Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kenangan Mantan

Cia berlari turun ke arah dapur, meraih gelas kemudian menuang air dingin yang ia ambil dari dalam kulkas. Ia meneguk air itu hingga habis, menarik kursi meja makan dan mendaratkan bokongnya disana. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, mengatur nafasnya yang memburu akibat terlalu cepat berlari sembari mengusap-usap dadanya.

"Huh … huh … huh!" suara nafas Cia memburu.

"Ya Tuhan, Cia! Kenapa pikiranmu jorok sekali tadi," desis Cia dalam hati.

Sepasang suami istri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah pun saling berpandangan melihat gelagat sang menantu. Wira menyenggol lengan sang istri, memberi isyarat kepada sang istri untuk menanyai menantunya itu.

Seolah mengerti apa maksud dari kode sang suami, Dara pun bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan mendekat ke arah sang menantu yang kini terlihat duduk menunduk dengan wajah ditekuk.

"Cia, kamu kenapa, Sayang?" tanya Dara yang membuat Cia terkejut.

Cia langsung mengubah mimik wajahnya menjadi manis. "Eng, ini Cia haus Ma habis beres-beres," kelakar Cia.

Dara menatap Cia lekat, menaikkan sebelah alisnya dengan rasa heran yang teramat. "Beres-beres? Beres-beres apa? Bahkan Leo dan orang suruhan Mamamu sudah membereskan dan menyiapkan semuanya sejak beberapa hari lalu," tukasnya.

Cia terdiam sejenak, ia menggaruk bagian belakang kepalanya yang sama sekali tidak terasa gatal, otaknya sibuk berpikir, mencari jawaban yang tepat untuk menanggapi ucapan sang mertua. Cia meraih gelasnya, mengisinya dengan air minum kemudian kembali meneguknya sebelum ia membuka suara.

"Ja-di, tadi Cia lihat ada kecoa terbang, Ma. Cia takut dan Cia langsung lari ke luar kamar," ucap Cia berbohong.

Mendengar jawaban Cia dan gelagat aneh Cia membuat Dara tersenyum, ia mengerti jika menantunya ini sedang berusaha menyembunyikan sesuatu dan malu untuk mengatakannya. Ia pun mengalah dan memilih menggantinya dengan topik yang lain.

"Oh gitu ya, Mama kira kamu kenapa-kenapa." Dara tersenyum manis, mengusap pucuk kepala Cia dengan lembut.

Cia menggelengkan kepalanya. "Enggak kok, Ma. Cia baik-baik saja."

"Ya sudah, kamu sebaiknya kembali beristirahat."

Cia mengangguk-anggukkan kepalanya sembari tersenyum manis. Ia beranjak dari tempat duduknya, mengembalikan botol minum ke dalam kulkas dan meletakkan gelas yang baru saja ia gunakan pada tempat cucian.

"Cia, ke atas dulu ya, Ma, Pa," ucap Cia berpamitan kepada sang mertua yang terlihat kembali duduk di ruang tengah.

"Iya, Sayang."

Dara dan Wira menatap punggung Cia yang berjalan semakin menjauh dan menghilang di balik tembok pembatas. Wira yang penasaran apa yang terjadi dengan menantunya pun bertanya kepada sang istri.

"Kenapa dia?" tanya Wira.

Dara mengedikkan bahu, hal itu membuat Wira semakin penasaran. "Apakah terjadi sesuatu, Ma?"

"Mama juga tidak tahu, Pa. Cia tidak mau berkata jujur kepada Mama."

"Maksud, Mama?"

"Ya, mungkin menantu kita masih malu, Pa. Sepertinya dia menyembunyikan sesuatu dan dia masih malu untuk mengatakannya."

"Oh ya? Mama tau dari mana?"

"Mama ini pernah muda, Pa. Mama tahulah gelagatnya. Lha wong wajah dia aja memerah seperti menahan malu gitu," jelas Dara sembari terkekeh.

"Sudahlah! Mereka kan butuh privasi juga, Pa."

"Iya, Ma. Kamu benar."

***

Di dalam kamar, Cia yang semula duduk di pinggiran ranjang segera bangkit ketika melihat kopernya masih tergeletak di sudut ruangan.

“Kak, baju Cia ditaruh mana?” tanya Cia membuka obrolan.

Tak menjawab pertanyaan istrinya dengan ucapan, Leo hanya mengulurkan tangannya menunjuk sebuah lemari pakaian berwarna putih yang ukurannya lebih besar dari lemari pakaian miliknya.

Cia masa bodo dengan perlakuan Leo, ia tidak terlalu memikirkannya. Cia membuka lemari yang ditunjuk oleh Leo, ia terkejut melihat banyak pakaian miliknya yang sudah tersusun rapi disana. Dan ia melihat masih ada space kosong disana.

“Sejak kapan baju-bajuku berpindah disini? Kenapa aku tidak tahu kapan baju-baju ini dipindahkan dari lemariku? Ahhh tau gitu aku tidak usah repot-repot bawa baju!” desis Cia dalam hati.

Cia membuka koper miliknya, mengambil pakaian yang ia bawa lalu menyusunnya sesuka hati di sana karena memang ia tidak biasa melakukannya sendiri.

Beres dengan urusan pakaian, Cia kemudian merapikan buku-buku serta perlengkapan sekolahnya di atas sebuah meja, yang sepertinya merupakan meja kerja suaminya. Cia meletakkan bukunya di space kecil yang tersisa di rak meja itu.

"Rapi juga dia," batin Cia mengulum sebuah senyuman.

Cia menata semua perlengkapan sekolahnya di sana dengan serapi mungkin. Ia lantas menilik apa saja isi rak meja itu. Tanpa sengaja ia melihat sebuah bingkai foto yang terpajang di sana. Entah mengapa hatinya mencelos melihat foto Leo sedang berpelukan mesra dengan seorang perempuan disana.

"Kak Leo? Dengan siapa dia? Apakah ini kekasih Kak Leo?" batinnya.

Cia meraih bingkai foto itu, menatap miris foto tersebut. Dan tanpa ia sadari setitik air mata mulai jatuh membasahi pipinya.

"Lalu siapakah aku ini bagi Kak Leo?" batinnya tersenyum kecut.

"Pantas saja jika Kak Leo sangat cuek dan dingin kepadaku." Cia semakin merasa miris dengan dirinya sendiri.

Ceklek

Suara pintu terbuka, Leo keluar dari kamar mandi mengenakan celana boxer dengan bagian tubuh atas terbuka. Cia buru-buru meletakkan bingkai yang ia pegang lalu mengusap air matanya dengan cepat dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi membawa pakaian yang telah ia siapkan sebelumnya. Cia berjalan lurus, melewati Leo begitu saja tanpa menoleh sedikitpun.

Sekilas Leo melihat wajah sedih Cia, ia mengernyitkan dahinya penasaran. Ia berpikir sejenak, mengingat kira-kira apa yang telah ia lakukan sehingga membuat Cia sedih, tetapi Leo tidak menemukan jawabannya.

"Aneh!" batin Leo.

"Kenapa lagi dia? Kenapa dia suka sekali membuatku berpikir sih?" desisnya pelan.

Leo melirik ke arah rak meja miliknya yang terlihat full dengan buku-buku yang menurutnya kurang rapi. "Ckk! Apa-apaan Cia ini, berantakan sekali nata bukunya."

Leo berjalan ke arah meja, ia melihat bingkai fotonya dengan Kania-mantan pacarnya tergeletak terbalik di sana. Seketika ia berpikir jika itulah penyebab istrinya bersedih.

"Ah gara-gara ini rupanya," ucapnya.

Leo mengulurkan tangannya dengan ragu-ragu ia mengambil bingkai foto itu, menatap nanar gambar yang tercetak pada foto tersebut, sekilas ingatan tentang Kania kembali terlintas di pikirannya. Masa-masa indah bersama Kania, ucapan-ucapan manis dari Kania serta perlakuan lembut Kania terhadapnya. Leo tersenyum miring, ia menghembuskan nafas kasar.

"Andai saja kamu tidak melakukannya, cinta ini kupastikan hanya milikmu seorang, tapi sayang sekali kamu memilih menancapkan belati dalam hatiku." Leo mencengkeram bingkai foto tersebut.

"Selamat tinggal Kania! Jika kamu bisa menancapkan belati padaku, akan kupastikan samuraiku membunuhmu secara perlahan nanti!"

Ia tersenyum masam, ia segera melemparkan bingkai fotonya ke dalam tong sampah kemudian buru-buru mengenakan pakaian sebelum Cia keluar dari kamar mandi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro