Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Underwear


Brak brak brak!

Suara ketukan pintu yang diketuk dengan tenaga ekstra membangunkan Leo dari tidur nyenyaknya. Leo segera menerjap-nerjapkan mata. "Ya, sebentar!" serunya dengan mata yang belum terbuka sempurna.

"Leo, cepetan bangun! Ini sudah jam setengah tujuh!" seru sang ibu dari balik pintu yang membuat kesadaran Leo segera terkumpul penuh.

"Iya, Ma! Iya!" sahut Leo menggosok kasar wajahnya.

Leo menolehkan kepalanya kesisi ranjang terlihat sudah kosong. Ia mengernyitkan dahinya heran. Ia buru-buru bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ke kamar mandi. Sudah tidak ada waktu lagi untuk Leo berpikir, ia segera melucuti pakaiannya dan membersihkan tubuhnya secepat mungkin.

Sekitar tujuh menit saja, kini Leo sudah keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang segar. Ia mengambil pakaian kerja dari dalam lemari lalu mengenakannya. Ia segera merapikan penampilannya dan bergegas keluar dari kamar.

"Pagi," sapa Leo yang terlihat tergesa.

Ia melangkahkan kaki setengah berlari menuju meja makan, dilihatnya jam masih menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit, masih ada waktu untuk ia sarapan. Leo menarik kursi yang biasa ia tempati, menilik kearah dapur mencari sosok Cia tetapi yang ia cari tidak ada disana. Wajahnya tampak masam, entah mengapa dia kesal sekali.

"Kemana dia?" batin Leo kesal.

Wira mengulum senyum melihat gelagat sang putra sulung. "Kenapa?" tanya Wira membuyarkan lamunan Leo.

Leo tersadar, ia tampak gelagapan. Namun, ia masih diam tidak segera menjawab pertanyaan sang ayah kepadanya. Ia sendiri bingung harus menjawab apa, ia sungguh sangat malu jika harus berkata jika merasa kesal karena Cia-istrinya tidak tampak pagi ini. Nala, sang adik yang baru saja datang dan hendak terkekeh melihat mimik wajah sang kakak.

"Biasa lah, Pa! Paling gak dapat jatah dari Kak Cia," cibir Nala sembari menarik kursi.

"Yah gimana ya, papan seterika macam Kak Leo mana bisa bikin Kak Cia tertarik," imbuhnya.

Leo memutr bola matanya malas, ia memilih tidak menanggapi cibiran sang adik. Leo sarapan dengan tenang kemudian berpamitan untuk berangkat kerja. "Leo berangkat dulu ya, Ma, Pa?" tutur Leo bangkit dari tempat duduknya.

"Hem, hati-hati di jalan." Wira menyahuti ucapan Leo alakadarnya saja. Sementara Dara, ia mungkin tidak mendengar karena ia masih sibuk kesana kemari mempersiapkan minuman untuk sang suami di dapur.

Leo berjalan cepat keluar rumah, masuk ke dalam mobilnya dan menyalakan mesin untuk memanasinya barulah berangkat kerja.

***

Pintu gerbang sudah terbuka sejak sepuluh menit yang lalu. tetapi Cia masih asik mengobrol dengan Aksa di kedai depan sekolahnya. Bagi Cia, Aksa adalah satu-satunya teman lelaki yang asik untuk diajak ngobrol selama ini.

"Sa, aku masuk duluan ya? Mau ngerjain tugas," tutur Cia yang disetujui oleh Aksa.

"Line dong, Ci." Aksa menyodorkan ponselnya kepada Cia.

Cia diam sejenak, ia merasa tidak enak kepada Aksa karena terus membohongi Aksa yang telah baik kepadanya. Ia mengambil ponselnya dari dalam tas kemudian menunjukkan kode QR miliknya kepada Aksa. Aksa tersenyum jumawa, ia sangat senang. Ia beranjak dari tempat duduknya, mengeluarkan dompet dari sakunya lalu membayar semua makanan yang mereka makan.

"Sa, jangan! Biar aku bayar sendiri saja." Cia buru-buru mengejar Aksa dan menghentikan aksinya. Namun, Aksa sudah terlanjur membayarnya.

"Its ok, gak apa-apa kali, Ci. Kita kan teman," tuturnya menampilkan deretan gigi putihnya.

Cia menghela nafas pasrah, ia berkata jika kapan-kapan akan menggantinya. Hal itu semakin membuat hati Aksa berbunga. Mereka melangkahkan kaki keluar dari kedai bersama, menyebarang jalan menuju kearah sekolah mereka yang letaknya bersebelahan.

"Aku duluan ya, Sa. Bye," tutur Cia sebelum masuk ke dalam lingkungan sekolah. Aksa hanya menganggukkan kepala seraya melambaikan tangan menanggapinya.

Cia masuk ke dalam kelas, mengikuti pelajaran seperti biasa hingga pelajaran yang terakhir usai. Alisha mengajak Cia untuk menemani dirinya pergi ke toko buku. Namun, Cia menolaknya dengan alasan masih dihukum sang ayah dan berjanji jika lusa akan mengantarnya agar membuat Alisha tidak curiga serta berpikiran yang macam-macam kepadanya.

Sesampainya dirumah, Cia langsung masuk ke dalam kamar tanpa permisi, ia terkejut mendapati Leo sedang berganti pakaian disana. Cia buru-buru keluar dan menutup pintunya lagi.

"Kyaaa!" seru Cia terkejut, ia segera menutup wajahnya dengan tangan kemudian membalikkan badannya.

"M-maaf, Cia gak sengaja! Sungguh!"

Cia menyandarkan tubuhnya pada dinding di sebelah pintu kamarnya, mengusap-usap lembut dadanya yang entah mengapa terasa bergetar hebat. Pun dengan pipinya yang mendadak terasa panas.

"Astaga! Cia! Apa yang kamu lakukan tadi?" rutuknya dalam hati.

"Huhh Huhh!" Cia menatur nafasnya agar debaran di dadanya segera mereda.

Tiba-tiba ia meras haus, ia memutuskan untuk turun kebawah dan mengambil minum. Cia meletakkan tasnya di atas meja makan berjalan menuju arah kulkas untuk mengambil air putih dingin. Ia menegak beberapa gelaas air putih dingin lantas duduk di kursi sembari menepuk-nepuk kedua pipinya.

"Kenapa dia?" batin Dara yang baru saja masuk ke dalam rumah dari pintu samping.

Dara mengati tinggah menggemaskan sang menantu, ia mengulum senyum lantas mendekat kearah Cia. "Kamu kenapa, Sayang?"

Suara Dara sukses membuat Cia terlonjat kaget. "M-mama?"

"Mama bikin Cia kaget aja," tuturnya sembari mengusap-usap dadanya.

Dara terkekeh, ia menarik kursi di sebelah Cia lalu duduk disana, ia mengamati wajah sang menantu yang terlihat merona kemudian bertanya kepada Cia tentang apa yang sedang Cia lakukan.

"Aaa, i-itu ... Um, Cia tadi kepanasan, Ma. Diluar panas sekali makanya Cia minum habis banyak gitu," kelakar Cia yang tahu harus beralasan apalagi.

Dara mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti, ia lantas meminta Cia segera ke kamar untuk membantu sang suami untuk persiapan dan packing barang-barang yang akan dibawa ke Jerman. Meski dengan hati yang enggan tetapi Cia tetap melakukannya. Tapi beruntungnya sang mertua juga ikut menemaninya, sehingga ia tak lagi cemas untuk menghadapi Leo.

Dara dan Cia masuk ke dalam kamar, ia melihat Leo sedang berjalan kemari di depan lemari seperti sedang sibuk memilah-milah baju. Dara pun meminta Leo untuk berhenti dan menyerahkan pekerjaan tersebut kepada Dara dan juga Cia.

"Kamu istirahat saja, Sayang. Biar Mama dan Cia yang menyiapkan semuanya."

Leo menggelengkan kepalanya, ia sungguh merasa tidak enak kepada sang ibu. "Jangan, Ma. Leo bisa kok siapin semuanya sendiri. Lagian Leo gak banyak bawaannya," tolak Leo lembut.

Dara bersikeras meminta Leo untuk beristirahat, ia beralasan jika Leo tidak boleh sampai kelalahan karena esok hari ia berangkat pagi-pagi sekali. Leo tentu saja tidak bisa lagi membantah ucapan sang ibu. Ia memilih membaringkan tubuhnya di ranjang.

"Sayang, kita bagi tugas saja ya? Biar cepat, Mama yang ambil bajunya dari lemari dan kamu yang masukin ke dalam koper, bagaimana?" tutur Dara meminta persetujuan sang menantu.

Cia menyetujuinya, ia memasukkan satu persatu pakaian milik Leo ke dalam koper, tetapi ia merasa sangat malu ketika melihat serta memengang underwear milik sang suami. Dengan tangan bergetar ia meraih benda keramat itu dengan cepat kemudian segera memasukkannya ke dalam koper. Hanya butuh waktu tak lebih dari satu jam semua pakaian yang dibutuhkan oleh Leo ketika di Jerman sudah tertata rapi di dalam koper.

"Nah, Sayang. Semuanya sudah tertata rapi, tinggal sepatu dan barang-barang pribadi milik Leo yang belum masuk ke dalam. Sebaiknya nanti setelah Leo bangun tidur kamu harus mengingatkannya ya?" tutur Dara sembari menilik kearah Leo yang Nampak tertidur dengan damai.

"Baik, Ma."

Setelah Dara keluar dari kamar, Cia menutup pintunya pelan. Ia kemudian mengambil pakaian ganti dari dalam lemari dan masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian. Bukannya menyusul Leo tidur, ia memilih turun ke bawah membantu sang mertua berkebun di samping rumah.

"Kenapa tidak tidur, Sayang?" tanya Dara tersenyum menatap sang menantu yang saat ini membantunya menyirami bunga.

Cia menggelengkan kepalanya. "Cia tidak mengantuk, Ma," tuturnya, meski dalam hatinya berkata "Mana bisa Cia tidur dengan tenang jika ada Leo disana."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro