Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 13a

"Keluarga Hugo membuat gebrakan. Mereka meluncurkan produk baru yang nyaris sama dengan produk kita. Dalam variabel harga dan tingkat kualitas yang berbeda."

"Kapan mereka luncurkan."

"Minggu lalu."

"Anastasia, gesit juga."

"Tidak terlalu mencolok, tersembunyi dari yang lain dan tiba-tiba menyodok."

Derick minum kopi bersama papanya di teras samping. Malam belum terlalu larut, masih agak dini untuk pergi tidur. Harold tahu, setelah mereka mengobrol sebentar anaknya akan ke klub. Sekarang waktu yang tepat untuk bertukar pikiran. Dibandingkan dua anaknya yang lain, Derick memang paling andal dalam berbisnis. Sifat yang didapat secara turun temurun di keluarga Harington.

Harold mengisap cerutu dan aroma tembakau bergulung di udara malam yang pekat. "Apa rencanamu selanjutnya. Apakah produk keluarga Hugo akan mampu menyaingi produk kita?"

Derick mengangguk, menyesap kopinya. "Tentu saja, kita akan berbagi pasar yang sama, Papa. Produk timah mereka, hanya setingkat di bawah kita kualitasnya. Tapi, mereka menjual dengan harga yang sangat murah. Kalau Papa di posisi konsumen, mana yang dipilih?"

"Tentu saja, kualitas tinggi dengan harga standar."

"Nah, mereka juga punya pilihan itu."

"Apaa?"

Derick mengangguk sambil tersenyum. "Anastasia, secara terang-terangan sedang bersaing dengan kita."

Harold menghela napas. "Aku tidak tahu, apa itu yang disebut berani atau bodoh."

"Ckckck. Anastasia jelas tidak bodoh seperti adiknya. Gadis itu tahu apa yang diinginkan pasar. Perencanaannya kerjanya juga bagus. Kita selama ini tidak pernah bergaul dengannya, karena itu tidak bisa mempelajari secara langsung pola pikirnya. Milan, biarpun pekerja keras tapi tidak secerdas kakaknya."

Harold menatap Derick tak berkedip. Nada suara sang anak membuat hatinya tergelitik."Sepertinya, kamu sangat mengaguminya."

"Memang, sayangnya dia tidak mudah ditemui dan didekati. Saat pesta kemarin, hanya Alfredo dan Dallas yang bisa mengajaknya bicara." Derick mengakui terus terang.

"Dallas? Anak itu kenal Anastasia?" Harold bertanya dengan kekagetan yang terlihat nyata. "Bagaimana Dallas bisa mengenalnya? Apa mereka pernah bertemu sebelumnya?"

Derick menggeleng. "Aku rasa tidak. Mereka bertemu malam itu di pesta Pak Menteri. Entah bagaimana, Dallas berhasil membuat Anastasia dansa bersama, dan, yah, Dallas sepertinya menyukainya. Aku menganggap sebagai sesuatu yang bagus. Dallas tidak pernah menjalin hubungan dengan perempuan manapun, akan bagus kalau bersama Anastasia."

Harold menatap anaknya tajam, lalu menepuk bahunya lembut. "Bagaimana denganmu, apa tidak tertarik dengan perempuan?"

"Oh, hanya hubungan romantis biasa, Papa."

"Kalau memang kamu menyukai Anastasia, kenapa bukan kamu yang mendekatinya?"

"Tapii—"

"Dengarkan papa, Dallas memang anak yang baik tapi tidak kompeten dalam bekerja. Berbeda dengan kamu yang memang pebisnis ulung. Bayangkan, kalau kamu bisa bersama Anastasia, maka bisnis kita akan menggurita. Bukankah itu bagus?"

"Memang, hanya saja aku tidak yakin."

"Apa yang membuatmu tidak yakin? Takut ditolak? Dallas saja bisa mendekatinya, harusnya kamu tidak masalah."

Derick menggeleng, tidak terlalu percaya dengan Analisa dan pendapat sang papa. Bukannya ia tidak percaya diri untuk mendekati Anastasia, tapi ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Baginya, anak sulung Hugo terlalu misterius. Ia tidak pernah mengenal Anastasia, informasi yang didapat tentang perempuan itu juga sedikit sekali. Yang bisa ia kumpulkan hanya hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan, dan pekerjaan. Selebihnya tidak ada. Lalu, bagaimana ia mendekati perempuan yang sama sekali tidak dikenalnya.

"Pa, mana mungkin aku mendekatinya," ucap Derick ragu-ragu. "Tahu bukan? Tentang Milan yang tewas di klub kita. Aku rasa, Anastasia akan berpikir seribu kali sebelum berdekatan dengan kita."

Harold terdiam lalu mengangguk. Sepakat dengan Analisa anaknya. "Padahal, bukan salah kita kalau anak itu mati. Siapa suruh OD."

"Tetap saja, mereka menganggap kita harus bertanggung jawab. Bahkan Hugo sempat membuat tuntutan untuk klub kita. Beruntung polisi bisa menangani."

"Rumit kalau begitu. Padahal, aku ingin kamu mendapatkan perempuan seperti Anastasia yang akan mendukung kerja kamu, Derick. Perempuan yang mengerti bagaimana menjadi tangan kanan dari laki-laki."

"Iya, Papa."

Percakapan mereka tanpa sengaja didengar oleh Paris yang sedang membersihkan ruang keluarga. Ia terdiam cukup lama dengan tangan memegang alat pembersih. Menyembunyikan dengakusan muak untuk keluarga Harington. Ia tidak habis pikir, bagaiaman pola pikir Harold. Bisa-bisanya meminta Derick mendekatinya.

"Mimpi saja kalian, setan!" Ia bergumam kesal.

"Apa katamu?"

Paris mendongak kaget saat mendapati Gelda menatapnya. Rupanya, tanpa sadar ia berucap cukup keras. "Nyonya, ada noda membandel. Saya sedang berusaha membersihkan." Ia berucap sambil tersenyum.

Gelda melengos, mengenyakkan diri di sofa sambil mengernyit. Jalannya agak pincang. Paris memperhatikan dalam diam, bagaimana perempuan itu sepertinya terlihat kesakitan. Memberanikan diri, ia bertanya lembut.

"Nyonya, kakinya keseleo?"

Gelda menatapnya. "Bagaimana kamu tahu?"

"Nyonya duduk dengan tidak nyaman."

Gelda menghela napas panjang. "Baru saja, tanpa sengaja jatuh di kamar mandi. Bisa membiru besok ini. Mungkin nanti minta Parvati memijat."

"Jangan dipijat dulu, Nyonya. Nanti malah parah. Kalau mau, biar saya olesi obat."

Gelda mengernyit makin dalam. "Obat apa? Biasanya orang kampung macam kalian, punya obat yang aneh-aneh."

Paris mengabaikan perkataan menghina perempuan itu. "Saya dapat dari majikan lama. Katanya ampuh, dan meskipun merek lokal tapi premium. Cukup oles dan tepuk-tepuk ringan."

"Majikan lama kamu yang kasih?"

"Benar, Nyonya. Barangkali mau coba?"

Gelda ragu-ragu sesaat lalu mengangguk. "Ya sudah, bawa kemari. Aku mau lihat."

Paris mengangguk, meletakkan alat kebersihannya di atas karpet dan berlari ke kamarnya. Ia mengambil minyak hangat yang merupakan resep keluarganya saat sedang terkena pegal atau sakit otot. Membawanya pada Gelda, ia duduk di depan perempuan itu.

"Tahan Nyonya. Saya janji ini tidak akan sakit."

"Panas?"

"Nggak, hanya hangat dan tidak gatal di kulit."

Gelda mengulurkan kaki, Paris mengolesi minyak dan menepuknya perlahan. Sama sekali tidak ada protes dari perempuan itu.

"Sudah, Nyonya. Coba ditekuk-tekuk."

Gelda menggerakkan pergelangan kakinya dan terbelalak. "Wow, nggak sakit lagi. Minyak apa itu? Di mana belinya?"

Paris menunjukkan botol yang dipegang dan Gelda mencatatnya. Perempuan itu bergumam akan membelinya saat keluar nanti. Parvati datang dan Gelda mengatakan dengan wajah berbinar kalau Paris mengobatinya.

"Gadis ini punya kepekaan yang bagus, Parvati. Bisakah kamu pindah kerjanya dia di kamarku?" ucap Gelda.

Parvati terbelalak. "Nyonya yakin? Dia belum lama di sini."

Gelda melambaikan tangan. "Nggak masalah. Ada kamu yang mengajari. Aku yakin, kamu bisa mendidiknya menjadi pelayan yang hebat."

Parvati mengangguk. "Baik, Nyonya." Lalu menatap Paris yang duduk di karpet. "Kok masih diam saja. Bilang makasih sama Nyonya Gelda."

Paris mengangguk, tersenyum lebar dan menyimpan teriakan dalam hati. "Terima kasih, Nyonya."

Gelda melambaikan tangan. "Nggak masalah. Asalkan kamu kerja benar, aku yakin kamu akan berhasil jadi pelayan yang baik."

Dari lantai dua muncul Dallas yang menuruni tangga dengan cepat. Laki-laki itu menatap sang mama lalu pada Paris yang duduk di lantai.

"Paris, apa kamu melihat topi hitam yang biasa aku pakai?"

Paris bangkit dari karpet. "Iya, Tuan. Di lemari sebelah kiri.,"

"Kenapa aku cari nggak ada."

"Oh, mungkin ketutup sama dasi. Mau saya bantu ambil?"

"Iya, tolong. Aku mau pakai."

Saat Paris beranjak, Gelda melarang. "Stop! Paris, mulai sekarang kamu pelayan pribadiku. Tidak ada yang boleh memerintahmu selain aku."

Yang tercengang tidak hanya Paris, melainkan Dallas juga. Ia menatap sang mama dengan kebingungan. "Tunggu, bukannya Mama yang minta dia kerja di lantai dua."

Gelda mengangguk. "Benar. Tapi, aku sekarang menginginkannya. Lantai dua akan mendapatkan gantinya."

"Tidak mau!" tolak Dallas keras kepala. "Paris sudah mengerti seluk beluk kamarku dengan bagus. Bisa mencari barang yang ilang tanpa diminta dengan cepat. Lalu, diganti orang baru. Pasti merepotkan."

Gelda menatap anak tengahnya sambil berdecak. "Kamu ini suka sekali membantah dan berebut segala sesuatunya denganku. Untuk kamu tahu, aku tidak akan mengubah keputusan tentang ini!"

Gelda dan Dallas saling melotot dengan tubuh kaku. Paris menahan napas di tempatnya berdiri. Ia menatap Gelda dan Dallas bergantian. Mereka memperebutkannya, tapi kenapa seolah ia merasa kalau perdebatan ini hanya alasan belaka. Sebenarnya, ibu dan anak ini memang tidak saling menyukai dan berharap bisa saling mengalahkan. Sungguh, sebuah hubungan yang aneh. Hanya perkara satu pelayan bisa memancing perdebatan besar.

**

Hari ini Karyakarsa sudah posting extra part, dengan begitu kisah ini sudah benar-benar selesai di sana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro