Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tekad Bulat


Tak terasa satu bulan sudah Leo pergi meninggalkan Cia, selama itulah Cia berjuang menguatkan dirinya sendiri. Ia sungguh bertekaad untuk menepis semua harapan tentang hubungannya dengan Leo. Cia memilih fokus dengan sekolahnya yang kurang sebentar lagi sudah lulus.

"Sayang, apa kabarmu disana? Kamu baik-baik saja kan?" tanya Dara dengan volume suara yang masih bisa Cia dengar jelas meski jaraknya cukup jauh.

Cia tetap fokus menyelesaikan pekerjaannya yaitu mencuci piring, setelahnya ia berniat segera masuk ke dalam kamarnya demi menghindari perbincangan tentang Leo. Namun, belum sempat idenya itu terealisasikan sang mertua lebih dulu memanggilnya.

"Cia, Leo sedang video call dengan Mama nih," seru Dara yang saat ini duduk di kursi meja makan. Ia mengarahkan layar ponselnya kearah Cia, Leo tersenyum melihat sosok Cia meski hanya bisa melihat punggungnya saja.

Cia mendengarnya, ia menganggukkan kepalanya tetapi ia enggan menoleh kearah sang mertua. "Iya, Ma. Salam saja buat Kak Leo, tangan Cia sedang kotor," sahut Cia. Ia kini merubah rencana dengan sengaja berlama-lama di dapur, ia mencuci kembali semu piring yang tadi sudah ia cuci.

Tapi semua rencana Cia meleset. Dara malah bangkit dari tempat duduknya dan bergerak menuju dapur mengarahkan kamera ke wajah Cia yang mau tak mau Cia harus bertegur sapa dengan Leo. Cia terpaksa memasang wajah senormal mungkin dan basa basi bertanya kepada seseorang yang masih berstatus suminya itu.

"Hai, Kak. Bagaimana kabarnya?" tanya Cia alakadarnya.

Dari layar ponsel Dara, Cia melihat Leo sedang duduk di dalam sebuah ruangan yang sepertinya adalah ruangan kelas tempat Leo menimba ilmu. Leo tampak terlihat tampan seperti biasa dengan mengenakan sweeter dan juga syal di lehernya.

"Baik, kamu apa kabar?" Leo tersenyum tipis menatap wajah perempuan yang ada di layar ponselnya.

"Baik juga, Kak." Cia berucap sembari menyelipkan helaian poni rambut ke belakang daun telinganya.

Dara menggeleng-gelengkan kepalanya, ia menghembuskan nafas kasar mendengar percakapan kaku antara anak dan menantunya. "Ah kalian ini kaku sekali sih? Memangnya gak kangen apa?" cibir Dara kepada anak dan menantunya. Hal itu berhasil membuat Cia dan Leo yang mendengarnya jadi salah tingkah.

"Aaa, apa kalian malu karena ada Mama disini? Baiklah, Cia Mama tinggal ya?" Inisiatif Dara ketika melihat wajah merah merona Cia.

Dara benar-benar pergi dari sana menuju ke ruang tengah. Cia merutuk dalam hati. Ia semakin bingung harus bagaimana, sementara ia sama sekali tidak tau apa yang ingin ia bicarakan dengan Leo. Ia sungguh merasa tak memiliki topik pembicaraan yang bisa dibicarakan dengan Leo karena selama mereka bersama pun mereka jarang berbicara satu sama lain.

Satu menit dua menit tiga menit berlalu

Cia hendak membuka obrolan dengan bertanya Leo sedang apa tetapi niatnya urung ketika melihat sosok seorang wanita yang datang dan merangkul leher Leo dari belakang, Cia buru-buru mencari alasan, berpamitan dengan Leo dan mematikan sambungan video callnya. Cia menghembuskan nafas panjanng, ia menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat kemudian menemui sang ibu mertua untuk mengembalikan ponsel.

"Ma, ada yang bisa Cia bantu?" tanya Cia sembari menyodorkan ponsel.

"Kok cepet banget sih, Sayang?" tanya Dara heran. Ia kemudian menggelengkan kepalanya dan meminta Cia untuk pergi beristirahat saja.

Cia gugup, ia bingung harus menjawab apa kepada sang mertua, ia pun menjawab sekenanya saja. "Anu, Ma. Nanti Cia hubungi Kak Leo lewat ponsel Cia saja."

"Oh gitu, malu ya sama Mama?" goda Dara.

Cia hanya tersenyum, ia tak menanggapi ucapan Dara. Ia berpamitan untuk pergi ke kamarnya yang tentu saja diperbolehkan oleh Dara.

Cia melangkahkan kaki sedikit tergesa menuju tangga, ia menaiki satu persatu anak tangga dan masuk ke dalam kamarnya, ia meraih foto pernikahannya dengan Leo yang terpajang di atas meja belajar lalu menyimpannya ke dalam kardus yang kemudian ia letakkan di atas lemari.

"Maaf, Kak. Sepertinya semua sudah cukup jelas diantara kita." Cia tersenyum getir melihat foto pernikahannya dengan Leo untuk terakhir kalinya.

Saat ini Cia memilih duduk di atas lantai teras kamarnya, disana ia berpikir keras mencri cara agar ia bisa sedikit lega dan bebas, tidak terbebani dengan Leo lagi.

Malam hari ketika selesai makan malam, Cia memberanikan diri mengutarakan niatannya. Meski ia sedikit ragu, tetapi ia berusaha untuk mencobanya. Itu adalah satu-satunya cara agar ia sedikit bisa merasa tenang hatinya.

"Ma, Pa, bolehkah Cia meminta ijin?" tanya Cia hati-hati.

Wira menatap Cia sembari menganggukkan kepalanya. Ia sangat penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh sang menantu karena tak biasanya Cia seserius ini. "Ya? Katakan saja, Nak," tutur Wira lembut.

Cia mengambil nafas dalam sebelum ia memulainya, jari jemarinya saling bertautan kuat dibawah meja untuk menghilangkn rasa gugup. "Begini, Pa, Ma. Jika boleh Cia ingin kuliah di universitas X nanti."

Wira dan Dara saling berpandangan satu sama lain, ia sungguh terkejut mendengar permintaan Cia. "Apa kamu sudah bertanya sama Leo?" tanya Wira.

Cia menggelengkan kepalanya. "Cia tidak berani mengatakannya, Pa. Tapi, Cia ingin sekali kuliah disana. Cia pikir tidak masalah kan jika kuliah disana? Cia masih bisa pulang ke rumah meski hanya seminggu sekali, Ma, Pa."

"Kenapa harus di universitas X, Nak? Bukankah banyak universitas di daerah Ibu kota yang juga bagus?" tanya Wira mencoba membujuk sang menantu agar berpikir ulang.

"Cia ingin menjadi dokter, Pa, Ma. Dan di universitas itu adalah satu-satunya yang terakreditasi paling bagus untuk jurusan yang ingin Cia ambil," jelas Cia mencoba meyakinkan hati mertuanya. Meski sebenarnya di hatinya yang paling dalam ia tidak terlalu yakin untuk mengmbil jurusan tersebut.

Wira dan Dara tak lantas menjawab, mereka berpikir sejenak. Bagaimanapun mereka merasa tidak tega kepada Cia jika harus melarangnya. Tetapi, mereka juga khawatir jika Cia kuliah jauh dari mereka meski perjalanannya bisa ditempuh dalam hitungan jam saja. Tapi apa boleh buat, Wira dan Dara juga tak bisa berkata tidak kepada Cia karena ia tahu itu demi masa depan Cia. Merek pun memutuskan untuk memperbolehkan Cia untuk kuliah disana dengan berbagai syarat yang harus Cia sepakati.

"Jika itu memang yang kamu inginkan Papa mengijinkannya, tetapi kamu harus pulang kesini ketika libur kuliah. Dan wajib memberikan kabar kepada kami karena kamu adalah tanggung jawab kami selama Leo pergi ke Jerman."

"Dan ingat, kamu harus menjaga dirimu dengan baik karena kamu itu adalah seorang istri, Cia," pesan Dara yang diangguki oleh Leo.

Cia mengnggukkan kepalanya cepat, ia tersenyum jumawa, ia sangat bahagia sekali rencananya untuk menghindari Leo dapat terwujudkan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro