Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(11) Sudah Beristri

"Enek opo to, Yud, kok ngguyu ae ket mau. Ojo gendheng disek loh. Sego pecel jek enak rasane," celetuk Mak Sari yang keheranan melihat Yuda tersenyum sendiri saat hendak menyeduh kopi susu kemasan. (Ada apa sih, Yud, kok tertawa terus dari tadi. Jangan gila dulu, nasi pecel masih enak rasanya)

"Ora. Aku ora popo kok, Mak. Wes ah, tak ngopi sek karo ndelok dagelan." (Nggak. Nggak papa kok, Mak. Udah ah, aku mau ngopi sambil lihat komedi)

Mak Sari mengangkat bahu dan berlalu dari dapur menuju kamarnya. Ia lelah hari ini, setelah memanen ubi dan memetik daun golor untuk ditumis esok hari. Sementara Yuda, ia menyalakan TV meski tak ia perhatikan sepenuhnya. Fokus Yuda beralih ke ponsel dalam genggaman.

Menekan aplikasi WA, Yuda melihat nama Jenar saat tak disimpan nomornya. Beberapa detik lalu ia coba hapus nomor Jenar, menyisakan percakapan tanpa balasan dua hari lalu. Tepatnya malam setelah Yuda mengintip Jenar di masjid dan mencari riwayat panggilan. Sebelumnya Yuda memang menyimpan nomor atas nama "Sohib New Emak" yang rupanya nomor milik Jenar.

"Kirana Olshop," baca Yuda. Kemudian ia mengingat pertemuan Yuda di stan bazar. Jenar sedang berjualan gamis. Dilihatnya ada deskripsi berupa link sosmed, Yuda langsung berselancar ke akun Jenar. Pertama-tama, ke akun Facebook karena sosial media tersebut yang dirasa paling banyak memiliki riwayat seseorang. Mulai dari riwayat sekolah, domisili, kelahiran hingga keluarga.

Tidak ada foto-foto selfie Jenar, yang bisa Yuda intip lagi. Postingan FB Jenar kebanyakan gamis, jilbab cadar, jilbab bolak-balik, baju koko (model Wakanda juga ada), produk minyak herbal, foto anak-anak TPQ sedang mengaji, foto kegiatan milad di pondok Yuda tempo hari bahkan ada gambar Mak Sari yang meringis, share postingan orang berupa resep masakan, nasehat bijak, hingga ... Yuda tertarik pada postingan beberapa tahun silam. Tepatnya saat Jenar tanpa sengaja terfoto saat acara kelulusan SMA. Posisi Jenar dari samping, hanya terlihat bagian pipi dan pundak. Namun, tawa Jenar yang lepas membuat Yuda tersenyum. Segera ia SS dan menyimpannya di galeri dengan terlebih dulu meng- crop bagian Jenar saja.

"Astagfirullah, gini amat jomlo," desahnya sambil terbahak.

***

Siang setelah keluar untuk mengecek alat berat bersama bagian operasional, Yuda dikejutkan dengan bungkusan plastik hitam di mejanya. Mengerut heran, ia panggil Yoga. "Apa ini?"

Yoga yang baru keluar dari ruang pemasaran langsung mendekat. "Dari kurir gojek, katanya pesenan Bapak."

Yoga segera pamit setelah Yuda memintanya. Laki-laki yang baru saja makan siang dengan nasi tumpang lauk perkedel bikinan Mak Sari itu pun melihat nama yang tertera memang ditujukan untuknya. Memastikan alamat, nomor telepon dan namanya sama, Yuda pun membuka bungkus hitam tersebut.

Beratnya tidak seberapa, tapi barangnya lumayan besar. Setelah membuka dua lapis, sampailah pada tujan. Sebungkus stik tahu, sebungkus kripik tahu, dua bungkus dodol mangga kemasan mika, dan dua bungkus gathuk pisang. Secarik kertas terlampir di sana. Yuda membukanya.

Terima kasih sudah mengantar adik saya kemarin, Mas. Maaf, pengganti bensinnya saya kirim lewat kurir. Semuanya olahan dari toko kami. Semoga berkenan.

Rekta.

Mengingat lagi, Yuda kemudian tersenyum. Ia buka satu bungkus stik tahu kesukaannya.

Di seberang sana, Sita mengamati merk makanan ringan yang terdampar di meja Yuda. Ia kenal betul dari mana merk tersebut, yang tak lain usaha milik keluarganya yang dikelola Rekta. Sita senyum-senyum sendiri, mengira bos gebetannya mulai ketagihan pada makanan warisan keluarganya, dan membeli lagi setelah ia memberi cuma-cuma tempo hari. "Enak ya, Bos? Enak kan? Emang ya, lidah nggak bisa bohong. Nyenengin calon suami gini enaknya aku bawain lagi ah besok," monolog Sita sambil tersipu geli.

"Ngapain kamu ketawa sendiri, Sit?" tegur Monika, rekan kerja Sita yang kebetulan lewat di depan meja Sita.

****

"Ha? Enggak ah. Aku nggak ketawa sendiri kok, Mak." Jenar mengalihkan perhatian. Ia tatap Mak Sari sambil meringis, menyatakan bahwa ia hanya meringis tanpa tertawa.

"Halah kamu, Nduk. Yuk lanjut makan," ajak Mak Sari yang lekas menarik lengan Jenar untuk ke dapur. Mak Sari tahu Jenar pasti lapar. Tadi saat ia meminta Jenar datang, gadis itu tengah mengajar di pondok. Hari ini jadwalnya mengisi kelas para santri lansia.

"Iya, iya." Jenar menaruh tasnya di kursi tamu. Tadi keduanya berbincang sejenak sambil nyemil mangga podang. Sambil makan, sambil 'ghibah' soal Yuda. Bukan Jenar yang memancing, apalagi kepo. Mak Sari saja yang tiba-tiba merubah topik dari harga mantan ceweknya Anjelo, tewel (nangka muda) yang sedang berbuah lebat di belakang rumah, sampai persoalan Yuda yang sejak kecil suka sekali makan tewel. Malah berlanjut menceritakan aib Yuda yang dulu dikhitan karena burungnya terjepit saat menarik resleting.

Jenar mau tak mau tertawa, hanya saja ia berusaha tidak tertarik dengan topik anak Mak Sari yang dua minggu ini merecoki ponselnya. Pesan-pesan yang sudah pasti dari nomor Yuda tersebut, tiap hari menyapa. Meski Jenar tak pernah membalas, ia jadi gerah dan hampir memblokir nomor tersebut.

"Mak masak tewel terus? Nggak takut kolestrol kena santan?" Jenar mulai mengambil nasi.

"Makan sehat atau enggak, yang penting disyukuri. Kita makan buat hidup, bukan hidup buat makan. Rejekinya hari ini ada tewel sama kelapa, kenapa ngeyel minta rejeki jus buah tanpa gula?"

Jenar mengangkat jempolnya. "Betul, betul, betul." Jenar menirukan gaya Ipin.

"Kalau kamu nggak mau sayur tewel disanten, Emak bikin tewel rebus aja. Ada sambel tumpang di atas kompor. Mau yang mana?"

"Sambel tumpang aja, Mak. Lama nggak maka sambel tumpang. Orang rumah pada gaya nggak mau tempe busuk. Padahal enak ya, Mak." Keduanya pun terkekeh.

Jenar makan bersama Mak Sari, hingga azan Dhuhur berkumandang. Keduanya salat berjamaah dan lanjut ngobrol sambil lihat TV. Sementara Mak Sari menuntaskan hajat di WC,  Jenar mengamati foto-foto di bufet. Ada foto Mak Sari dan almarhum suaminya, ada foto Mak Sari dan Yuda saat anak laki-laki itu berusia sekitar sepuluh tahun. Ada foto Yuda saat lulus sekolah dan foto seorang perempuan cantik dan Yuda yang tampak serasi di studio foto.

Melihatnya, Jenar jadi ingat saat Yuda membeli jilbab. Benar sepertinya perkiraan Jenar, bahwa anak Mak Sari memang sudah beristri. Jadi, keputusan ia mengabaikan pesan-pesan Yuda selama ini sudah benar. Daripada ia dituduh pelakor nantinya.

Melihat lagi pengisi bufet selain foto, ada juga vandel dari bahan marmer yang Jenar tak tertarik tulisan dan foto di dalamnya. Karena ia tertarik dengan sepasang cangkang keong lurik cokelat yang sengaja diawetkan menjadi hiasan. Dua cangkang tersebut ditempel di atas kaca bekas potongan membuat jendela. Di samping kedua cangkang diberi hiasan stik es krim. Warna sudah kusam karena debu.

"Prakarya Yuda pas SD."

Mak Sari datang tiba-tiba sambil menggaruk pantat yang masih panas setelah semedi di WC. Makan sambal terus, jadinya panas.

"Oh gitu."

"Dia suka main keong pas kecil. Keong-keongnya diadu balapan sama temen-temennya."

Jenar jadi ingat masa kecilnya. Ia juga pernah main keong. "Sama dong. Aku dulu juga suka main keong."

"Sekarang masih ada yang jual nggak ya?"

"Nggak tahu. Ada kayaknya."

Keduanya bergerak ke depan televisi. Jenar sengaja tak pulang ke rumah, dan sekalin ke TPQ saja. Toh kerjaan di rumah sudah beres semua. Kalaupun ada, nanti malam saja setelah ia pulang.

________________________

Komen buat penyemangat ya. Makasih 😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro