Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kulkas Berjalan

Cia duduk di atas closet sembari menangis tersedu-sedu. Ia memukul-mukul dadanya pelan, ia merasa nyeri sekali di dalam sana. Foto Leo mesra Leo dengan Kania sukses membuat Cia merasa hancur. Tak terhitung berapa lama Cia berada di dalam kamar mandi menangis, ia menyudahi sedihnya ketika mendengar suara ketukan pintu kamar mandi.

"Ya, sebentar," sahut Cia dengan suara bergetar.

Cia buru-buru menanggalkan pakaian,  membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan segera mengenakan pakaian bersih yang ia bawa. Perlahan Cia melangkahkan kakinya keluar kamar mandi, ia menyisir rambutnya sembari memperhatikan wajahnya. Dari ekor matanya ia bisa melihat sosok Leo sedang duduk di sofa memangku laptop.

"Sebaiknya aku segera tidur saja! Aku malas jika harus berbicara dengannya," batin Cia.

Cia beranjak dari tempat duduknya, ia membaringkan diri di atas ranjang dengan posisi miring membelakangi sisi ranjang yang akan ditempati oleh Leo. Ia kemudian menarik selimut hingga menutupi tubuhnya sebatas dada dan dengan cepat memejamkan mata, pura-pura tertidur untuk menghindari Leo malam ini.

Leo mematikan laptopnya, meletakkan laptop miliknya di atas meja lalu bergerak mendekat ke arah sisi ranjang tempat sang istri berbaring. Leo menghembuskan nafas pasrah ketika melihat Cia sudah memejamkan mata, ia berjalan ke luar kamar, meninggalkan Cia yang pura-pura tidur sendirian.

"Cia mana, Nak?" tanya Dara kepada sang putra yang sedang berjalan menuruni anak tangga sendirian.

Leo berjalan mendekat, menarik kursi kosong kemudian duduk disana. "Sudah tidur pulas, Ma."

"Kamu gak bangunin dia? Kasian loh! Kan belum makan dari tadi," cecar Dara.

Leo menggelengkan kepalanya pelan. "Gak usah dibangunin, Ma. Mungkin dia capek, nanti saja kalau sudah bangun biar Leo ambilkan makan."

Dara merasa tenang setelah mendengar  ucapan Leo, ia kembali menyantap makan malamnya dengan santai. Tak lama kemudian Nala datang dan bergabung di meja makan.

"Lho! Kakak ipar kemana?" tanya Nala ingin tau.

"Sudah tidur, kecapean." Leo menjawab dengan ala kadarnya saja.

Nala terkekeh mendengar jawaban Leo. Ia bertepuk tangan dan tersenyum jumawa. "Wow! Luar biasa sekali Kakak ku ini bisa membuat Kakak ipar sampai kelelahan di hari pertama," goda Nala dengan terkikik geli.

Dara meletakkan sendok serta garpunya, ia meraih segelas air putih lalu meneguknya perlahan. "Nala! Jaga ucapanmu! Jangan menggoda Kakakmu terus," tegur Dara yang tak ingin mendengar ucapan Nala yang lebih jauh lagi.

Baru saja Dara mengatupkan bibirnya diam, Leo sudah bangkit dari tempat duduknya membawa sepiring nasi dengan lauk pauk serta segelas air putih pergi dari sana. Ia melangkahkan kakinya menaiki anak tangga, mengabaikan panggilan dari Dara dan juga Nala.

"Kamu sih, La! Sudah tau Kakakmu itu gak bisa diajak bercanda tetap aja kamu godain!" tutur Wira menegur putra keduanya.

Bukannya merasa bersalah Nala malah justru tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya. "Ya maaf, Pa. Habisnya Nala gemas sekali melihat Kak Leo dan Kak Cia tuh!"

Di dalam kamar Cia sekarang sudah benar-benar tertidur pulas, Leo duduk di sofa melanjutkan makan malamnya yang tertunda sembari meneliti pekerjaannya. Sekitar pukul sepuluh malam barulah ia menyusul istrinya untuk tidur.

***

Suara alarm dari ponsel Cia berbunyi, Cia segera meraih ponselnya dan mematikan alarm tersebut. Dilihatnya sudah jam enam pagi, ia hendak bangun dari tempat tidur tetapi ia merasakan berat di bagian perutnya. Benar saja! Sebuah lengan kekar memeluk perut Cia dengan erat, bahkan saat ini semakin mengeratkannya.

Cia merasakan jantungnya berdetak berkali lipat lebih cepat, darahnya pun berdesir hebat. Merasa kurang nyaman, Cia melepaskan pelukan Leo secara paksa sehingga sang empunya terbangun dan kaget.

"Kenapa?" tanya Leo yang masih belum membuka mata secara sempurna.

"Tangan Kakak memeluk perut Cia erat! Cia sampai gak bisa gerak tau!" protes Cia yang segera beranjak dan pergi menuju kamar mandi.

Cia mandi secepat kilat karena tidak ingin terlambat sekolah, ia turun ke lantai bawah sendirian meninggalkan Leo yang masih mandi.

"Pagi, Sayang?" sapa Dara yang terlihat masih menata makanan di meja makan.

"Pagi, Ma." Cia meletakkan tas gendongnya, di kursi yang beberapa hari ini telah menjadi tempat duduknya, membantu sang ibu mertua menyiapkan makanan dimeja makan sembari mengobrol.

Dari arah tangga terlihat, Leo sudah rapi dengan setelan kantornya menenteng tas dan juga jas. Dara berbisik kepada Cia untuk menyerahkan secangkir kopi yang telah Dara buat kepada Leo. Meski sebenarnya tak ingin tetapi Cia akhirnya menurut juga.

"Kopinya, Kak." Cia meletakkan cangkir berisi kopi tepat di depan Leo.

Cia mengambil duduk di sebelah Leo, melayani Leo seperti yang sering dilakukan oleh Dara. Kemudian menyantap sarapan di piringnya secepat kilat.

"Ma, Kak, Cia berangkat sekolah dulu ya?" pamit Cia beranjak dari tempat duduknya.

"Kenapa buru-buru, Sayang? Ini masih setengah tujuh lewat lima menit loh?"

"Iya, Ma. Takut terlambat."

Ia mencium punggung tangan Dara dan juga Leo kemudian berlari ke luar rumah. Dara memberi kode kepada Leo untuk mengejarnya.

"Mama gak mau tau, kamu harus mengantarnya, Leo! Dia istrimu, kamu sudah berjanji akan menjaganya kan?" tutur Dara memperingati anak sulungnya.

Leo menyudahi sarapannya, meraih tas dan juga jasnya kemudian berlari mengejar sang istri. Leo menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya pelan. Ia bernafas lega kala melihat sang istri masih berdiri di depan gang rumahnya.

Tin tin tin

"Masuk!" seru Leo.

Cia menoleh ke arah sumber suara, demi apa! Cia sangat kesal melihat Leo yang berada di dalam mobil tersebut. Ia memutar otak mencari alasan agar Leo tidak memaksanya.

"Maaf, Kak. Cia sudah pesan ojek online. Nah, itu Abangnya sudah dateng," ucap Cia menunjuk ke arah driver Ojek online yang berhenti tidak jauh darinya.

Tanpa bicara Leo turun dari mobil, meminta maaf kepada driver ojek online yang telah Cia pesan dan membayar ongkosnya secara full. Kemudian menarik lengan sang istri masuk ke dalam mobil.

"Jangan ulangi lagi!" tutur Leo dengan sorot mata tajam.

Cia hanya menganggukkan kepala, ia sungguh malas berdebat dengan suami kulkasnya itu.

"Stop! Berhenti disini saja, Kak." Cia memberi aba-aba kepada sang suami. Ia meminta diturunkan di ujung jalan gang menuju ke sekolahnya.

Mobil menepi dan berhenti di bahu jalan, Cia segera meraih tas ranselnya hendak turun  dari mobil tapi Leo menahannya dengan menyodorkan lembaran kertas.

“Apa ini, Kak?” tanya Cia penasaran melihat beberapa lembar kertas yang disodorkan oleh Leo.

“Baca, lakukan dan jangan coba untuk melanggarnya!”

Cia menelan ludahnya susah payah membaca setiap kata yang tertulis pada lembaran-lembaran kertas itu. Ini sungguh tidak adil baginya! Hanya ada peraturan untuk dirinya di dalamnya.

“Sial! Ini sih nyiksa aku banget namanya,” desis Cia dalam hati.

"Tau gitu aku di rumah sama Mama aja! Kalau di rumah Mama aku gak akan mungkin disuruh ngapa-ngapain."

Tanpa ambil pusing Cia menganggukkan kepala lalu turun dari mobil Leo dan berjalan masuk ke dalam sekolah. Setiap langkah di sepanjang jalan Cia mengumpat kesal, ia menyumpah serapahi kelakuan suaminya yang menurutnya kejam itu.

"Hah! Dasar kulkas berjalan! Aku sumpahin kamu termehek-mehek sama aku nanti!"

Cia menghentikan langkahnya, ia menepuk-nepuk mulutnya pelan lalu menggelengkan kepalanya. "Dih! Enggak-enggak! Aku gak mau juga dia termehek-mehek sama aku! Amit-amit deh!" ralatnya bergidik ngeri.

Dari arah lobi Alisha teman Cia memperhatikannya dengan seksama. Ia mendadak merasa penasaran dengan mimik wajah Cia yang nampak kesal pagi ini. “Kamu kenapa, Ci?”

“Iya, cemberut mulu! Abis berantem sama Papa kamu lagi?” tabak Alisha.

Cia hanya menggedikkan bahu sebagai jawaban. “Tau ah! Aku lagi kesel aja. Ke kantin yuk?”

“Kamu yang traktir kan?”

Cia menganggukkan kepalanya, ia menggandeng lengan Alisha menuju ke area kantin. Seperti biasa mereka duduk di bangku pojok favorit mereka.

"Mau pesan apa?" tanya Cia.

"Kayak biasanya aja deh, Ci."

Cia menganggukkan kepalanya mengerti, ia beranjak dari tempat duduknya, memesan dua mangkuk soto ayam dan dua gelas lemon tea untuk dirinya dan Alisha.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro