Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Akibat Sebuah Percintaan

Pagi ini hujan mengguyur ibu kota, dua orang insan yang semalam memadu cinta kini masih tertidur pulas dalam gelungan selimut tebal yang membungkus tubuh polos keduanya. Tak ada pergerakan, keduanya sama-sama pada posisi nyaman mereka hingga seseorang datang dan mengubah takdir keduanya.

"ALCIA! LEO! APA YANG KALIAN LAKUKAN?" seru seorang wanita paruh baya dengan gaya nyentrik melihat anak dan keponakannya tidur dalam posisi intim dan tanpa mengenakan sehelai pakaian pun.

Suara wanita itu sukses membuat seorang gadis bernama Alcia yang akrab dipanggil Cia seketika terbangun dari tidurnya.

"Apa sih, Ma? Kenapa teriak-teriak? Cia masih ngantuk nih," tuturnya santai, ia memegangi kepalanya yang masih terasa pening akibat minuman keras yang semalam ia tenggak. Bukannya segera bangun Cia malah kembali memejamkan mata.

Sementara seorang pria yang tidur disampingnya juga ikut terbangun mendengar suara Cia berbicara. Tak berbeda dengan Cia, pria itu juga terlihat masih linglung. Ia belum sadar sempurna. Tetapi ia segera menggosok-gosok matanya begitu merasa familiar dengan suara yang baru saja ia dengar.

"Suara siapa sih ribut-ribut," batin Leo.

Begitu matanya terbuka sempurna ia terkejut melihat sosok sang tante sedang berdiri diambang pintu dengan berkacak pinggang. "Tante," panggilnya sembari tersenyum lembut.

"Kenapa Tante Lia berdiri di situ?" lanjutnya seraya bergerak menegakkan tubuhnya. Lia tak menjawab ia membiarkan sang keponakan memperoleh kesadaran dirinya terlebih dahulu.

Leo bingung melihat sang tante yang hanya diam, ia terdiam sejenak mengumpulkan kesadarannya, sesekali ia memijat pelipisnya yang terasa pusing. Matanya fokus ke depan ke arah Lia-tantenya. Ia mengamati mimik wajah marah Lia, kemudian kembali berpikir apa yang membuat sang tante marah kepadanya. Begitu Leo hendak mencari keberadaan kaos oblongnya, ia baru menyadari jika bukan hanya bajunya yang tercecer disana.

"Tunggu! Dress, bra dan itu …." Leo mendesis dalam hatinya, otaknya sibuk mengingat apa yang terjadi semalam tapi kepalanya terlalu payah pagi ini.

Ia secepat kilat meraih bajunya kemudian menoleh siapa gerangan yang tidur di sampingnya. Leo menggelengkan kepalanya cepat begitu sosok yang sangat ia kenali dan ia sayangi tidur lelap tanpa berbalut selimut di sampingnya.

"ALCIA!" seru Leo sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Teriakan Leo membuat Cia benar-benar terkejut, kali ini Cia langsung duduk menegakkan tubuhnya dan membuka matanya sempurna. Cia menoleh ke arah samping, mengamati siapa sosok yang berada di sisi ranjang. Betapa terkejutnya ia mendapati Leo disana dengan telanjang dada.

"Kak Leo," gumamnya lirih sembari melotot.

Cia buru-buru memeriksa dirinya, betapa terkejutnya ia melihat tubuhnya polos tanpa busana.

“Astaga! Bajuku,” jerit Cia frustasi. Ia bertambah takut kala sang ibu berdiri dengan berkacak pinggang di ambang pintu.

Tak tak tak

Suara pantofel yang beradu dengan lantai marmer terdengar makin ketara, seorang bertubuh gagah  dengan pakaian kantor yang telah rapi berjalan mendekat ke arah sumber suara bising. Ia dengan wajah khawatir bergerak mendekati sang istri.

"Ada apa sih, Ma? Kenapa berisik sekali pagi-pagi?" tanya Firman.

Lia langsung memeluk sang suami, ia tidak langsung menjawab. Ia hanya menunjuk ke arah dalam kamar, tepatnya ke arah ranjang. Bagai disengat aliran listrik ribuan volt, Firman begitu terkejut melihat anak serta keponakannya berada di ranjang yang sama dengan penampilan yang acak-acakan dan pakaian yang berserakan di lantai.

Firman memejamkan matanya sejenak, perasaan kaget, marah, dan bingung bercampur menjadi satu. Ia mengusap lembut punggung sang istri yang sudah menangis terisak dalam dekapannya, menghela nafas dalam kemudian membuka matanya secara perlahan.

“Mandi! Dan temui kami di ruang tengah setelahnya!" ucap Firman lugas dengan sorot mata tajam.

Firman berjalan menuntun sang istri pergi meninggalkan ruangan kamar tersebut menuruni anak tangga menuju ke ruang tengah. "Ma, tenang. Mama jangan nangis gini ya," ucap Firman mencoba menenangkan hati sang istri.

***

Di dalam kamar, Cia dan Leo masih diam membisu seribu bahasa. Mereka sama kagetnya dengan Lia dan Firman. Tak ada pembicaraan diantara mereka berdua hingga Cia membuka suara.

"Kak, a-aku …." Cia hendak membuka suara tetapi Leo tak menggubrisnya, ia malah sibuk mengenakan pakaiannya dan berlalu ke dalam kamar mandi tanpa menoleh sedikitpun ke arah Cia.

Sedih! Hancur! Begitu yang Cia rasakan saat ini. Cia melilitkan selimut tebal pada tubuhnya, sembari berjalan tertatih ia memunguti pakaiannya dan pergi ke dalam kamar tidurnya yang terletak tepat di samping kamar tidur yang saat ini ia tempati.

"Awwwh Shhh!" Sesekali Cia meringis merasakan ngilu pada bagian bawahnya.

Cia masuk ke dalam kamar, melempar selimut yang membungkusnya ke sembarang arah kemudian masuk ke dalam bak mandi yang ia isi dengan air hangat. Cia merendam tubuhnya yang terasa seperti remuk dan tak bertulang. Memijat lembut bagian-bagian yang masih bisa ia jangkau dengan tangannya. Ia mandi sembari menangis sesenggukan, sungguh ia tak percaya semua ini akan terjadi kepadanya.

"Aku harus apa sekarang? Semua orang pasti membenciku," desisnya lirih.

Tok tok tok

Ketukan dari luar kamar mandi membuat Cia segera menghapus air matanya. "Ya, siapa?" tanya Cia dengan suara bergetar.

"Bi Nun, Non. Tuan meminta Non Cia segera turun," tutur salah satu asisten rumah tangga di rumah Firman yang bernama Bi Nun.

"Iya, Bi. Saya akan segera turun." Cia bangkit dari dalam bak mandi, membilas tubuhnya yang penuh dengan busa dengan air dingin dan keluar menuju ruang ganti.

Cia berjalan pelan membuka lemari pakaian, mengambil sebuah dress kemudian mengenakannya dengan tergesa. Ia lantas berjalan ke arah meja rias, memoles wajahnya tipis, dan menyisir rambutnya. Ia memperhatikan pantulan penampilannya di cermin, memastikan bahwa riasannya sudah pas, tapi ia dibuat melongo melihat banyak bercak merah yang berada di sekitar leher hingga dadanya. Ia panik, ia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih panjang dan menutup bagian dada hingga setengah lehernya, kemudian mengurai rambutnya.

"Oke, perfect! Ayo segera turun, Cia!" ucap Cia kepada dirinya sendiri.

Cia melangkahkan kaki menuruni anak tangga besar yang melingkar menuju lantai bawah, sepanjang langkah kakinya ia terus saja merapalkan doa sebanyak yang ia bisa. Begitu langkahnya kian mendekat ia dikejutkan oleh keberadaan Wira dan Dara yang sudah duduk di ruang tengah.

Dapat Cia lihat, wajah semua orang begitu tegang disana, Cia duduk di sofa kosong yang tersisa, tepatnya di samping Leo. Ia duduk sembari menundukkan kepala disana, tidak berani menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia hanya diam mendengarkan pembicaraan antara ayah dan saudara laki-lakinya yaitu Om Wira sembari merenungi nasib apa yang akan ia terima setelah ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro