Bab 10b
Keluar dari butik, ia hampir terkena serangan jantung saat melihat Gelda. Perempuan itu sedang bersama teman-temannya. Paris tidak habis pikir, bagaimana bisa secara kebetulan bisa bertemu dengannya di sini. Ia memutar otak, agar bisa selamat keluar dari butik.
Melihat rak topi, ia mengambil salah satu yang berbentuk lebar dan memakainya. Membawa tumpukan pakaian ke kasir dan sialnya, Gelda datang untuk melihat koleksi scraf yang berada di samping meja kasir.
"Apa kamu tahu tentang kejadian tadi malam? Nyonya Miranda mengatakan padaku, kalau anak perempuan keluarga Hugo datang."
Gelda menatap temannya. "Ah, Nyonya Menteri? Kamu akrab dengannya?"
Terdengar kikik bangga dari mulut teman Gelda. "Hanya sekadar kenal. Tidak akrab. Kebetulan suamiku ke rumah Pak Menteri tadi pagi dan aku ikut ke sana. Jadilah kami mengobrol soal pesta tadi malam."
Gelda mendengkus kecil. Wajahnya muram, terlihat seperti penuh rasa iri sekaligus sesal. Ia sudah mengajak suaminya ke pesta tadi malam, tapi Harold menolak dengan alasan lelah. Kesempatannya untuk bertemu keluarga menteri sekaligus berkenalan dengan anak Hugo, lenyap.
"Sebenarnya, kami sudah pernah berkenalan dengan keluarga menteri. Beberapa bulan lalu di acara amal. Jadi, yah, tidak apa-apa, kalau nggak ketemu lagi tadi malam," gumam Gelda.
Sang teman mengangguk. "Memang, keluarga Harington adalah yang terbaik. Sayangnya, meskipun Nyonya Miranda memuji Anastasia, tapi banyak laki-laki kecewa dengan Anastasia."
Gelda mengangkat wajah. "Kenapa? Anastasia buruk rupa?"
"Bukaan, justru sangat cantik sekali. Banyak laki-laki kecewa karena dia menolak semua orang yang ingin mengajak dansa, kecuali dua orang, Alfredo dan tebak, siapa satu lagi?"
Gelda menggeleng penuh antisipasi. "Siapa? Anak keluarga mana?"
"Dallas Harington."
"Apaaa? Dallas?"
"Yes, mereka berdansa mesra. Hebat bukan, anakmu itu."
Paris tidak lagi berlama-lama. Selama membayar di kasir, ia sudah cukup mendengar banyak hal. Rupanya, sebuah dansa pun menjadi ajang gosip di kota ini. Menenteng tas di tangan dan topi lebar menutupi wajah, ia menyelinap keluar dari toko. Meninggalkan Gelda bersama teman-temannya.
Lingkup pergaulan para jutawan di kota ini memang kecil. Mereka saling kenal satu sama lain. Paris menyandarkan kepala pada kursi, memikirkan langkah selanjutnya. Bagaimana ia mencari tahu tentang klub, sementara terjebak di rumah Harington. Sayangnya, ia tidak bisa pergi dari rumah itu begitu saja sebelum mengumpulkan lebih banyak bukti. Dari kertas merah muda, dengan symbol sisik emas, ia tahu kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan anak-anak keluarga Harington. Untuk sementara, ia menahan diri dengan tetap bekerja di rumah itu. Semoga ke depannya, langkahnya jauh lebih mudah.
Pukul delapan malam, Beck membawa Paris dan Elina ke klub milik keluarga Harington. Masih lama seperti waktu pertama datang, Paris memakai guan mini ungu, wig ungu, serta sepatu dan tas ungu. Riasan wajahnya malam ini pun serba ungu dari eye liner, hingga lipstick. Ia setengah berharap Dallas tidak datang malam ini dan mengenalinya. Setengahnya lagi, tentu saja ingin bertemu laki-laki itu.
"Gila, baru pertama kali aku merasa sangat sexy. Padahal, aku sering membantu mengubah penampilan orang lain, tapi rasanya beda." Elina menatap penampilannya dalam balutan pakaian serba hitam, begitu pula Beck. Agar tidak ada yang mengenali, Elina juga merias wajah Beck menjadi serba hitam, sama sepertinya.
"Ingat, malam ini kalian adalah sepasang kekasih," ujar Paris. "Selama kalian berkeliaran di klub, harus tetap berdua."
"Saya tidak akan membiarkan Nona sendiri," bantah Beck.
Paris melambaikan tangan. "Jangan begitu, kita harus bergerak cepat demi mendapatkan informasi. Ingat tentang klub, kertas merah muda, dan juga, sisik ikan. Kalau kamu terus menerus di sampingku, penyelidikan akan berjalan lambat."
Beck menatap sang nona dari kaca spion. Yang dikatakan Paris memang benar. Mereka harus membagi tugas agar untuk mendapatkan hasil penyelidikan yang maksimal.
"Nona, bawa pisau lipat?"
"Ada."
"Pionsel."
"Ada juga."
"Baiklah, saya tenang."
Mereka memarkir kendaraan, dengan kartu anggota yang entah didapatkan Beck dari mana, berhasil menembus antrian dan masuk ke dalam klub dengan mudah. Hingar bingar musik menyambut mereka. Paris memberi tanda pada Beck dan Elina, mereka berdua seketika saling peluk. Meski terlihat sedikit canggung, tapi Beck dengan cepat berhasil masuk ke perannya.
"Baby, honey, mau minum," bisik Beck sambil berbisik di telinga Elina.
Elina terkikik malu-malu, mengusapkan tangannya pada pinggang Benck. "Sure. Ayo, kita cari minum."
"Hei, kalian mau ke mana?" sentak Paris.
Elina mengusap dagu Paris. "Dear, kita kemari mau bersenang-senang. Bukan ingin menemanimu."
Paris mendengkus. "Kalian enak pacaran. Aku sama siapa?"
"Sama aku!"
Mereka menoleh, menatap Dallas yang baru saja datang. Laki-laki itu memakai kemeja biru laut berlengan panjang yang digulung hingga ke siku. Menatap Paris lekat-lekat dengam bola matanya nyang kehijauan.
"Purple, kita bertemu lagi."
Paris hampir kehilangan suara untuk menjawab. Ia sudah sering bertemu Dallas. Bahkan tadi malam mereka bahkan berdansa bersama, tapi setiap kali berada dalam penyamaran yang berbeda, suasananya tidak pernah sama.
Paris menghela napas lalu memberanikan diri mengusap dagu Dallas. Ia adalah gadis purple malam ini, bukan Paris apalagi Anastasia.
"Hallo, Tampan."
Dallas menangkap tangannya, dengan sengaja memasukkan ke dalam mulut dan mengisap ujung jarinya. Paris hampir saja menjatuhkan tas yang dipegang, karena tindakan Dallas yang provokatif.
"Senang melihatmu," ucap Dallas dengan suara serak.
Paris tersenyum, dan membiarkan tangan laki-laki itu merangkul pinggangnya.
"Bukankah kalian ingin bersenang-senang?" tanya Dallas pada Beck dan Elina yang terdiam.
Beck tergagap lalu mengangkat bahu. "Well, bagus kalau kamu sudah dapat pasangan. Aku akan membawa kekasihku bersenang-senang." Dengan sengaja, Beck mengecup pipi Elina dan mendengar gadis itu terkikik.
"Aih, kamu manis sekali. Ayo, kita bersenang-senang."
Setelah sosok Beck dan Elina menghilang di keramaian, Dallas menarik Paris ke lantai dua. Mereka masuk ke sebuah ruangan VVIP. Menutup pintu dan sebelum Paris sempat membuka mulut, Dallas membungkamnya dengan ciuman yang panas dan dalam.
"Apa-apaan ini."
Paris terengah, berusaha mengelak dari cumbuan Dallas tapi tangan laki-laki itu mencengkeram kedua tangannya dan meletakkan di atas kepalanya. Tubuhnya terpaku ke dinding dengan Dallas menghimpitnya posesif.
"Sudah lama aku ingin bertemu denganmu Purple. Kamu membuatku gila!"
Paris menjerit, saat Dallas mengisap leher, lalu turun ke dada. Ia terbeliak, tidak berdaya dengan kedua tangan terpaku di atas kepala. Jermari Dallas meraba pinggulnya dan menggesekkan ke pinggul laki-laki itu.
"Malam ini, aku akan membuatmu sangat bahagia. Aku akan membuatmu melayang ke surga, Purple!"
**
Di Karyakarsa sudah bab 30
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro