Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(25) Bolu Gulung

Yuda sudah siap-siap berangkat. Agar tak terlihat mencolok dan terlalu rapi seperti berangkat kerja, kali ini ia hanya memakai kaus berkerah dan celana jeans. Sebuah topi polos menutupi kepala.

"Bilangin Jenar, Mak rewang tahlilan di tetangga. Mak juga pengen ketemu Jenar."

"Rebes, Mak."

"Ati-ati di sana, Le. Sodara Jenar jahat semua. Perempuan, tapi nggak ada yang sopan," peringat Mak Sari mengingat dulu ia pernah berkunjung ke rumahnya.

"Masa, Mak? Jenar bilang kakak-kakaknya baik kok. Ya udah wes, aku berangkat dulu."

***

Jenar sedang memasak kala ponsel di atas meja makan berdering. Rupanya Yuda menelepon. Tanggung karena tangannya repot memegang serok dan sutil, Jenar mengabaikan. Ia akan menghubungi nanti. Masih pukul enam pagi juga, belum tentu Yuda akan datang sepagi ini.

Sebelum pukul tujuh, masakannya harus sudah matang karena Tinah dan kakak-kakaknya hendak pergi belanja. Muter-muter di Kediri, sambil buang duit buat baju, bedak, salon, dan makan harga resto. Setelah sarapan, baru lima orang tersebut bersiap. Tak mau belepotan, makanya memilih makan baru dandan. Sementara Jenar ia biarkan saja menjaga rumah sendirian.

"Lele udah mateng?"

Lilis datang sambil menggenggam ponsel. Sang pacar dari tadi sudah mengirimi pesan. Diajak kencan, ke kolam renang Pagora buat cari sudut sepi.

Jenar menoleh. "Udah. Belum tak taruh piring."

Lilis mengangguk tanpa berniat membantu Jenar membawa lele goreng ke piring dan meletakkan di meja makan. Mahasiswa yang lahir di tahun sama dengan Jenar tapi minta dipanggil Mbak itu melengos pergi ke kamar Tinah.

"Buk, pacarku ngajak kencan. Aku nggak ikut belanja yo?" pamitnya.

"Yo, ra popo."

Lilis girang. Ia segera mengabari sang kekasih yang lihai bermain lidah dan kecupan itu buat menyanggupi ajakan kencan. Ia pergi ke dapur dan makan lebih dulu. Ia butuh dandan lebih lama, dan saat kekasihnya datang ia sudah siap di depan.

Selesai dengan lele goreng dan sambal terasi, Jenar menatanya di meja. Kemudian ia lanjut menjemur baju yang semalam sudah dicuci.

***

Pukul sepuluh pagi, Yuda tiba di rumah Jenar. Melihat pintu gerbang terbuka, Yuda mengintip di tembok. Rupanya orang yang ia cari asyik menyirami tanaman.

"Assalamualaikum."

Jenar menoleh ke arah gerbang sambil menjawab. Melihat ada kepala Yuda yang menyembul sambil melambaikan tangan, Jenar tertawa kecil. Lekas ia matikan kran air dan menyambut Yuda.

"Mak mana? Nggak ikut?"

Jenar mencari sosok Mak yang mungkin berada di balik punggung Yuda atau sedang sembunyi. Nyatanya tak ada. Rasa kecewa menyusup. Yuda yang melihatnya, segera mengalihkan perhatian.

"Mak repot ada tahlilan tetangga. Bantu masak. Oh ya, aku cuma bawa roti begini nggak papa?"

"Alah, Mas, ngapain repot bawa roti juga."

Jenar menerima bungkusan yang dibawa Yuda. Dua bolu gulung yang sudah dipotong-potong oleh penjualnya dengan rasa berbeda, ia sempatkan beli tadi.

"Ayo masuk, Mas. Tapi di luar aja ya, soale orang rumah pada keluar. Biar kelihatan orang, hehehe."

Yuda paham. Ia pun mengikuti langkah Jenar dan duduk setelah gadis itu mempersilakan. Sementara Jenar membuat minuman dan menyajikan roti yang dibawa Yuda, laki-laki itu mengamati tanaman yang tampak segar karena baru saja disirami.

"Adanya cuma es teh, Mas. Lagi panas, makanya tak buatin yang dingin."

Jenar menata gelas dan piring. Yuda tak mau tinggal diam. Ia pun turut membantu. Tak ayal lirikan pun terjadi. Yuda yang kedapatan tengah melirik, membuat Jenar kikuk. Untung saja Yuda segera meringis, yang dibalas Jenar dengan senyum kecil.

"Rumahnya asri ya? Seger lihatnya," komentar Yuda.

"Alhamdulillah, Mas. Tapi rumah Mas juga asri banyak tanamannya juga."

Obrolan keduanya makin seru. Lelucon garing Yuda ditanggapi riang oleh Jenar. Cerita unfaedah pun mengalir deras. Sampai suara klakson motor menderu bising.

"Jenar! Motornya pinggirin. Mau lewat ini."

Mendengar suara Sita berteriak marah, membuat Jenar langsung berlari dan berniat memindahkan motor Yuda. Namun langkahnya terhenti kala Yuda cepat memakai sandal jepitnya dan bergerak mengeluarkan motor miliknya agar motor pemilik rumah bisa masuk.

Pertama masuk motor Sita yang membonceng Nila dan diikuti Rekta yang membonceng Tinah. Setelah memarkirkan motor lebih dulu, Sita melepas helm dan marah-marah pada Jenar yang berdiri di teras. Yuda yang memarkirkan motor di luar gerbang, hanya melihat sekilas. Topinya amat membantu mengahalau terik saat parkir motor di luar begini.

"Pacaran terus! Motor pacarmu ngapain bawa masuk segala. Udah kubilang, temenmu cuma boleh parkir di luar. Menuhin garasi aja."

Sita geram bukan semata karena motor. Namun karena kena tilang gara-gara lupa bawa SIM. Perut lapar, panas, belanja belum puas, malah ditilang. Dan Jenar adalah sasaran empuk buat melampiaskan rasa marah.

Sita mengipasi rambut sambil memarkirkan pantat di kursi yang tadi diduduki Yuda. Melirik ada bolu gulung, Sita langsung mengambil dan mengunyahnya lahap.

Rekta dan Tinah yang baru melepas helm mengikuti langkah mengikuti Sita untuk melahap roti gulung. Ketiga saudara dan Tinah duduk di kursi, sementara Jenar berdiri sambil mencari sosok Yuda yang rupanya ada di luar rumah.

"Masak apa kamu?" tanya Nila.

"Tewel. Lele tadi masih ada."

Rekta mengunyah roti bolu gulung sambil memperhatikan kardusnya. Ada merk yang ia kenali sebagai roti rekomendasi. Memang enak, meski sedikit lebih mahal. Tapi tak sampai menguras kantong. Makanya sering dipesan untuk acara. Porsinya besar dan lembut.

"Pacarmu gelem bondo bakne. Gowo roti enak ngene. Pacarmu opo anake pembantu omah sebelah kae?" (Kekasihmu mau modal juga ternyata. Bawa roti enak begini. Pacarmu apa anaknya pembantu rumah sebelah dulu itu?)

"Baihaqi? Bukan, Buk. Ini yang bawa temenku." Jenar melambaikan tangan pada Yuda. "Mas Yud, sini," panggilnya.

Sejak tadi Yuda memang sengaja tak langsung bersalaman dengan keluarga Jenar. Ia hanya terpaku heran. Bagaimana bisa kakak-kakak Jenar adalah orang yang ia kenal selama ini?

Yuda mendekat sambil membenarkan topi. "Assalamualaikum, Buk. Saya Yuda, temannya Jenar. Rotinya perkenalan dari saya. Kalau cocok, bisa dipesan buat jajan saat saya dan Jenar nanti menikah."

Semua mulut menganga. Nila menjatuhkan kue yang ia pegang, Sita syok tanpa berkedip, Rekta menjatuhkan kotak kue, dan Tinah hanya diam.

Jenar juga kaget. Ia langsung menyenggol lengan Yuda yang tersenyum manis ke arah keluarga Jenar.

__________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro