Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33 | Elio

Belakangan ini aku sering gelisah. Setiap ada notifikasi yang masuk, aku langsung ngibrit ngambil ponsel, terus kecewa waktu tahu pesan yang masuk bukan dari Luna, tetapi dari Tio, Banu, atau kadang SMS nyasar promosi judi online. Serius, pemerintah kita ini kerjanya apa, sih? Ngeblokir SMS spam aja enggak becus!

Apa harusnya aku nembak Luna langsung, ya? Aku ngacak-ngacak rambut. Udah lebih dari seminggu setelah kami pulang dari Jakarta Aquarium. Luna juga udah mulai baca novelnya, soalnya aku lihat dia beberapa kali nge-post kutipan bukunya di story Instagram. Luna 'kan kutu buku, harusnya dia udah selesai baca, soalnya novelnya tipis banget. Ya ... walaupun aku baca bukunya lama banget sih, tapi Luna 'kan beda. Harusnya juga Luna sadar kalau kutipan yang kuberi stabilo itu kode keras buat dia.

Kenapa sampai sekarang enggak ada respons apa-apa, ya?

Atau jangan-jangan ... dia ketawa pas baca pesan di sticky notes-nya? Katanya, 'Apaan, sih? Cringe banget Kak Elio.' Terus sticky notes-nya dia bakar. Novelnya dia buang. Terus dia enggak mau ketemu aku lagi gara-gara katanya aku cringe. Aku jadi ngakak sendiri. Alah, enggak mungkin sampai segitunya! Imajinasiku terlalu liar.

Tapi serius, aku pengin tahu setengah mati apa jawaban dia. Besoknya, aku nge-chat Luna duluan gara-gara sekepo itu.

Elio Sandyakala
Hai, Lun
Gimana novelnya?
Udah selesai dibaca?

Bulan🌙
Kak maaf baru ngabarin
Pesanan kue lagi banyak
Novelnya bagus sejauh ini
Makasih ya, Kak, udah rekomendasiin ke aku


Aku mengembuskan napas lega. Kayaknya dia belum selesai baca. Aku lanjut menelusuri jembatan forest walk dengan hati yang lebih ringan. Anyway, sekarang hari Sabtu. Aku, Ibu, Bapak, dan keluarga Teh Nadya lagi jalan sore santai di Babakan Siliwangi, hutan kota di Bandung. Mataku segar banget. Kanan kiri hijau semua. Pepohonan berbagai jenis, akar-akar merambat, sinar matahari sore yang hangat, tupai-tupai yang melompat dari pohon satu ke yang lainnya, juga suara tonggeret yang nyaring tapi merdu. Sesekali, keluargaku emang butuh healing di alam yang murah meriah kayak gini.

A Rafi libur, jadi bisa ngajak Teh Nadya dan si Kembar jalan-jalan juga. Ibu dan Bapak juga udah lama banget enggak jalan-jalan di alam. Kelihatan jelas kalau mereka semua senang, apalagi Keanu dan Keenan. Kadang mereka balapan lari di jembatan forest walk, nyentuh akar merambat, nunjuk-nunjuk tupai dan danau yang ada di samping jembatan, terus ngoceh enggak berhenti-berhenti, kayak 'Bunda, itu suara apa?', 'Tonggeret itu apa?', 'Keanu, itu ada tupai!', 'Tupainya mirip Om Elio!', dan sebagainya.

Teh Nadya dan A Rafi jalan di depanku, berusaha mengimbangi langkah cepat kedua anak kembarnya. Aku yang berada di barisan belakang tiba-tiba mendengar Bapak mengaduh. Kubalikkan badan ke belakang, melihat Ibu merangkul Bapak yang terengah-engah sambil menyentuh dada.

"Bapak kenapa?" tanyaku agak khawatir.

"Dada Bapak sesak. Ah, kayaknya kelamaan enggak jalan di luar. Padahal jembatan forest walk-nya enggak jauh-jauh banget," jawab Bapak sambil kesulitan mengatur napas.

Bapak enggak salah. Panjang lintasan forest walk Babakan Siliwangi cuma sekitar dua setengah kilometer. Masalahnya, lintasan ini berbentuk jembatan beralaskan kayu yang melayang di atas permukaan tanah setinggi dua sampai tiga meter. Kanan kirinya tertutup handrail berbahan besi. Jembatannya satu arah, enggak ada jalan memotong supaya cepat sampai. Jadi, sekalinya memasuki area forest walk, kamu harus berkomitmen untuk jalan melewatinya sampai akhir. Bisa istirahat di tengah-tengah sih, tapi rest area-nya enggak banyak.

"Bapak kuat jalan, enggak?" tanya Ibu.

Bapak pun menggeleng. "Istirahat dulu ya, Bu. Enggak kuat."

Keanu dan Keenan berlari kembali menuju kami bertiga. Sang kakak berseru heboh, "Ayo cepet kita jalan lagi! Keanu mau makan lumpia basah!"

"Makanan terus yang kamu pikirin, Gendut!" ejekku.

"Biarin! Daripada Om Elio kurang gizi!" Keanu menjulurkan lidah. Aku melotot, bergerak untuk menangkapnya, tetapi bocah itu sudah berbalik badan dan berlari menjauh sambil berteriak. Sembarangan! Massa otot dan lemakku ideal, ya. Mana ada kurang gizi.

"Kakek kenapa, Om?" Berbeda dengan kakaknya, Keenan justru concern sama keadaan Bapak.

"Kakek kecapekan jalan," balasku.

Teh Nadya dan A Rafi pun berjalan kembali menghampiri kami. Wanita dengan hijab warna cream itu bertanya, "Bapak kecapekan ya? Gimana ini? Keanu udah pengin cepet-cepet pulang. Tadi pas masuk dia liat gerobak lumpia basah di luar. Terus, aku janji mau beliin dia sepulang jalan-jalan dari forest walk."

"Kita duluan aja mungkin ya? Beli lumpia basah dulu. Terus, ketemuan di parkiran Babakan Siliwangi?" A Rafi memberi saran.

Aku mengangguk setuju. "Boleh. Kalian duluan aja sama si Kembar. Nanti kami nyusul."

Pasutri itu pun mengangguk. Mereka jalan duluan bareng si Kembar sampai akhirnya menghilang di balik pepohonan. Aku dan Ibu membawa Bapak ke rest area. Bapak pun duduk bersila di lantai kayu sambil mengatur napas.

"Enggak apa-apa, Pak. Santai aja jangan buru-buru. Tarik napas," kata Ibu sambil mengelus-elus punggung Bapak. Pria itu pun menurut. Ia mengatur napasnya, dipandu oleh istrinya.

"Kita jarang olahraga lagi, sih. Udah berapa minggu ya kita skip sepedaan pagi?" tanyaku.

"Wah, kayaknya udah lebih dari dua bulan, El," ujar Ibu.

"Ya udah, besok sepedaan lagi sama Elio ya, Pak. Biar jantungnya kuat! Ngerokoknya juga dikurang lagi!" perintahku.

Mendengar kata 'rokok', Bapak langsung mendongak padaku yang sedang berdiri di sampingnya. Alisnya bertaut. "Bapak udah ngurangin dari satu bungkus jadi setengah bungkus sehari, loh! Masa harus dikurangi lagi?"

Keningku ikut berkerut. "Ya harus, dong! Yang bagus itu kalau Bapak sepenuhnya berhenti ngerokok!"

"Udah, udah ...," lerai Ibu. Wanita itu kemudian menoleh pada suaminya yang masih kesulitan mengatur napas. "Berat banget napasnya, Pak? Atau mau ke rumah sakit? Mumpung deket dari sini."

"Eh, iya. Bapak ke IGD aja. Takutnya kenapa-napa." Aku menimpali.

Bapak tertawa getir sambil mengibas-ngibaskan tangan. "Jangan lebay, ah. Cuma kecapekan jalan kok. Nanti dokter yang jaga di IGD juga ketawa-ketawa denger keluhannya."

Aku dan Ibu lihat-lihatan dengan raut wajah khawatir. Walaupun begitu, masuk akal juga. Nanti mau bilang apa ke dokter? Bapak 'kan emang lagi kecapekan aja gara-gara enggak biasa jalan jauh.

Setelah beristirahat kurang lebih setengah jam, kami melanjutkan perjalanan. Syukurlah sesak di dada Bapak sudah hilang dan beliau sanggup menyelesaikan rute forest walk sampai selesai. Kami makan malam dulu di restoran keluarga, lalu pulang ke rumah.

Jam delapan malam, keluarga Teh Nadya udah pulang dari rumah kami. Beres mandi, aku balik ke kamar dan duduk di meja kerja. Kucek ponsel, notifikasinya kosong. Enggak ada balasan dari Luna. Ternyata digantungin cewek itu rasanya nyebelin banget, ya?

Aku pun mendesah pasrah. Kubuka laptop dan kucek e-mail yang masuk. Selain itu, aku juga mengecek DM di semua media sosialku. Sebenarnya, ngecek pesan yang masuk udah jadi kebiasaan sehari-hari. Siapa tahu aja ada yang mau mengajakku bekerjasama atau menyewa jasa fotografiku, 'kan? Ini bukan ge-er, tapi manifesting.

Ketika membuka inbox e-mail, jemariku yang memegang mouse berhenti. Senyumku hilang. Dadaku mendadak berdebar cepat membaca subject e-mail terbaru yang masuk. Aku membuka pesan itu dan membaca body-nya. Refleks aku berdiri sambil melotot. Kursi yang kududuki terjungkal, menghasilkan suara berdebum yang keras waktu beradu sama lantai.

"Eliooo? Apa ituuu?" teriak Ibu dari lantai bawah.

"Enggak, Bu!" Aku balas berteriak.

Kufokuskan lagi diriku ke laptop. Aku sampai baca tiga kali buat mastiin si pengirim enggak salah ngirim e-mail. Ternyata, pesan ini emang buatku. Aku emang ngarep dapat kabar baik dalam waktu dekat. Ekspektasinya sih, Luna nerima perasaanku. Namun, e-mail ini pun ternyata salah satu kabar baik untukku. Perlahan, senyumku pun kembali. Tubuhku yang semula capek habis dipakai jalan di hutan kota, sekarang kerasa ringan. Senang banget rasanya!

Dari tadi, enggak berhenti aku mengucapkan syukur pada Tuhan. Semoga ini bisa jadi kesempatan baik buat ngebantu Luna.

Dukung Serene Night dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

2 November 2024

*****

Kira-kira Elio ngerencanain apa ya buat bantuin Luna?🤔

Aduh ... aku enggak siap ... nulis bab selanjutnya. Greget banget soalnya AAARRGGGHHH🙈

Sabar ya, di bab selanjutnya kita ketemu Elio bareng Luna lagi. See you in the next chapter~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro