Bab 10a
Dallas mendengarkan pembicaraan orang-orang di ruangan VVIP dalam diam. Setelah pulang dari pesta di tempat para menteri, mereka menghabiskan di klub. Derick membawa serta sang foto model bersamannya dan perempuan itu kini asyik bertukar air liur dengan Darell. Sepertinya, Derick tidak keberatan kalau perempuan yang diajaknya berkencan, justru sibuk bermesraan dengan adiknya.
Darell sendiri tidak terlihat hadir di pesta. Entah apa yang dilakukan adiknya itu sepanjang malam. Sosoknya terlihat setelah pesta usai. Darell melihat sang foto model, berkenalan lalu dilanjutkan dengan mengobrol mesra dan kini keduanya bercumbu di ujung sofa.
Berdiskusi bersama mereka, bukan hanya Dallas dan saudara-saudaranya. Ada beberapa laki-laki yang juga hadir di pesta yang sama. Topik pembicaraan malam ini tentang Anastasia.
"Perempuan sombong. Baru kenal dengan menteri sudah bertingkah." Seorang laki-laki tinggi kurus yang sudah melepas jasnya, bicara dengan nada masam. "Aku hanya ingin mengobrol dengannya dan perempuan itu menolakku mentah-mentah. Sialan!"
Dia laki-laki di sampingnya tertawa. "Kamu terlalu memaksa."
"Tidak. Aku menyapa sopan dan dia hanya menatapku sekilas."
"Tapi, Anastasia memang sangat cantik dan juga sexy. Aku heran, perempuan secantik itu selama ini sembunyi dari dunia kita."
Derick berdehem, menatap masam pada adiknya yang berusaha melucuti pakaian si model. Kalau keterlaluan, ia akan menyuruh mereka memesan hotel.
"Sebenarnya, bukan Anastasia yang ingin bersembunyi. Tapi, keluarga Hugo memang sangat protektif, terutama Milan. Dia enggan menjawab setiap kali kita tanya soal kakaknya."
Para laki-laki mengangguk serius. "Ada gosip, katanya Anstasia tidak akur dengan ibu tirinya."
"Makanya, dia harusnya menjadi kekasihku. Biar aku yang bela dia dari dunia."
"Oh, Anastasia pasti kesal sekali denganmu!"
Gelak tawa kembali terdengar, Dallas bangkit dari sofa, bergerak untuk mengambil bir dan menenggaknya. Melangkah meninggalkan ruang VVIP ia berdiri di dekat lorong. Suara musik menggelegar terdengar dari bawah, disertai teriakan orang-orang.
Pikiran Dallas tak lepas dari perempuan yang malam ini diajak berdansa. Anastasia yang anggun dan rupawan, seperti menyimpan banyak misteri. Cara bicara perempuan itu yang ketus, sikapnya yang dingin, seakan memaksa semua orang untuk menjauh. Banyak laki-laki tertarik dengan parasnya, tapi tidak bagi Dallas. Ada sesuatu yang menarik dari perempuan itu, bukan sikap, bukan penampilan, tapi hal lain.
Mata dan bibir Anastasia membuatnya tertarik. Perempuan itu punya kemiripan dengan dua perempuan lain yang ia kenal. Bisa-bisa ia gila karena mengira mereka orang yang sama, sedangkan Anstasia adalah seorang pewaris, Paris adalah pelayan di rumahnya, dan Purple, gadis penghibur. Mendesah bingung, Dallas menandaskan minumannya.
"Kenapa kamu malah berdiri di sini?"
Derick muncul, dengan rokok terselip di bibir. Mereka berdiri bersisihan memandang keramaian di area bawah.
"Pingin minum." Dallas mengacungkan kaleng birnya.
"Hanya minum bir?"
"Sedang tidak ingin mabuk."
Derick mengembuskan rokok, menatap asap yang bergulung-gulung dalam kegelapan. "Dengar, Dallas. Aku ingin bicara soal pabrik. Bukankah sudah seharusnya kamu memimpin salah satunya? Kamu pintar dan berbakat. Jangan sampai menyia-nyiakan masa mudamu dengan hal-hal remeh. Kelak kamu akan menyesalinya."
Dallas mendengkus. "Mulai kapan kamu ceremet seperti orang tua."
"Yang aku bicarakan untuk kebaikanmu, jangan menyiakan masa muda seperti Darell."
"Tenang saja, aku tahu apa yang aku lakukan. Soal, Darell. Aku rasa dia pun sedang melakukan apa yang dia sukai."
"Meniduri setiap perempuan yang ditemui."
Mau tidak mau, Dallas sepakat soal ini dengan Derick. Adik mereka memang sangat suka pesta dan berfoya-foya, tidak ada yang bisa menghentikannya. Jujur saja, di antara tuga bersaudara hanya Derick yang sangat bertanggung jawab dan berdedikasi pada pekerjaan. Dallas sendiri tidak punya banyak ambisi. Saat ini satu satunya prioritas dalam hidup adalah menjadi pembalap professional dan semuanya hancur karena kecelakaan itu.
Suara jeritan terdengar di ujung lorong, seorang perempuan yang merupakan penari di lantai utama berteriak dan mengamuk. Dua penjaga bersamanya. Perempuan itu berlari ke arah Derick dan berkata dengan suara tersengal.
"Aku berhenti kerja malam ini!"
"Kenapa?" tanya Derick.
"Semua yang ada di sini sampah. Para laki-laki sampah, uang tips sampah, dan mereka seenaknya menjamahku. Shit!"
Tidak memberi kesempatan pada Derick untuk membela diri, perempuan itu berlari pergi diikuti oleh dua laki-laki. Menatap muram pada punggungnya yang menjauh, Derick berkata dengan sedikit kesal.
"Kehilangan lagi satu penari, aku harus secepatnya mencari yang baru."
Dallas tidak mengatakan apa pun, para penari datang dan pergi sudah biasa di tempat ini. Menemukan orang baru bukan hal mudah.
**
Sepulang dari pesta, Paris kembali berkutat dengan pekerjaannya. Sang papa baru saja menelepon dan mengatakan dengan gembira, ulasan dari media tentang kehadiran Paris di pesta.
"Kamu dianggap sebagai the most wanted girl."
"Apa artinya Papa?"
"Artinya, kamu paling banyak diinginkan untuk jadi istri atau menantu orang."
Paris tertawa lirih mendengar penjelasan papanya. "Papa, sekarang ini aku tidak ingin menjadi istri atau menantu siapa pun. Pekerjaanku banyak."
"Begitu sibuknya, sampai sering kali kamu lupa untuk pulang."
"Maaf, Papa. Lain kali aku akan sering datang."
"Dengar, Paris. Mamamu, maksudku Livi, juga sangat kehilangan Milan. Kalian mungkin dulunya tidak akur satu sama lain, tapi sekarang cobalah sedikit membuka hati. Barangkali saja, kalian bisa akrab."
Untuk satu hal itu, Paris tidak terlalu yakin. Ia tidak membenci Livi, tapi juga tidak pernah menganggapnya sebagai mama. Satu-satunya hal yang ia syukuri dari pernikahan papanya dengan Livi adalah, mereka memberinya seorang adik yang luar biasa. Ia sangat menyayangi Milan, meskipun tidak akrab dengan Livi. Baginya, Milan adalah salah satu orang terpenting dalam hidup, selain papanya.
"Nona, bisa saya bicara?"
Beck datang, mengernyit saat menatap penampilan Paris. Sang nona belum mengganti gaun pesta dan langsung bekerja.
"Ada apa?" Paris bertanya tanpa mengangkat wajah dari atas tumpukan dokumen.
"Soal kertas warna merah muda yang Nona kirimkan fotonya. Apa Anda tahu kalau ada symbol khusus di ujung lipatas kertas?"
Paris menengadah. "Benarkah? Aku tidak memperhatikan."
Beck datang, mengulurkan tablet dengan layar menyala dan menunjukkan foto pada Paris. "Saya sudah menyelidiki, dan itu adalah salah satu symbol untuk sebuah klub elite di kota. Tidak ada yang tahu klub itu berdiri untuk apa, hanya orang-orang tertentu yang direkrut."
"Sebuah klub? Kumpulan orang-orang elite kota?" Paris teringat dengan ucapan anak sang menteri.
Beck mengangguk. "Benar, tanda itu adalah sisik ikan emas. Menurut tradisi orang Polandia, sisik ikan emas menandakan keberuntungan dan juga kekayaan."
Paris mau tidak mau kagum dengan kemampuan Beck mencari informasi. Bahkan warna putih yang menurutnya bukan apa-apa, ternyata adalah symbol. Ia menatap foto sekali lagi lalu berkata pelan. "Sepertinya aku harus ke klub keluarga Herington sekali lagi."
"Nona, itu terlalu berbahaya."
"Kali ini, aku akan membawa Elina dan kamu. Kita bertiga ke sana dan sebaiknya, kalian membantuku untuk mengamati keadaan sebanyak mungkin."
Beck ingin membantah, karena kuatir dengan keselamatan sang nona. Tapi, mendengar kalau dirinya akan dilibatkan, mau tidak mau ia menyimpan pendapatnya. Lebih baik mengikuti ke mana pun Paris pergi, melindunginya dari bahaya, dari pada melarang. Karena ia tahu, sang nona adalah seseorang yang berkemauan keras.
Kerja hingga nyaris pagi, Paris bangun saat matahari sudah meninggi. Menggunakan kesempatan waktu yang ada, ia berniat untuk sedikit berbelanja. Tanpa ditemani siapa pun, ia berjalan-jalan di mall. Memakai baju casual, dengan kaos, dan celana jin. Berniat membeli sedikit oleh-oleh untuk Nita. Jangan sesuatu yang mahal, karena takut akan dicurigai.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro