Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[ Jatuh Cinta ]

Awan kelabu menutupi langit siang ini. Hawa dingin yang menusuk tulang membuat siapapun menggigil di buatnya. Beberapa orang memilih menyelami alam mimpi, sementara yang lainnya pergi ke kanti secara diam-diam untuk menikmati semangkuk bakso hangat buatan bude Siti.

Lula tidak termasuk dalam keduanya. Gadis itu malah menopang dagunya di bingkai jendela. Tangannya terulur untuk menyentuh rintikan air yang mulai turun.

Sena telah terlelap sejak beberapa jam yang lalu, tampaknya gadis itu sangat nyenyak dalam tidurnya. Bahkan ketika suara petir terdengar keras, Sena tetap terpejam.

Lula menarik tangannya dari sana, lantas menutup jendela dan mulai membenamkan wajahnya dalam lipatan tangan. Bayang-bayang Arlan datang tanpa permisi, membuat Lula tanpa sadar menarik segaris senyum tipis.

Arlan, remaja itu benar-benar mendominasi kehidupannya saat ini.

Tersadar akan satu hal, sang gadis buru-buru mengecek notifikasi di ponselnya. Bahunya meluruh dengan ekspresi kecewa ketika apa yang ia harapkan ternyata tak ada.

Pesan random yang biasanya Arlan kirimkan hari ini benar-benar tak ada. Sebenarnya Lula sedang dibuat bingung, ada apa dengan Arlan hari ini?

Biasanya, remaja itu akan menghampirinya ketika bel istirahat telah berbunyi. Tapi tadi, ketika Lula sedang menunggu kehadirannya, Arlan malah tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali.

Tapi semangkuk soto remaja itu berikan lewat Yoga. Heran, kenapa bukan Arlan sendiri yang mengantarkannya?

Sikap Arlan juga aneh sejak tadi pagi. Remaja itu hanya diam dan gak mengoceh seperti biasanya. Apa Arlan sedang main tarik ulur dengannya? Kemarin saja nggak pernah ngasih Lula celah, sekarang giliran Lula tertarik padanya Lelaki itu malah bersikap cuek.

Getaran di ponselnya membuat tubuh Lula kembali tegak. Pesan yang masuk membuat keningnya mengernyit dengan nafas tertahan.

|Nanti pulang aja duluan, gue ada latihan. Zidan juga ngajak pesta di rumahnya, gue bakalan pulang malem.

Bibir Lula mengerucut lucu. Ada gurat kecewa ketika Arlan mengirimkan pesan itu padanya. Padahal, Lula berniat bertanya tentang apa yang membuat sikap Arlan berbeda hari ini.

Pada akhirnya, gadis itu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku tanpa membalas pesan yang Arlan kirimkan.

Kepalanya menumpu pada lipatan tangan. Netranya menatap hujan di luar dari jendela. Lula dibuat bingung oleh perasaannya sendiri. Apa benar ia telah dibuat jatuh hati pada seorang Arlan Sadewa?

Kadang Lula rasa, ia hanya merasa kehilangan karena kebiasaan yang sering Arlan lakukan.

Kalau boleh jujur, Lula masih belum yakin ingin kembali merasakan jatuh cinta. Kisah cintanya terakhir kali berakhir buruk, pun dengan kedua orangtuanya.

Orang bilang SMA adalah masa terindah untuk mengenal cinta, tapi Lula malah ingin mengubur perasaannya dalam-dalam. Kehilangan hanya akan membuat dirinya merasa sakit.

Seperti yang selama ini mereka lakukan untuknya. Ayah, Mama, dan Sagara. Mereka semua meninggalkannya setelah memberi cinta dan kenangan indah.

Lula, ingin berhenti mengenal cinta.

Tapi kedatangan Arlan dan segala tingkahnya kembali membuat Lula berpikir ulang. Apa tidak apa-apa kalau ia kembali bermain-main? Apa Arlan tidak akan masalah setelah mengetahui bagaimana masa lalunya?

Ah, atau jangan-jangan Arlan sudah tau perihal foto nya yang di tempel di mading kemarin? Makanya, Arlan menjauhinya karena merasa jijik.

Jadi begitu, ya. Arlan ingin menjauh secara perlahan.

Lelehan air mata mengalir begitu saja membasahi pipinya. Lula memejamkan matanya, lantas mengelap air itu secara kasar.

Ia harus kembali siap oleh kehilangan-kehilangan yang lain. Tak apa, Lula sudah terbiasa, kan?

.
.

Delia melambaikan tangannya ketika keduanya telah keluar dari ruang musik. Lula hanya tersenyum singkat. Getaran di ponselnya membuat gadis itu segera mengecek notifikasi yang masuk.

|La, maaf. Gue gak tau kalo kejadian ini bakalan tambah rumit.

|Sofia udah tau keberadaan lo tepat setelah percakapan kita waktu pertama kali itu. Dia langsung ngelacak keberadaan lo, dan gue bener-bener gak tau sama sekali.

|Tinggal nunggu waktu buat dia ngelapor ke Ayah. Apa lo gak bisa kabur ke kota lain lagi?

Netra Lula memejam, kabur ke kota lain? Pertanyaan Keano membuat kepalanya mendadak di serang pening.

Lula saja harus mempertaruhkan nyawanya ketika hendak lari ke kota ini. Segalanya Lula lakukan. Usahanya dalam banyak hal tak mungkin ia lepaskan begitu saja dan kembali memulai semuanya dari awal.

Oke, anggap saja Lula berhasil kabur lagi ke kota lain dan hidup tenang dalam beberapa saat. Tapi kemudian ia harus mengalami kejadian yang sama berulang kali dan lari lagi?

Sampai kapan ia harus hidup dalam pelarian?

Di lapangan, Arlan memperhatikan sang gadis tanpa menoleh ke arah lain. Keningnya mengernyit, bertanya-tanya apa yang tengah gadis itu lakukan di depan ruangan musik. Tangan Lula bahkan bergertar ketika memegang ponsel.

"Lan!!" teriakan teman-temannya membuat Arlan menoleh. Namun terlambat, tepat ketika ia merespon panggilan itu sebuah bola menghantam wajahnya.

Sang pelatih lantas mendekat ketika Arlan sudah tergeletak di tengah lapangan. Arlan tak pingsan, tapi hidungnya mengeluarkan darah dan kepalanya terasa pening luar biasa.

"Elahh, lo liatin apaan sih sampe gak fokus gitu?"

Yoga membalikkan badannya, menatap objek yang tengah Arlan tuju tadi. "Hadeuh, bisa-bisanya lo jadi goblok karena bucin. Kenapa sih, Lan?" ucap Yoga dengan sedikit kesal.

Beberapa saat kemudian, Zidan dan beberapa rekan timnya datang dengan kotak berisi obat-obatan. Yang lainnya memapah Arlan menuju tepi lapangan.

"Kamu kenapa bisa gak fokus gini, Lan?" tanya pak Bagas sembari geleng-geleng kepala.

"Ngeliatin Lula, pak!" sahut Reonald.

Arlan berdecak. "Daya tarik Lula memang luar biasa, pak. Mata saya kayak ada magnetnya, pengennya ngeliat dia terus."

Pak Bagas tertawa renyah mendengarnya. "Halah, dasar budak cinta." ejeknya dengan kekehan.

"Setelah ini istirahat dulu, kepalamu pasti pusing itu. Kalo udah mendingan balik lagi ke lapangan, ya!" lanjut pak Bagas.

Arlan mengacungkan jempolnya. "Oke, pak!"

Dengan begitu, teman-temannya berlalu pergi ke tengah lapangan. Kembali berlatih untuk pertandingan yang tinggal menghitung hari.

Arlan kembali mengarahkan pandangannya ke arah ruang musik, tempat terakhir kali Lula berada. Namun ternyata, gadis itu tak lagi berada di sana.

Pandangan Arlan langsung menyapu sekitar, barang kali Lula masih ada di area sekolah. Benar saja, Arlan menemukan gadis itu dengan cepat.

Lula berlari di pinggir lapangan dengan rambut pendeknya yang sudah acak-acakan. Arlan memicingkan matanya, ia tidak salah lihat, kan?

Kenapa Lula menangis? Apa ada yang menyakiti gadis itu karena ia lengah tadi?

Apa ada hal yang Arlan lewatkan?

"Lan, lo mau kemana?!" teriak Yoga ketika menyadari bahwa Arlan sudah tak berada di tempatnya.

"Ngejar Lula!" balas Arlan dengan berteriak.

"Pak, itu si Arlan dibiarin aja?"

"Biarkan saja, bapak dulu juga pernah main india-indiaan sama istri bapak." Pak Bagas tersenyum malu setelahnya.

Sementara yang lain geleng-geleng kepala sembari berucap istighfar melihat tingkah guru mereka yang seolah lupa dengan umur.

___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro