(3) Sandal Yang Tertukar
Tim marketing menghubungi Yuda, pagi menjelang siang. Laporan bahwa pameran sekaligus ajang promo di event Expo sudah siap. Yuda memang berjanji akan berkunjung siang ini. Maka dari itu, begitu selesai mengecek perkembangan pembangunan rumah tipe 54 ia bergegas menuju lokasi.
Mobil hasil jerih payah yang akhirnya lunas itu dikendarainya dengan kecepatan sedang. Mau membalap, tapi ia tak punya bakat secuil pun dari Rio. Kecepatan mengendarainya setara Tayo. Tak apa cemen, asal selamat.
Tiba di lokasi, Yuda sempatkan membeli air mineral yang ia bawa serta saat berkeliling nanti.
"Gimana?" sapanya begitu sampai di stan tim marketing bertempat.
Tisa datang menghampiri. "Aman, Pak. Silakan duduk, Pak."
Yuda duduk sejenak. Diamati aktifitas tim marketing yang menawarkan brosur, membenarkan layar, menjelaskan tipe rumah, fasilitas, anguran bulanan, dan sebagainya pada sepasang suami istri yang tengah bertandang. Posisi rumah dengan konsep villa, karena berada di bukit membuat daya tarik yang mumpuni.
Setelah puas mengamati, bertanya ini-itu, Yuda pamit ingin berkeliling. Melambaikan tangan, ia bergerak pada stan-stan lain yang beraneka ragam. Di salah satu stan, Yuda berhenti. Diamatinya produk susu kambing etawa beserta khasiat yang didapat jika mengonsumsinya menjadi perhatian Yuda.
"Anjelo, untung kamu bukan etawa dan betina. Aku nggak bakal tega nyusu ke kamu." Yuda menggelengkan kepala sambil bergumam. Melihat gambar kambing etawa yang hitam, mengingatkannya pada Anjelo.
"Mari, Mbak, Mas, jilbab buat istri, adik, atau ibunya."
Pandangan Yuda beralih pada stan di sebelahnya. Seorang gadis dengan senyum merekah tengah menawarkan barang dagangannya.
Langkah Yuda otomatis mendekat. Dilihatnya jilbab aneka warna yang digantung. Model pun beraneka ragam dari pashmina, segi empat, syar'i, hingga instan. Yuda jadi mengingat seseorag dan ingin membelikan sebuah jilbab. Apalagi, akhir bulan ia berencana menemui orang tersebut.
Dengan semringah, Yuda mendekat. "Mbak, yang sama cadar tapi warna merah marun ada nggak?" Yuda bertanya sembari membolak-balik gantungan jilbab plus cadar yang semuanya warna hitam.
"Ada, Mas. Warna lain juga ada. Buat istrinya, Mas? Di sini, mari."
Yuda mengikuti langkah gadis manis dengan jilbab bolak-balik yang menjuntai sepinggul. Di balik tumpukan jilbab yang masih segel, Jenar menemukan warna yang diinginkan Yuda.
"Boleh dibuka, Mbak?" Yuda minta izin.
"Silakan."
"Ada kaca, Mbak? Saya mau nyobain."
"Ada kok, Mas. Eh, apa!"
Teriakan Jenar mengagetkan Yuda, hingga laki-laki yang memeluk plastik isi jilbab itu mendoyongkan tubuh ke belakang. "Mbak, saya kaget."
Jenar mengusap dada. "Eh, Maaf, Mas. Saya juga kaget. Anu, tadi Mas bil-"
"Lah, nyobain kira-kira seberapa panjang kalo dipakek, Mbak. Buat ngira-ngira aja. Kan, takutnya sampek rumah jilbabnya nggak nutupin pantat. Eman-eman nanti nggak mau pakek."
Jenar merasa malu sendiri. "Maaf, Mas, saya sudah su'udzon. Silakan kalau begitu, Mas. Ada kaca di dalam. Masuk saja."
"Oke, Mbak. Tapi saya sendirian aja masuknya. Mbaknya nggak usah ikut."
Jenar mengusap dadanya lagi sambil menarik napas. "Jelas itu, Mas." Jenar hampir emosi mendengar gelagat calon pembelinya.
"Jangan berpikir aneh dulu, Mbak. Maksudnya Mbak percaya saja kalau saya nggak bakal bawa kabur barangnya." Kemudian kekehan Yuda terdengar menyebalkan di telinga Jenar.
***
"Mak, aku mau beli tahu tek. Mak mau nggak?"
Menjelang magrib', Yuda menawari Mak Sari yang asyik menonton Rumah Uya. Keduanya sudah makan sejam lalu. Tapi Yuda mendengar ada penjual tahu tek yang ramai. Penjualnya tidak membuka kedai, melainkan gerobak dorong yang berkeliling. Menurut tetangganya juga, penjual tersebut memang sedang hits karena saat mengulek bumbu sambil menyalakan musik dangdut dari hape dan bergoyang penuh gairah. Porsinya banyak, bumbu melimpah, goyangan juga asoy. Jadilah Yuda tergiur.
"Minta kamu aja, Le. Mak jek wareg." (Mak masih kenyang)
Yuda pun pamit. Ia juga meminta Mak Sari ke masjid dekat rumah saja, karena tidak bisa menemaninya jamaah di rumah. Yuda berencana salat di masjid komplek sebelah, sekalian menunggu tahu tek bergoyang.
Sepeda motor Supra dua tak ia nyalakan. Melaju ke arah sebuah perumahan yang tak jauh dari perkampungannya. Dulu Anjelo pernah kabur sampai ke sana. Kalau jalan kaki memang terlihat dekat, karena melewati lapangan yang menjadi jalan tembus. Sementara jika naik motor harus putar arah.
Begitu sampai di lokasi yang ia terima, Yuda belum melihat gerobak goyang yang dimaksud. Masjid terdekat yang ia temui, menjadi tujuannya. Ia akan duduk-duduk dulu sambil nonton Kamutube Go. Ada banyak video Larva kesukaannya yang bisa membunuh jenuh.
"Kalau pakek topi, bacanya?"
"Ba."
"Ada tongkatnya?"
"Baaaa."
"Hem."
Suara teriakan anak yang berkejaran, diselingi suara lantunan surat pendek yang dibaca keras, bacaan iqro yang terbata-bata, hingga suara seorang perempuan yang sayup-sayup menggunakan istilah aneh pada seorang anak yang duduk berhadapan.
Yuda melongokkan kepala melihat aktifitas di dalam masjid lewat pintu kaca. Hanya ada perempuan berjilbab dengan wajah terhalang anak perempuan berkerudung Marsha. Mengabaikan, Yuda kembali fokus pada Larva di hape.
Ketukan suara sendok pada botol kecap, membuat Yuda mendongak dan menoleh. Gerobak tahu tek datang. Melihat sang penjual yang berhenti dan mulai menyalakan lagu dangdut milik Nella Kharisma, membuat ia yakin dialah yang ia cari.
Berjalan pelan, Yuda hendak mendekat. Namun diserobot oleh ibu-ibu berdaster yang minta duluan. Pesan lima pula. Yuda pasrah mengalah.
"Tahu tek satu pakai telur," pesan Yuda. "Tak tinggal ke dalem, Mas."
"Siap!"
Penjual tahu tek dengan rambut gondrong itu pun segera meracik bumbu sambil bergoyang. Yuda pun masuk ke masjid. Melirik jam, sepertinya azan akan segera berkumandang. Ia putuskan mengambil wudhu.
***
Jenar membenarkan jilbab setelah selesai melipat mukena. Selesai mengajar ngaji, ia mengajak anak-anak sekalin agar jamaah magrib sebelum pulang.
Setelah rapi, Jenar menyambut tangan anak-anak yang berpamitan padanya. Sembari berjalan keluar, ia gegas membuka ponsel. Ada pesan masuk dari kakak tirinya, bahwa mereka minta segera dimasakkan. Mendesah, Jenar segera mencari sandal japit warna putih yang merakyat. Nasib sandal sejuta umat, kalau saat begini pasti susah. Karena banyak yang mirip.
Setelah pandangannya bertemu sepasang sandal miliknya, Jenar gegas melangkah turun anak tangga. Ia paskan di kakinya, namun suara teguran langsung ia terima.
"Loh, Mbak, sandalku kuwi. Loalah ... kok sampeyan gawe to. Mosok aku muleh nyeker?" (itu. Kok kamu yamg pakai? Masa aku pulang telanjang kaki?)
Jenar mendongak. Dilihatnya seorang laki-laki dengan celana bagian kanan masih terlipat ke atas sebatas betis. Lalu melirik sandal yang ia pakai. "Ini sandal saya, Mas."
"Lah, sandalku itu, Mbak. Lihat aja sebelah kiri, ada benang layangan merah."
Jenar memperhatikan saksama dalam gelap. Benar juga. Tapi kok mirip dan pas dengan kakinya? Apa kakinya yang besar seperti laki-laki? Ia melepaskan kaki dan naik kembali ke tangga. "Maaf, Mas. Silakan."
Yuda ingin marah, tapi begitu melihat wajah meringis yang garuk-garuk pipi di hadapannya jadi tak tega. Sandal Mak Sari yang ia bawa bisa dimarahai juga kalau hilang atau tertukar.
Tunggu. Sepertinya Yuda mengingat wajah itu. Mengernyit saksama, memperhatikan si gadis yang mencari sandalnya sambil memelototi teras yang remang. Yuda ingat sekarang.
"Mbak, jilbabnya bagus."
Jenar menoleh. "Hah? Jilbab saya ini sudah dari SMA, Mas. Masa masih bagus? Remang-remang begini masa bikin Mas jadi rabun?"
Yuda menepuk jidatnya. "Jilbab yang tak beli kemarin itu loh, Mbak. Bagus, bahannya adem, panjang juga."
Jenar makin meringis. "Oh, kirain. Jilbab yang buat istrinya itu to, Mas?"
"Kepo. Ya udah, Mbak. Saya duluan. Selamat mencari sandal."
"Ya, Mas, hati-hati."
Setelah memakai sandal, Yuda menoleh lagi. "Perlu dibantu, Mbak?"
"Nggak usah, Mas. Sudah ketemu kok. Ternyata saya tadi pakek sandal japit warna merah."
Yuda bergumam, "Mbohlah. Piye bocah iki." Menggelengkan kepala, ia segera pergi. Tujuannya sekarang adalah tahu tek.
_______________
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro