jadi gitu, Mike..," ujar Ana setelah menceritakan semuanya.

"Jadi.. bener gitu?" gumam Mike dengan menunduk.

"Lu lagi nggak pura-pura?" tanya Rio memicingkan matanya.

"Udah yang, jangan provokasi lagi dong!" tegur Ana sambil menyikut lengan Rio.

Mike melirik Rio tajam, "gue bahkan belum percaya sepenuhnya sama cerita lu! Cuma.."

"Cuma apa?" dengus Rio mulai kesal.

Mike terdiam dan menunduk lalu menoleh pada Ana, "gue baru tau dari kenalan gue yang nyelidiki soal kematian dia. Ternyata dokumennya dipalsukan!"

Ana dan Rio terkejut, "serius?"

Mike mengangguk, "dan memang bener kalo 2 tahun yang lalu ada proyek pengembangan obat secara rahasia."

Mike menghela nafas panjang, "sepertinya mau nggak mau gue harus percaya cerita lu, walau gue masih gak percaya bokap gue bisa ngelakuin itu."

"Kalo lu memang beneran nggak tahu, gue ikut prihatin. Tapi apa yang gue omongin, itu fakta. Mending lu coba cari tau soal bokap lu," saran Rio berusaha setenang mungkin.

"Iya Mike. Karena ini menyangkut bokap lu.. gue rasa lu harus tau dulu apa yang sebenarnya terjadi," imbuh Ana dengan tatapan iba.

Mike menelan ludahnya dan mengangguk, "kalo semua ini bener, gue.. gue minta maaf. Dan.. gue yang akan laporin ke polisi."

"Lu.. yakin?" tanya Ana dengan ragu.

Mike mengangguk, "gue akan cari tau kebenarannya!"

***

Siang itu di rumah Mike..

Tampak Mike datang dengan penuh amarah pergi menuju ruang kerja ayahnya. Ia membuka pintu dengan kasar, "papi! Jelasin sekarang juga, ada hubungan apa papi sama Rio?"

Ayah Mike yang sedang duduk membaca dokumen pun mendongak, "lho, lho! Kamu ini kenapa? Datang-datang, marah-marah. Kamu nggak kerja?"

"Please, Pi! Mike udah tau semuanya soal Rio! Aku ketemu sama dia! Papi kan yang buat Rio seperti itu?" cerca Mike mulai tidak sabaran.

Ayah Mike tampak terkejut, ia menelan ludahnya dan mengepalkan tangannya. Ia pun menghela nafas panjang dan melepaskan kacamatanya, "jadi.. kamu sudah tau semuanya?"

"Iya pi! Mike mohon, jangan rahasiakan lagi dari Mike! Tolong ceritakan, apa yang sebenarnya terjadi?" pinta Mike yang memasang wajah memohon.

"Baiklah! Papi akan cerita!"

2 tahun yang lalu di ruang direktur rumah sakit..

Masuklah seorang pria berjas putih yang sedikit gemuk pada ruangan itu. Ia menunduk sopan, "ada kasus mati suri, pak!"

Direktur Ken mendongak dengan terkejut, "mati suri?"

Pria itu mengangguk lagi dan direktur beranjak berdiri, "coba jelaskan apa yang terjadi, John?"

"Pasien yang bernama Rio Prasetyo mengidap kanker pankreas stadium akhir, dan 15 menit yang lalu dinyatakan meninggal. Tapi selang 5 menit, dia hidup kembali," ujar pria bernama John itu secara singkat keseluruhan.

"Pankreas?" gumam direktur sambil memegang dagunya tampak berpikir. Tak lama kemudian, mata dan mulutnya pun tersenyum menyeringai.

"John," panggil direktur, "kamu tukar Rio dengan mayat yang tidak ada identitasnya! Lalu bawa Rio ke ruang VIP III!"

"Apa? Kenapa ditukar? Apa maksudnya.. pak? Apa ini nggak berbahaya? Ini termasuk pemalsuan kematian!" protes John tidak setuju.

"Kamu nggak mau menurutiku? Mau aku ungkapkan kasus korupsimu?" ancam direktur itu.

John mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan akhirnya ia mengangguk, "baik! Akan segera kukerjakan!"

John pun melakukan tugasnya sesuai perintah direktur. Tanpa ada yang tahu bahwa mayat Rio telah ditukar dengan mayat orang lain. Rio pun dirawat di ruang VIP.

Malamnya, di ruang VIP III..

Tampak sekelompok dokter datang memasuki ruangan itu. Salah satunya adalah si direktur yang memerintahkan dokter-dokter lainnya. "Mari kita lakukan uji coba padanya. Lakukan kemoterapi dan T021!"

***

"Jadi papi melakukan uji coba sama Rio diam-diam?" tanya Mike dengan heran.

Ayah Mike mengangguk, "ya, tapi papi sudah menyelamatkan dia. Dia bisa hidup berkat papi!"

"Tapi itu ilegal pi! Tanpa persetujuan walinya dan bahkan ngebohongi pasiennya sendiri!" tegur Mike sambil menyilangkan tangannya.

"Karena.. papi rasa dia orang yang tepat! Lagipula, sebenarnya bukan itu tujuan sebenarnya papi. Papi lebih tertarik hal lain yang ada padanya," ujar ayah Mike.

"Apa?"

"Soal dia seorang mantan psikopat! Papi yakin, darahnya masih mengalir. Maka dari itu, papi jadikan dia jadi pembunuh!"

"Papi..," gumam Mike sambil menggelengkan kepalanya tak menyangka ayahnya sekejam itu.

"Tapi dia sudah berani bohongin papi! Dan 2 korban pertama mencurigai papi! Nggak ada jalan lain untuk bunuh mereka tanpa bantuan Rio," sambung ayah Mike.

"Terus kalo yang 2 bukan Rio yang bunuh, kalo yang lain apa bukan Rio juga yang bunuh?" tanya Mike penasaran.

Ayah Mike menggeleng, "Rio lah yang membunuhnya!"

"Tapi dia nggak inget tuh," protes Mike.

"Soal itu.. karena memang papi yang bikin dia nggak ingat!"

"Kok bisa?" tanya Mike tak mengerti.

"Ya. Dengan cuci otak, maka Rio bisa menuruti semua perintahku. Hahaha!" jawab ayah Mike sambil tertawa menggelegar.

Mike melangkahkan kakinya mundur, ia merasa takut pada ayahnya sendiri. "Pa-papi gila ya!"

Ayah Mike menghentikan tawanya, "ya hanya itu yang papi pikirkan saat itu. Tidak taunya, rencana berjalan begitu mulus. Anak itu benar-benar seperti mesin pembunuh!"

Mike masih bergidik dan terdiam mematung. Ayah Mike tampak teringat sesuatu, "ah! Aku juga memerintahkan dia untuk tidak menyentuhmu!"

"Aku?" gumam Mike sambil mengingat-ingat kapan dia pernah bertemu Rio sebelumnya, "ah! Jangan-jangan.. waktu yang aku pulang lembur itu, dia tiba-tiba pergi. Apa itu karena perintahmu?"

"Tentu saja. Karena dia tahu aku melarangnya untuk mendekatimu, makanya dia langsung pergi."

Mike menggeleng-geleng, "papi gila! Gila!"

"Dasar anak durhaka! Cih! Terserah kamu mau bilang apa, tapi kamu juga nggak bisa berbuat apa-apa kan?" tanya ayah Mike sambil menyeringai.

"Aku benci papi!" Mike meninggalkan rumah dengan terburu-buru dan masih dalam emosi meledak-ledak.

Ada seorang pria muncul di belakang ayah Mike, "apa tidak apa-apa dibiarkan begitu, bos?"

Ayah Mike menoleh, "biarkan saja! Dia juga tidak bisa apa-apa!"

***

Di rumah rahasia Rio..

"Sayang.. soal Mike, kamu jangan terlalu benci sama dia ya!" ujar Ana sambil memegang tangan Rio.

Rio menghela nafas pendek, "tapi aku takut kalau dia terlibat!"

"Tapi kamu denger sendiri kan? Dia bahkan nggak tau apa yang sudah diperbuat sama ayahnya. Please, Rio.. dia nggak sejahat yang kamu kira," ujar Ana mencoba membela sahabatnya.

Rio menggigit bibirnya, "kenapa kamu belain dia segitunya?"

Ana pun mulai panik, "Rio.. jangan salah paham dulu. Aku kenal sama dia udah kayak sahabat aku sendiri. Dia udah kayak Novi, aku cuma nganggap dia temen. Dia beneran baik dan dia nggak jahat kok. Apa yang kamu liat itu, natural, dia nggak akting. Aku bisa jamin kok."

"Tapi.."

Ana meletakkan jari telunjuknya di bibir Rio, "daripada itu, ada kamu di sisi aku, bukannya udah jauh lebih aman? Kamu akan selalu lindungi aku kan?"

"Ana..," gumam Rio, "maafkan aku. Aku nggak akan ninggalin kamu lagi!"

Ana pun tersenyum, Rio balas senyum sambil mengusap wajah Ana dengan lembut. Suasana menjadi romantis, mereka pun saling bercumbu, menikmati kerinduan yang telah lama mereka rasakan. "Aku.. benar-benar mencintaimu, Ana."

***

Ana menceritakan semuanya pada Novi dan Juna.

"Seriusan? Rio beneran masih idup? Kok bisa sih!" komentar Novi tidak percaya.

Ana memicingkan matanya, "lu gak suka pacar gue idup, hah!"

"Yaelah.. gitu aja sewot, maap. Cuma syok gue," balas Novi merasa bersalah.

"Ya ampun.. nggak nyangka banget, Na. Gue ikut prihatin," ujar Juna dengan wajah sedih.

"Iya, gapapa Jun. Tapi gue harap, pak Ken segera dijeblosin ke penjara," ujar Ana mulai kesal.

"Bener! Harus itu! Nyesel banget gue pontang-panting kerja sama dia! Tau gitu sih ogah, mending cari job lain!" ujar Juna ikutan kesal.

Novi memegang lengan Juna, "Juna sayang kok kamu ikutan kesel? Sabar dong.."

Juna menoleh pada Novi, "iya maaf sayang. Emosi aku lagi lepas kendali."

Novi pun tersenyum, "kalo lepas kendali buat menyayangi aku, aku rela kok sayang~"

Juna mengusap wajah Novi, "kamu makin pinter deh sayang. Pinter menyayangi aku!"

Novi dan Juna pun bermesra-mesraan tanpa memedulikan Ana yang kesal melihat mereka berdua.

Ana melirik Mike yang berdiri dekat sana, ia pun beranjak pergi menemui Mike.

"Mike, lu disini?" tanya Ana heran melihat Mike di kafe Suka-Suka.

"Iya, memang gue liat lu tadi. Jadi mampir ke sini," jawab Mike lalu menunduk, "maaf soal bokap gue. Gue bakal cari bukti-bukti dan.. bakal laporin bokap gue sendiri."

Ana mengangguk, "iya. Gue percaya, lu pasti bisa!"

"Makasih ya, udah dukung gue walaupun bokap gue dalangnya," jawab Mike merasa malu.

Ana menepuk lengan Mike, "lu tetep temen gue kok Mike!"

Mike mendongak dan tersenyum, "mm.. selamat juga ya, karena lu sekarang udah balik sama Rio."

Ana mengangguk, "maafin gue. Gue nggak bisa nerima lu."

"Iya gue ngerti, udah lu santai aja," jawab Mike ceria seketika, "eh, makan bareng mereka yuk!"

Ana mengangguk lalu berjalan bersama Mike menuju Novi dan Juna. Mereka pun makan bersama.

***

Di sebuah tempat yang gelap, tampak seseorang tak diketahui sedang menggerutu, "sial! Apa gue akan tertangkap juga?"

Bersambung~

Published 26 Maret 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro