Bab 19
Cihuyyy.. Update
------------------------------
Sentuhan lembutmu membuatku luput atas luka ini yang sepenuhnya berasal dari aku sendiri.
Setiap gerakan yang Aneska ciptakan terus saja terpantau oleh Zhafir. Mulai dari istrinya itu membuka kerudung, lalu membereskan semua barang yang sebelumnya mereka bawa ke rumah sakit, sampai ketika Aneska terduduk di lantai karena terlalu lelah menopang tubuhnya. Perempuan mungil itu yang sudah menjadi istrinya sejak 6 tahun lalu nampak membereskan semua barang sampai benar-benar tidak menyadari jika sedari tadi Zhafir terus menatapnya.
"Nes ...."
"Hm."
Aneska menatap Zhafir yang ia pikir tidur sejak tadi. "Kamu enggak tidur. Aku pikir kamu tidur," ucapnya sembari mendekat.
Rambutnya yang hitam panjang nampak terikat asal. Peluh di keningnya tidak bisa membohongi Zhafir jika istrinya itu tengah benar-benar lelah saat ini.
"Ada yang mau aku ambilin?"
Zhafir menggeleng. Dia menepuk sisi tempat tidur agar Aneska ikut berbaring bersamanya saat ini.
"Ah? Kenapa?"
Merangkak naik, Aneska kini sudah berada di sisi sebelah Zhafir, duduk menghadap suaminya itu.
"Berbaringlah."
"Ah? Kenapa sih? Aku lagi keringetan banget."
"Aku tahu," ucap Zhafir pelan.
"Terus?" ucap Aneska tidak paham. Namun tetap menurut, berbaring di samping Zhafir.
"Mendekatlah."
Sedikit ragu, takut beban tubuhnya malah membuat Zhafir sakit, Aneska benar-benar hati-hati ketika kepalanya bersandar pada sisi kanan tubuh Zhafir.
Dia sedikit mendongak, melihat suaminya itu tersenyum bahagia, walau hanya sekedar berdekatan seperti ini.
"Kenapa sih? Kamu kangen ya sama aku," goda Aneska dalam arti lainnya.
Zhafir semakin tersenyum. Dia memeluk Aneska erat, sambil memejamkan kedua matanya tenang.
"Yang," panggil Aneska pelan.
"Sebentar saja. Seperti ini."
"Ih, kamu kenapa sih? Aneh banget. Siang-siang pelukan gini. Biasanya udah malam aku kode aja kamu enggak respon."
Tidak ada respon, Aneska kembali mendongak. Melihat suaminya itu mulai tertidur lelap dengan dengkuran pelan yang sedikit terdengar.
Mengubah ekspresi bahagianya menjadi sendu, Aneska mengusap pipi Zhafir dengan tangannya. Ada kata yang sebenarnya ingin sekali disuarakan oleh hatinya. Namun bibirnya terkatup rapat, seolah takut. Takut jika kata itu terucap, maka Zhafir akan menjauhinya.
Merasa Zhafir sudah benar-benar terlelap, Aneska bergerak dari posisinya. Dia menyelumuti sebagian tubuh Zhafir. Lalu kembali melanjutkan kegiatannya tadi.
Walau sejak tadi hatinya menyuarakan sebuah fakta, Aneska seakan menutup mata. Dia tidak mau tahu fakta apa yang membuat Zhafir tadi memanggil, dan memeluknya. Dia hanya ingin hubungannya dengan Zhafir baik-baik saja.
***
Grup anak-anak Al Kahfi family yang sesungguhnya kini bukanlah anak-anak lagi, mulai kembali berisik. Abi yang memulainya. Dia mengakui ada sedikit kebodohan yang dia lakukan. Yakni sedikit memberikan gambaran mengenai kejadian Zhafir dan Aiz beberapa hari lalu.
CallmeAbi
Sorry, gue mengakui kesalahan gue. Walau sesungguhnya gue pun enggak tahu seperti apa kejadiannya. Tapi bisa-bisanya gue memberikan gambaran mengenai kejadian itu ke bokap.
Aiz' mengeluarkan CallmeAbi dari Al Kahfi menuju old
Syahla
EH BOCAH!! NGAPAIN LO KELUARIN GUE? INI GUE MAU JUJUR MALAH DIUSIR. EMANG OTAK LO ENGGAK GUNA DARI DULU.
Adskhan
Ada apaan sih? Udah malam oi. Masih ribut aja
Syahla
Tahu tuh bocah. Kenapa jadi gue yang dikick.
Adskhan
Gue? Lo, mas Abi?
Aesha
Mbak Syahla, pulang x. Udah malam masih aja di rumah calon.
Syahla
Gue lagi bahas masalah Aiz sama Zhafir. Gue jujur, dan gue ngaku salah. Tapi tuh bocah emang enggak bisa dikasih tahu baik-baik.
Adskhan
@Neska bang Zhafir gimana keadaan? Gue sengaja ngekick dia dari sini. Karena dari kemarin grup ini ribut banget. Pusing gue.
Syahla
Nes, gue ada kalau lo mau cerita. Atau ke @Aesha kalau lo mau curhat. Kita bisa dengerin lo.
Aneska
Gue enggak mau curhat. Gue mau makan. Anjirr ... di rumah mertua ngeri juga makan malam-malam begini. Disindir mampus, ngesot gue ke sebelah.
Aneska menanggapi percakapan digrup tersebut dengan bercandaan yang sesungguhnya tidak lucu. Perutnya sama sekali tidak lapar. Sekalipun dia belum makan sejak siang hari. Namun demi menghindari keributan dalam grup tersebut, dia berakting seolah-olah semuanya baik-baik saja.
Memang sampai detik ini, Aneska tidak merasa ada yang aneh dari Zhafir. Hanya saja laki-laki itu sering kali mengucapkan kata-kata yang membuatnya bingung. Atau seperti siang tadi, meminta Aneska untuk berbaring dalam pelukannya sampai Zhafir tertidur.
Sungguh, sudah 6 tahun Aneska menikah dengan Zhafir. Laki-laki itu jarang sekali menunjukkan hal-hal seromantis itu. Bahkan Zhafir terkesan dingin, dan begitu tenang layaknya air yang kapan saja bisa menenggelamkan.
Masih termenung di atas sofa, memandang Zhafir yang tengah terlelap karena efek obat, suara notifikasi kembali menyadarkan Aneska. Kini Aiz yang mengomentari kebohongannya.
Aiz'
Makan. Jangan sampai magh lo kambuh.
Tidak tahu harus menjawab apa, Aneska bahkan tidak membukanya. Dia hanya membaca balasan pesan itu dari jendela notifikasi.
Embusan napas gusar kembali terdengar. Tubuhnya yang kecil, seperti tenggelam dalam sofa berwarna abu-abu ini. Malam ini dia memang menginap di rumah orangtua Zhafir. Karena Aneska tahu, ibu mertuanya tidak akan mengizinkan Zhafir dibawa keluar dari rumah dalam keadaan seperti ini.
***
Berusaha membuka mata, Aneska meluruskan tubuhnya yang terasa nyaman berbaring di atas ranjang yang empuk. Ketika matanya terbuka sangat lebar, dia sadar ada yang memindahkan dirinya dari sofa ke atas ranjang ini.
Tapi masalahnya siapa? Apakah Zhafir?
Mencari keberadaan Zhafir di sisi sebelahnya, Aneska melihat Zhafir tengah asik di atas sajadahnya malam ini. Sekalipun hanya sedikit bias-bias cahaya yang membantunya dalam penglihatan, namun Aneska yakin laki-laki yang memakai peci putih itu adalah suaminya.
Sambil berguling ke samping, dia mengecek pukul berapa saat ini melalui jam di ponselnya.
Dan dia dikagetkan dengan balasan grup dari keluarga Al Kahfi yang terus saja mengatakan sabar, Fir.
Sedikit takut membuka grup tersebut, Aneska benar-benar tidak tahu harus melakukan apa ketika membaca balasan dari Zhafir sekitar pukul 2.45 tadi.
Aneska
Assalamu'alaikum wahai saudaraku. Sejujurnya aku bingung kenapa aku dikeluarkan dari grup ini? Dilihat dari chat terakhir yang aku kirimkan di sini, tidak ada kata yang terasa salah. Namun aku baru tahu ketika membuka ponsel dia, jika aku benar-benar sudah dikeluarkan.
Mungkin ada tujuan lain dari kalian mengapa mengeluarkan aku. Dan aku rasa, pasti keputusan itu adalah yang terbaik.
Tetapi ketika aku membaca kembali chat mas Abi tadi malam, dan malah dia dikeluarkan dari sini tanpa penjelasan, aku tahu memang harus aku, dan hanya aku yang harus menyelesaikan semua ini.
@Aiz Subuh gue tunggu di masjid. Ada yang mau gue omongin
Syahla
Fir, lo udah mendingan? Mendingan sholat di rumah dulu deh. Jangan macem-macem
Adskhan
Bang, saran gue, di rumah dulu deh. Besok atau lusa, baru deh ke masjid. Ngeri gue
Aesha
Sabar, Bang.
Shafa
Serius gue dari kemarin enggak mau ikut campur. Tapi kali ini gue cuma ngomong ke lo, Fir. Sabar. Insha Allah, lo tahu bagaimana cara mengendalikan semuanya. Entah itu emosi atau keputusan lo.
Selesai membaca semuanya, Aneska terduduk di atas ranjang. Memandang punggung Zhafir dari belakang. Suaminya itu masih sibuk duduk di atas sajadah sambil mengangkat kedua tangannya.
Walau kondisinya belum sepenuhnya pulih, tidak ada kata menunda bagi Zhafir untuk beribadah. Mungkin inilah satu-satunya jalan yang bisa dia lakukan. Menceritakan keluh kesahnya kepada Aneska atau keluarga, sama saja mengaktifkan bom waktu yang sewaktu-waktu dapat menghancurkan semuanya. Termasuk menghancurkan rumah tangga miliknya.
Continue..
nahloohh..
kalo orang alim mah nunggunya dimasjid sama lawan.. hahaha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro