1.
Jangan marah kalau ada yang menyebutmu dengan kata Anjing. Soalnya bisa jadi itu bentuk penghormatan. Kecuali, dia memerlakukanmu seperti Anjing. Kau wajib marah.
Ata yang bilang begitu, lebih tepatnya ia membatin sendiri. Soalnya, terlalu lelah kalau harus membuka suara. Dan, lagipula, itu sungguhan. Dulu di era Mongol, Genghis Khan digelari Subudei (salah satu jenis anjing perang), dan orang-orang yang mendapat gelar itu berarti sedang mendapat sebuah penghormatan. Karena itu, Ata tidak menghiraukan saat Justin dengan emosi memanggilnya dengan sebutan itu, dan mengolok orang lain—yang juga dianggap layak disebut seperti hewan kaki empat—dengan kata itu. Tapi Ata mulai naik darah saat Justin dan teman-temannya mulai main fisik. Jadi, jangan salahkan Ata, kalau pergumulan itu terjadi. Meskipun itu artinya, dia harus berada di dalam ruang BK siang ini. Dan ini pertama dalam hidupnya.
Sebuah suara langkah dari high heels terdengar. Lalu suara itu berganti jadi dehaman kecil yang khas. Membuat setiap cowok itu menelan ludah karena ngeri.
“Jadi, siapa yang mulai di antara kalian berdua?” tanya Bu Sumi, guru BK yang punya gaya bicara mirip Dolores Umbridge itu. Semua anak percaya kalau Bu Sumi punya semacam rahasia turun temurun dalam menjaga pita suaranya. Guru itu, cukup berdeham kecil untuk menyudahi keributan.
“Ayo, siapa?” tanya Bu Sumi lagi.
Ata dan Justin saling tatap sebentar. Lalu mereka buang muka.
“Siapa?!” Sumi kehilangan kesabaran. Ia menggebrak meja.
Ata melonjak. Memang, pertengkaran yang melibatkan dirinya dan Justin hari ini sudah menjadi sorotan satu sekolah. Ata biasanya mengalah. Ata biasanya diam saja saat diganggu. Tapi tadi siang dia melawan dan berkelahi seperti orang kesetanan dengan Justin. Meski kesetanan itu, tetap membuat keadaan Ata yang tidak jago berantem jauh lebih parah.
“Keliatannya sih saya, Bu.” Justin bersuara.
“Keliatannya, keliatannya, memang kenyataannya ini ulah kamu Justin!” tunjuk Bu Sumi lagi.
Justin nyengir sambil mengangguk-angguk.
Bu Sumi memelotot. Lalu menjewer kuping Justin sambil mengomel ini itu. Ata yang sejak tadi diam menyaksikan dengan bosan. Terlebih Justin, masih saja sok ganteng di saat seperti ini.
Kejadian interogasi yang teatrikal itu berlangsung selama beberapa jam sampai akhirnya Justin terbukti bersalah. Cowok populer di sekolah itu dihukum skorsing selama tiga hari atas ulahnya yang sering melakukan tindakan perundungan di sekolah, terutama pada Ata. Cowok pendiam di sekolah.
Lagi, Bu Sumi mendamprat Justin. Lebih tepatnya Ata dan Justin. Soalnya kedua anak itu tidak mau bermaafan.
“Ada apa dengan kalian?! Kalian dulu dekat kan?” pekik Bu Sumi lagi. Guru itu cukup ingat kalau dulu, saat Ata dan Justin kelas satu, keduanya dijuluki Duo Bunga lantaran berduet nyanyi dangdut saat dihukum karena melakukan pelanggaran selama MOS. Tapi sekarang, entah kenapa dua anak di depannya ini seperti anjing dan kucing. Justin yang dominan. Dan Ata yang seperti tidak punya perlawanan.
“Kami nggak pernah dekat.” Justin mengklarifikasi.
Ata bergeming.
“Baik. Ini bukan soal dekat atau tidak. Tapi, Ibu mau kalian nggak berkelahi lagi.”
“Saya nggak pernah berkelahi. Dia yang mancing,” ucap Ata dingin sambil membetulkan letak kacamatanya.
Bu Sumi menghela napas. “Ter-se-rah. Kalian saya hukum skorsing dua hari.”
“APA?!”
Ata mendengkus. “Ibu nggak salah hukum? Saya korban di sini.”
“Ibu, kita cuma berantem, bukan menggelapkan soal ujian atau semacamnya!” tandas Justin tak mau kalah.
Mendengar itu, Bu Sumi langsung mendelik. Dia lantas mendedaskan begitu banyak kemarahan. “CUMA BERANTEM KAMU BILANG?! CUMA?! Kalian sudah mengganggu ketertiban sekolah! Kaca perpustakaan yang pecah itu, ulah kalian kan? Pot-pot bunga yang berantakan itu, ulah kalian juga kan? Janda bolong itu! Aglonema itu! Hancur semuanya! Kalian kan yang obrak abrik? Saya nggak peduli siapa yang salah, yang saya tahu kalian berkelahi!” marahnya kemudian sambil menunjuk-nunjuk Ata dan Justin.
“Justin, sekali lagi kamu cari gara-gara, saya akan laporkan hal ini ke Mama kamu. Ingat itu. Dan kamu Ata, saya harap kamu belajar untuk tidak meladeni tingkah Justin.”
Lalu guru itu langsung ceramah soal masa depan, pertemanan, jati diri dan masih banyak. Dia terus mengomel sampai ketika sebuah ketukan pintu mengagetkan mereka semua. Dan tanpa diminta, seorang siswi di balik pintu itu langsung masuk lalu meneriakkan satu hal.
“IBU SUMI! ANDA KESURUPAN LAGI!”
Semua menoleh kaget.
Untungnya, siswa perempuan bernama Lena itu mengerti intonasi. Kalau sampai dia mengucapkan Ibu Sumi! Anda kesurupan lagi? Maka, sudah pasti Lena akan kena damprat Bu Sumi. Tapi gadis yang sudah menjadi anggota PMR sekolah sejak 1913 itu berkata Ibu Sumi! Anda kesurupan lagi!
Jadi Lena bisa bernapas lega.
Tapi tetap saja kalimat itu lumayan bikin salah paham dua cowok bertampang tolol di depan Bu Sumi. Soalnya, mereka langsung mundur dan merapal doa sambil menatap Bu Sumi. Takut kalau guru itu langsung ngamuk-ngamuk persis mbak-mbak di film Constantine.
Mengetahui gelagat siswa-siswa bengalnya itu, Bu Sumi memekik.
“BUKAN SAYA!”
***
Keluar dari gerbang sekolah. Satu langkah, dan Ata bernapas lega. Akhirnya dia bisa keluar dari tempat penindasan itu. Dan itu selama dua hari penuh! Skorsing bisa jadi cara untuk istirahat sebelum kembali bertemu Justin dan kawan-kawannya. Yah, menghindar sekalipun, Justin dan teman-temannya selalu bisa menemukan Ata di sekolah ini.
Ata berjalan menuju halte. Agak menunduk-nunduk karena berdesakan dengan siswa lain. Sekilas Ata bisa mendengar siswi-siswi dari sekolahnya sedang mengoceh soal peristiwa kesurupan yang baru saja terjadi hari ini. Ata mencoba mengingat. Siang tadi, selepas Lena datang ke ruang BK, Bu Sumi langsung menyuruh Ata dan Justin keluar ruangan. Lalu guru itu langsung menyusul mengikuti Lena.
Oh, berita itu. Batin Ata tak peduli.
Gosip-gosip seperti itu terlalu rendah untuk masuk ke gendang telinga Ata yang suci. Dia jauh lebih peduli pada cuaca siang ini. Agak lembab saja rasanya. Menurut ramalan cuaca, hari ini akan turun hujan. Dan Ata itu durhaka pada pribahasa Sedia payung sebelum hujan.
Sambil terus menunggu angkot jurusannya yang belum juga datang, Ata mengusap wajahnya yang memar. Kalau sampai Ellin lihat, dia pasti kena damprat. Tantenya itu tidak akan pernah terima kalau Ata jadi korban keisengan teman-teman di sekolahnya.
Sesaat kemudian, Ata terkesiap. Dia lalu membuka tasnya cepat-cepat, memeriksa isi dalamnya. Sebelum perkelahian itu terjadi, Justin sempat melempar tas Ata ke dalam selokan di belakang perpustakaan. Ata tidak akan rela kalau barang penting di dalam tasnya rusak. Ata menggali lebih dalam tasnya. Lalu ia menemukan apa yang ia cari. Benda itu baik-baik saja. Cowok berkacamata itu mengembuskan napas lega.
Langit semakin mendung. Ata merapatkan duduknya dengan tiang halte. Dan saat dia melihat langit, rinai-rinai hujan mulai membasahi jalan, atap dan apa saja. Ata mulai mengeluh. Agak menggigil, dia mengatupkan kedua tangannya. Mendesah pelan kapan hujan sederas ini akan berhenti. Namun mendadak, pandangannya tertuju pada seorang cewek yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya. Cewek itu mengenakan seragam yang sama seperti dirinya. Wajahnya manis tapi getas dengan bola mata yang tidak bergerak sama sekali. Tangannya terulur ke arah tempat air hujan jatuh dari atap halte. Dan, kepalanya didongakkan. Sesekali, ia melirik jam tangannya.
Masih mengusap lebamnya yang perih, Ata memandang heran. Tapi, ada banyak masalah di dunia ini yang lebih layak diperhatikan ketimbang cewek di sampingnya. Ata melempar pandangannya ke tempat lain. Dia tidak peduli cewek itu mau apa. beberapa menit berlalu, tapi cewek itu tidak merubah posisinya juga. Dan, lama-lama Ata penasaran. Jadi dengan melipat tangan, ia bertanya,
“Kamu ngapain sih?”
Cewek itu, yang lebih terganggu lagi, menyeka matanya yang basah lalu menoleh. “Nunggu hujan.”
Atta melongo sedikit. “Kan sudah hujan.”
“Iya, tapi bukan yang ini.”
Ata mengernyitkan dahi. “Jadi?”
“Aku nunggu yang 10 menit setelah tetesan pertama.”
“Ha?”
“Hmm."
Lipatan dahi Ata semakin tebal. Cewek ini nggak masuk akal. Dia ingin komentar lagi tapi cewek itu mendadak menoleh cepat ke jam tangannya lalu bersorak sendirian.
Lalu dengan kecepatan cahaya, dia menerobos hujan dan lari-lari seperti anak kecil. Lalu menghilang.
Ata melepas kepergian cewek itu dengan mulut setengah terbuka. Lalu ia menyilangkan dua jari telunjuknya tepat di dahinya. Bahasa universal untuk berkata,
“Dasar sinting.”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro