s e r e n a d e 0 3 | a w a n
s e r e n a d e 0 3 | a w a n
Kamu harus lihat awan siang ini. Aku suka. Dia putih dengan beberapa bagiannya terlihat diselingi langit berwarna biru muda. Untuk bagian lain bahkan bertukar. Berwarna biru muda mendominasi, dengan awan putih di beberapa tempat.
Saat sedang iseng, mereka terlihat membentuk suatu bentuk lucu. Kepala sapi atau kaki anjing. Pernah juga kutemukan bentuk panjang menyerupai ular putih. Meliuk-liuk seperti sedang berjalan sedikit demi sedikit.
Lambat laun awan lucu itu berubah. Tidak konsisten hanya menjadi satu bentuk dalam setiap waktu. Kadang menyerupai sesuatu untuk waktu yang lama, kadang tidak bertahan dalam hitungan menit. Mereka berjalan perlahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain.
Layaknya suatu hubungan. Termasuk hubungan kami. Aku, bersama orang itu.
Satu minggu yang lalu dia kembali mulai mengeluh. Dia bilang dia tak mau menjadi bintang laut di arus sana. Tanpa kaki. Hanya berjalan mengikuti kemana arus pergi. Atau seperti satu butir pasir di padang pasir. Tanpa arah. Mudah terbawa pergi sesuai hembusan arah angin.
Aku bingung. Berhari-hari terus berkutat di satu bahan yang sama. Berjam-jam terus memikirkan satu rangkaian kata yang sama. Menarik, tentang bagaimana waktu bisa dengan pandai merubah hati.
.
.
Aku bangun dari rumput. Tiduran di sana dan melihat pergerakan awan tidak membuat pertanyaanku selama ini terjawab dengan baik. Kenyataannya, hati yang dia miliki tak lagi sama. Dia telah berubah bentuk seperti awan putih itu.
Aku berjalan menuju gedung dimana dia berada. Menepati janji pertemuan hari ini. Tapi otakku kurasa masih saja menari. Memikirkan perubahan yang membuat semua alasan di awal hubungan itu pergi.
Tiga hari yang lalu dia bercerita. Tentang alasan jatuh hati yang dulu dia miliki tapi kini tak lagi ditemukan meski dia lelah mencari. Seolah dia telah kehilangan kaki bintang laut. Membuatnya berjalan hanya mengikuti perjalanan arus.
Dua hari yang lalu dia menyampaikan pesan. Dia bilang, orang menuangkan air tidak berarti akan minum. Orang membuka buku tidak berarti akan membaca. Orang membawa tas tidak berarti akan berangkat pergi.
Lalu, sepasang pria dan wanita menjalani hubungan tidak berarti akan ke jenjang yang lebih tinggi.
Aku menghela nafas. Di hadapanku sudah terletak pintu ruangan yang dia maksud. Ruang studio yang biasa dia gunakan untuk membuat maket tugas kuliahnya. Ruang pertama saat dia menyatakan alasannya jatuh hati.
Gusar. Ingin buka pintu saja harus menunggu ratusan detik. Komat-kamit sana-sini dengan jantung menari-nari. Memikirkan banyak hal. Memikirkan beribu ketakutan. Memikirkan suatu bentuk perubahan.
Setelah aku kembali keluar dari pintu ini, aku yakin, aku akan mengalami perubahan seperti awan putih tadi. Menjadi bentuk lain dengan keadaan yang lain. Mungkin remuk, juga berantakan.
Aku, membuka pintu....
.
.
“Surprise!”
“Happy birthday to you..., happy birthday to you..., happy birthday dear Nayla..., happy birthday..., to..., you....”
Aku ingin menangis. Disana dia berdiri diantara gelap dengan lampu bulat-bulat kecil menyebar di sekitarnya. Tangannya mungkin lelah memegangi kue berukuran besar yang aku yakini tidak akan habis dimakan dua orang.
Aku menghampirinya. “Bukannya kamu tidak mau menjadi bintang laut? Sudah menemukan kaki?” Tanyaku.
“Aku kehilangan alasanku di awal, tapi terus saja menemukan alasan baru. Kita harus berjalan dengan tujuan, bukan tanpa arus. Seperti ke jenjang pernikahan, mungkin.” Jawabnya ringan.
Aku tersenyum. “Bukannya orang menuangkan air tidak berarti akan minum?” Tanyaku lagi.
“Orang menuangkan air bisa jadi akan minum. Orang membuka buku bisa jadi akan membaca. Orang membawa tas bisa jadi akan berangkat pergi. Lalu, sepasang pria dan wanita menjalani hubungan bisa jadi akan ke jenjang yang lebih tinggi.”
Aku, mengangkat kue yang dia pegang kemudian meniupnya setelah memanjatkan doa.
Tuhan, aku ingin seperti awan. Berubah. Perubahan ke arah yang lebih baik. Amiiin.
End.
[Februari 2015]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro