Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[ Pesan Dari Keano ]

Perpaduan antara suara piano dan biola yang mengalun indah memenuhi ruangan. Delia - pasangan Lula yang tengah memainkan biolanya di samping sang gadis lantas mengernyit ketika nada yang keluar dari biola miliknya dan permainan piano Lula tidak sinkron.

Kak Juan memegang pundak Lula, lalu menggeleng. Nada yang Lula mainkan terlalu cepat dan banyak emosi yang bercampur membuat permainannya menjadi kacau.

"Maaf," ucap Lula dengan lirih.

"It's oke. Istirahat dulu sana, nanti kita lanjutkan."

Delia lantas meletakkan benda yang bertumpu pada bahunya itu. Sementara Lula, gadis itu sudah lebih dulu keluar ruangan.

Pekikan dari arah lapangan membuat Lula menatap ke arah sana. Di saat yang sama, netra cokelat milik Arlan juga tengah tertuju padanya. Remaja itu melambaikan tangannya heboh seraya memberikan cengiran lebar khas dirinya. Lula berdehem, terlalu kikuk dengan situasi yang ia hadapi sekarang.

"Minum, kak."

Lula mengumpat karena terkejut. Delia jadi merasa tak enak dibuatnya. Gadis itu memberikan sebotol air mineral yang sengaja ia bawa dari dalam ruangan. Sejak tadi, Lula terlihat tak fokus, oleh karena itu ia berinisiatif untuk membawakan Lula air.

"Makasih," ucap Lula, lalu meneguk air yang Delia berikan.

"Sambil duduk dong, kak."

Lula tak menanggapi. Masa bodoh, lagian airnya sisa setengah. Daripada harus menenteng, lebih baik langsung ia habiskan saat itu juga.

Delia geleng-geleng kepala, lantas mengambil posisi duduk pada bangku di depan ruangan. Lula menyusul setelah membuang botol kosong itu. Netranya menatap lurus ke depan, pada remaja bernomor punggung sepuluh di tengah lapangan sana.

"Kalian pacaran beneran, ya?" Pertanyaan Delia membuat Lula menoleh cepat pada adik kelasnya itu.

"Engga!"

Respon Lula membuat Delia tertawa renyah, "Masa, sih? Padahal banyak banget lho yang bilang kalo kalian cocok. Soalnya kepribadian kalian bertolak belakang."

"Siapa?"

Kening Delia mengkerut."lho, jadi selama ini kakak gak tau kalo kakak sama kak Arlan sering di jodoh-jodohin?"

Kalau saat ini Lula sedang minum, bisa dipastikan ia langsung tersedak dan terbatuk hebat saking terkejutnya. Saat ini saja, mulutnya menganga tak percaya pada omongan Delia.

"Serius?" tanyanya meminta kepastian.

"Ternyata kak Demian bener, kakak cuek banget sama keadaan sekitar. Masa gosip tentang diri kakak aja sampe gak tau?"

"Amit-amit gue sama dia!" Ekspresi jijik Lula membuat Delia tertawa dibuatnya. Ia kira, Lula hanya anak jenius yang gak pandai bersosialisasi. Bahkan ia kira Lula adalah tipe orang yang kaku kalau diajak bicara.

"Eum, kakak kenal kak Demian?"

"Demian? Tau, kenapa?"

"Dia kakakku!" ujar Delia penuh semangat. Di tengah pembicaraan itu, suara langkah yang mendekat membuat obrolan mereka terhenti. Sena menghampiri keduanya dengan kepala tertunduk.

Lula menatap sepasang iris cokelat yang tengah menampakkan binar penyesalan. Tapi kemudian, ia memalingkan wajahnya begitu saja.

"Lula," panggil Sena pelan. Delia yang sama sekali tak terlibat dalam permasalahan keduanya hnya menatap kebingungan.

"Gue minta maaf," lanjut Sena. Meski dalam benak ia terus bertanya-tanya apa yang salah dari pertanyaannya tadi pagi, ia tetap meminta maaf karena menyimpan hubungan yang buruk dengan seseorang hanya akan membuatnya terus kepikiran.

Lula menarik nafasnya dalam. "Ada hubungan apa lo sama Gara?"

Kepala Sena mendongak. "Lo beneran kenal dia?"

"Jawab aja apa yang gue tanya!"

"Eum, gue sama Gara udah kenal dari kecil," jelas Sena.

Lula hanya mengangguk tak jelas, membuat Sena bertanya-tanya apa Lula sudah memaafkaannya atau belum.

"Kenapa waktu itu lo harus di jemput dia? Kenapa gak sama Demian?" Karena gue gak perlu ketemu dia hari itu kalau aja dia gak jemput lo, lanjut Lula dalam hati.

"Demian sibuk sama olimpiadenya karena dia harus gantiin lo yang udah ada jadwal lomba duluan. Jadi gue ngehubungin Gara karena Papa gak pernah ngizinin gue pulang sendirian."

Sebenarnya, Sena agak kesal karena Lula terus menerus memojokannya. Lula bahkan gak menjelaskan apapun tentang masalahnya dengan Sagara. Sena tak lagi ingin bertanya, karena tanyanya tadi pagi malah mengundang amarah dari Lula.

"Kalo gitu gue pulang dulu. Gue bener-bener gak maksud bikin lo marah tadi pagi, La. Suer!"

Netra Lula melirik pada gadis di hadapannya. "Pulang sama siapa lo?"

"Sagara," jawab Sena agak ragu. Lula tampak kembali memalingkan wajahnya seraya menghela napas gusar.

"Kalo dia nanya-nanya tentang gue, tolong jangan di jawab. Kalo dia nyariin gue juga, tolong jangan kasih tau apapun."

"Iya." Perginya Sena dari sana, masih Lula perhatikan hingga sang gadis tak lagi ada dalam pandangannya.

"Kak." Lula menoleh pada Delia yang juga tengah menatapnya.

"Kakak yang tadi siapa? Kok bisa kenal sama kakakku?" pertanyaan Delia lantas membuat satu alis Lula terangkat. Demian dan Sena sungguh memiliki hubungan, kan? Kenapa Delia tidak tahu? Apa hubungan keduanya memang sengaja di rahasiakan?

.
.

Nada lembut dari piano yang Lula mainkan membuat sang gadis terlarut dalam permainannya. Ruangan telah sepi, Delia bahkan sudah pulang tepat ketika Demian menyusulnya tadi. Kak Juan juga turut pamit karena ada urusan di luar sekolah.

Makanya, kesendirian ini Lula gunakan untuk mengatur emosinya yak tak stabil sejak pagi.

Ditengah permainannya, bunyi deringan ponsel membuat fokus Lula terpecah. Gadis itu berdecak, kemudian beranjak untuk mengambil ponselnya yang ada di dalam saku hoodie.

Keningnya mengernyit ketika mendapati sebuah nomor tak dikenal. Lama Lula biarkan, akhirnya benda itu berhenti bergetar. Namun tak lama setelahnya, rentetan pesan masuk membuat Lula rasanya ingin melempar ponselnya yang memang sudah retak.

|ni gue, Keano.

|Maaf buat sikap gue sebelumnya, tapi gue beneran mau ngelindungin lo.

|Gue cuman mau minta lo buat hati-hati, Ayah udah mulai nyiapin anak buahnya buat nyari lo. Kalo bisa ganti nomor lo yang ini, karena Sofia udah tau dan keberadaan lo bisa dilacak kapan aja.

|Tolong percaya sama gue, La.

|Oh, iya. Seterusnya juga gue bakalan make nomor sekali pakai jadi jangan nyoba hubungin gue ke nomor ini karena setelah ini nomornya bakalan gue buang.

|Jaga diri, La. Gue bakalan jadi mata-mata buat lo.

Entahlah. Rasanya badan Lula jadi merinding karena pesan Keano.

Ia tahu betul cepat atau lambat Ayah pasti akan mencarinya sesuai perkataan terakhir laki-laki tua itu. Atau paling gak, Ayah mencarinya karena ini permintaan Sofia – adik tirinya yang menjengkelkan.

"Neng Lula!" Pintu terbuka lebar, Arlan menatapnya dengan binar penuh harap.

"Ayo, pulang!" seru remaja itu dengan semangat. Meski jersey yang ia kenakan sudah sepenuhnya basah oleh keringat. Meski ia tampak lelah karena habis bertempur melawan tim Axelo di tengah lapangan, senyum seorang Arlan tak pernah sekalipun luntur.

Di mata Lula, senyum menyebalkan itu akan tetap ada ketika netra Arlan tengah menatapnya

Sebenarnya Lula hendak menolak seperti biasa. Tapi ketika ingatannya berputar pada kejadian tadi pagi, rasanya kata terimakasih pun belum cukup ia ucapkan pada Arlan. Sekali saja. Untuk kali ini, tak apa kan kalau ia bersikap baik?

"Gue pengen es krim. Nanti mampir bentar, ya? Gue yang traktir." ucapan Lula membuat mata Arlan berbinar indah.

___

                

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro