Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ciuman Perpisahan


Leo mengedarkan pandangannya, ia melihat sebuah koper besar tergeletak rapi di sudut kamar. Ia juga melihat beberapa sepatunya dibiarkan berjajar di dekatnya dengan sebuah tas travel jinjing berukuran sedang.

Pandangannya kini beralih pada sofa panjang yang terletak di ujung ruangan. Ia mengulum senyum melihat sosok sang istri tertidur pulas disana dengan sebuah buku pelajaran yang berada dalam dekapannya.

"Dia disana rupanya," gumamnya.

Leo melangkahkan kakinya kecil, ia duduk berjongkok di dekat Cia. Ia mengambil buku yang dipeluk Cia secara hati-hati, meletakkannya diatas meja. Leo memperhatikan wajah Cia lekat, menyingkirkan helaian anak rambut yang menjuntai menutupi sebagian wajahnya. Hati Leo tergerak untuk mengulurkan tangan, mengusap lembut pipi Cia kemudian menempelkan bibirnya perlahan pada dahi, pipi dan juga bibir Cia. Meski hanya sebuah ciuman singkat saja tetapi itu berhasil membuat hati Leo berdebar hebat.

"Maafkan aku ya?" ucap Leo lirih.

Leo kembali mendaratkan bibirnya pada bibir ranum Cia, kali ini ia tak bisa menahan lagi dirinya. Leo mencium bibir Cia lembut dan dalam. Sesekali mengecapnya bak lolipop coklat, rasanya begitu manis dan memabukkannya. Ini pertama kalinya ia mencium sang istri dengan kesadaran penuh. Ia tersenyum jumawa melihat tubuh sang istri merespon dengan baik tanpa ada penolakan. Leo semakin terlena dibuatnya.

Sepersekian menit selanjutnya, Cia terlihat bergerak gelisah dalam tidurnya, Leo buru-buru menghentikan aksinya meski sebenarnya belum rela.

"Enggh!" suara lenguhan lolos dari mulut Cia ketika Leo melepaskan bibirnya.

Leo mengulum senyum, ia segera bangkit dari sana dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri karena jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Sementara Cia, ia saat ini tengah bermimpi dicumbu oleh Leo. Ia masih bergerak gelisah hingga ia hampir jatuh tersungkur di lantai. Ia buru-buru membuka matanya. Cia meneliti seluruh pakaiannya, ia bernafas lega karena pakaiannya masih utuh. Ia lantas meraba bibirnya lembut, ia merasa sedikit aneh dengan bibirnya. Ia pun segera berjalan menuju ke depan cermin.

"Astaga! Kenapa bibirku merah dan perih sekali di bagian bawah?" gumam Cia. Ia mengamati dengan seksama luka pada bibir bawahnya.

"Apakah ini akibat dari mimpi gilaku tadi? Ah aku benar-benar sudah gila," desisnya.

Cia masih berdiri di depan cermin, kali ini ia tak lagi sedang bercermin tetapi sedang berpikir dan merutuki dirinya sendiri karena telah bermimpi yang tidak-tidak. Wajah Cia memerah mengingat-ingat akan mimpinya tadi. Bertepatan dengan itu, Leo keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang tampak lebih segar daripada sebelumnya. Ia mengulum senyum memperhatikan tingkah sang istri saat ini.

"Ehem!"

Cia gelagapan, ia buru-buru menghentikan lamunannya. Ia menormalkan mimik wajahnya lantas menoleh ke arah sang suami.

"Mama sudah menyiapkan semuanya, Kak. Tinggal barang-barang pribadi Kakak saja yang belum dimasukkan ke dalam tas travel."

"Hem, aku akan menyiapkannya sendiri."

Cia hanya menganggukkan kepalanya saja sebagai respon, ia berjalan menuju lemari, mengambil baju rumahan secara random kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

"Huhh!" Cia menyandarkan tubuhnya pada daun pintu sembari memegangi dadanya.

"Kalau sampai Kak Leo tahu, mau ditaruh mana mukaku? Kak Leo pasti akan berpikir yang tidak-tidak tentangku!" Cia bermonolog dengan dirinya sendiri dalam waktu beberapa menit. Setelahnya, ia menanggalkan pakaiannya dan buru-buru mandi.

Jam setengah tujuh Leo dan Cia turun ke lantai bawah, mereka makan malam bersama dengan Wira dan Dara serta Nala. Di tengah makan malam Cia ditanya oleh Dara apakah besok Cia akan ikut ke bandara untuk mengantar Leo, Cia sebenarnya ingin menganggukkan kepalanya. Namun Leo tiba-tiba menjawab tidak.

"Kamu ikut, Sayang?" tanya Dara meminta pendapat dari Cia, ia ingin memastikan jika sang menantu akan ikut dengannya.

"Cia kan harus sekolah, Ma. Tidak mengantar Leo juga tidak apa-apa," sahut Leo cepat.

"Tapi kan, kalian mau LDR-an dua tahun? Apa kamu tidak ingin diantar Cia?"

"Sekarang jamannya canggih, Ma. Lagi pula Leo bisa pulang kapan saja jika Leo mau, pun sebaliknya kan?" sanggah Leo tak mau kalah.

"Cia sudah mau ujian kelulusan, Ma. Biarkan dia fokus dengan sekolahnya saja," imbuh Leo yang disetujui oleh Dara.

"Baiklah, terserah kalian saja bagaimana baiknya." Dara akhirnya mengalah dan pasrah.

Entah Cia harus bahagia atau bersedih mendengar keputusan itu, Cia pun bingung. Di satu sisi ia senang karena tidak perlu mengantar Leo, itu juga rencananya sejak awal. Namun, di dalam hatinya yang dalam ia merasa sedih mendengar perkataan Leo, ia seperti tidak rela. Tanpa Cia sadari sang ibu mertua telah memperhatikan dirinya yang sedang melamun sembari mengaduk-aduk makanannya cukup lama.

"Cia, kamu kenapa? Makanannya gak enak?" Suara Dara membuat Cia yang sibuk dengan pemikirannya pun terperanjat.

Cia buru-buru menggelengkan kepalanya. "Enak kok, Ma. Cia hanya sedang kepikiran tugas sekolah Cia tadi," tutur Cia sembari menampilkan deretan gigi putihnya.

Wira terkekeh mendengarnya, ia lantas menasehati sang menantu untuk berpikir lebih santai agar tidak terbebani. "Kamu segera selesaikan makan malammu, Cia. Setelahnya, segeralah pergi mengerjakan tugas sekolahmu."

Cia menganggukkan kepalanya dan tersenyum manis. "Iya, Pa."

Seperti nasehat Wira, Cia menyelesaikan makan malamnya dengan cepat. Ia berpamitan kembali ke kamarnya untuk mengerjakan tugas. Pun dengan Leo yang juga turut serta berpamitan. Mereka berdua kembali ke kamar secara bersamaan.

Cia mengambil buku-bukunya, membawanya menuju teras kamar mereka. Ia belajar di sana hingga larut malam dan tidur ketika Leo dirasa sudah terlelap.

Leo berangkat jam empat pagi dari rumah, sebenarnya Cia sudah bangun tetapi ia pura-pura tidur karena ia ingin tahu apa yg akan dilakukan oleh Leo. Ia tahu Leo mandi dan bersiap, ia juga tahu Leo sibuk kesana kemari meneliti kembali barangnya. Bahkan Cia tahu Leo melangkahkan kaki keluar kamar.

Cia kecewa karena Leo benar-benar tidak membangunkannya dan pergi begitu saja tanpa berpamitan kepada Cia.

"Kamu benar-benar pergi rupanya," ucap Cia tersenyum kecut.

Sejak saat itu Cia semakin yakin jika dirinya benar-benar tidak artinya untuk Leo. Dan dia bukanlah perempuan yang Leo harapkan di dalam hidupnya. Cia mengembangkan senyumannya, ia terkekeh pelan meratapi dirinya.

"Kamu harusnya tahu diri, Cia!" ucap Cia lirih yang diiringi air mata.

"Mulai hari ini dan seterusnya, kamu harus berjuang Cia!" Cia menyemangati dirinya sendiri.

Cia bangkit dari tidurnya, mengusap air matanya kemudian membersihkan diri dan memutuskan pergi ke sekolah sebelum kedua mertuanya pulang ke rumah.

"Mau berangkat sekarang, Non?" tanya sopir yang dipekerjakan Leo khusus untuk mengantar dan menjemput istrinya.

"Iya, Pak. Saya ada janji dengan teman untuk menyelesaikan beberapa tugas pagi ini," jawab Cia seraya melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil.

Dan seperti hari sebelumnya, ia adalah orang pertama yang datang di sekolah. Cia memutuskan menunggu pintu gerbang sekolahan dibuka di kedai depan sekolahnya.

"Gerbangnya belum dibuka, Non?" tanya si sopir yang bernama Arman.

"Iya, Pak. Sebentar lagi buka, Cia tunggu di kedai depan saja gak apa-apa kok. Bapak pulang saja." Cia turun dari mobil dan berpamitan kepada sopir.

Si sopir mengarahkan kamera ke arah Cia yang hendak menyebrang jalan, ia kemudian mengirimkan foto Cia kepada majikannya sebagai tugas pertamanya. Sementara Cia, ia saat ini sudah berada di dalam kedai menikmati semangkuk soto daging favoritnya dan segelas teh jasmine hangat yang masih mengepulkan uap.

"Cia!" seru seseorang yang membuat Cia segera menoleh.

Entah ini suatu kebetulan ataukah pertanda alam, Cia bertemu lagi dengan sosok yang sama seperti hari lalu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro