Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

part 4

Midorima menatap nanar kertas yang sedang dipegangnya. Kertas itu berisikan data kesehatan Takao. Dan seperti yang sudah ia duga, data itu menunjukkan kalau kondisi kesehatan Takao semakin menurun.

Mulai dari berat badannya, detak jantungnya, semua menurun. Wajah Takao juga semakin pucat, suaranya tak lagi seceria dulu, sekarang parau, sangat parau. Serta matanya yang bersinar lemah.

Midorima mengalihkan pandangannya pada Takao yang sedang tertidur dibalik dinding kaca. Napasnya terkadang tersengal-sengal. Itu karena ada masalah dengan paru-parunya.

Juga, pemuda bersurai raven itu sekarang lebih sering tertidur. Pernah tiga hari berturut-turut ia tidur. Selama itu Midorima merasa ada yang kurang, yaitu tak ada lagi yang merengek padanya dan memanggilnya Shin-chan.

Meski ia takkan pernah mengakuinya, sih.

"Jadi, bagaimana kondisi Kazunari, Shintarou ?"sebuah suara bariton mengagetkan Midorima.

"Seperti yang kau lihat, Akashi,"balas Midorima dingin.

Pemuda berambut scarlet didepannya tersenyum tipis. Mungkin bukan senyuman, namun lebih terlihat seperti seringai. Diraihnya kertas yang tadi dipegang Midorima dan dibacanya sekilas.

"Menurun, eh ?"tanya Akashi dengan nada merendahkan.

"Dan itu semua karena obatmu,"jawab Midorima dingin. Matanya menatap angkuh ke Akashi.

"Aku pikir dia sangat kuat, selama ini kondisinya belum pernah menurun dan---"

"---sekarang menurun karena cairan yang kalian masukkan ke dalam tubuhnya. Cairan itu merusak tubuhnya perlahan,"Midorima duduk di kursinya, sementara Akashi masih menyeringai.

"Mungkin secepatnya akan kulepas dia,"kata Akashi sambil menyeringai kecil. Sayang, Midorima tak melihat seringaian tersebut.

Mata Midorima membulat mendengar perkataan Akashi. Melepas ? Maksudnya Akashi akan segera melepaskan Takao agar bisa pergi dari sini dan tak jadi manusia percobaan lagi ?

"Apa maksudmu Akas--"

Sebelum Midorima sempat menyelesaikan perkataannya, Akashi sudah menghilang di balik pintu.

"Kuharap itu sesuatu yang baik, nanodayo,"

--------------------------------------------------------

"Takao, apa yang kau rasakan sekarang ?"

Pemuda yang berbaring di atas sebuah alat itu menghela napas. Tatapan matanya tampak kosong.

"Dingin, Shin-chan. "

"Dingin ?"

Midorima tampak berpikir. "Benar juga, sekarang sudah memasuki musim gugur nanodayo. "

"Bahkan aku lupa bagaimana sensasi menyentuh salju, Shin-chan. Dingin ini membuat tubuhku mati rasa. "

Suara Takao terdengar lemah. Tatapan matanya sangat sayu. Iris keperakannya berpendar lemah.

"Mungkin hidupku...sudah tak bisa bertahan...lebih lama lagi..."

Nafas Takao tersengal-sengal. Pemuda itu tampak begitu kesakitan, meremas bajunya menahan rasa sakit.

"Takao ! Apa yang terjadi padamu nanodayo ?!"Midorima tampak panik, menempelkan tangannya ke dinding kaca.

"Dadaku...Shin-chan...sakit sekali..."

Midorima ingin melakukan sesuatu untuk menolong Takao. Tapi dinding kaca yang menjadi penghalang ini--antara dirinya dengan Takao--benar-benar mengganggu.

Beberapa saat kemudian, Takao tampak tenang. Napasnya mulai kembali normal.

"K-kau lihat, Shin-chan ?"Takao menoleh ke arah Midorima. "H-hidupku sudah sampai batasnya..."

"Jangan berbicara seperti itu, nanodayo !"sergah Midorima. "M-meski kau kesakitan seperti itu bukan berarti kau akan mati secepat itu !"

"Rasanya ajalku sudah mulai dekat..."

"Tidak ! Hidupmu masih akan bertahan ! Aku akan---"

"Shin-chan,"sela Takao. "Tak ada lagi yang bisa kau lakukan. Dan kau pun tak perlu melakukan apapun lagi untukku,"

"Tidak ! Aku akan berusaha untuk membuatmu sehat kembali,"Midorima berkata dengan suara serak. Tangannya tanpa sadar menempel di dinding kaca.

Takao tersenyum, kemudian ia bangkit secara hati-hati. Berjalan mendekati dinding kaca, lalu perlahan jemarinya terangkat, mengusap pipi Midorima melalui dinding kaca yang menghalangi mereka. Meski hanya sebuah ilusi, Takao melakukannya seolah-olah ia sedang mengusap pipi Midorima secara langsung.

"Kau tak perlu menangis Shin-chan, lagipula--"Takao menggantungkan perkatannya sambil tersenyum lebar. "Aku hanya bercanda kok Shin-chan, hahaha, "

Midorima hanya menatap Takao bingung.

"Apa maksudmu nanodayo ?"Midorima menaikkan sebelah alisnya.

"Ahahah tadi aku hanya bercanda Shin-chan, aku sama sekali tidak merasakan sakit kok, lagipula aku kan kuat,"Takao tertawa lebar. Midorima mengernyitkan alisnya. Kesal dengan perkataan Takao barusan.

"Jadi kau membohongiku nanodayo ?"Tanya Midorima dengan nada kesal.

"Hehehe, maaf Shin-chan,"Takao tersenyum lima jari. "Habisnya wajahmu itu dari kemarin kuperhatikan, selalu kusut. "

"..."

"Jadi kupikir aku bisa sedikit mengurangi bebanmu, meski caranya seperti ini. Wajah Shin-chan selalu sedih akhir-akhir ini. Padahal aku mau melihat wajahmu yang serius seperti dulu. Itu sangat menggemaskan,"jelas Takao sambil tersenyum.

"KAU INI ! KAU PIKIR AKU TIDAK PANIK SAAT MELIHATMU KESAKITAN SEPERTI ITU ? KUPIKIR KAU AKAN SEGERA MATI, TERNYATA KAU HANYA BERCANDA ? KAU BENAR-BENAR MENYEBALKAN, NANODAYO !"

Midorima mengamuk dengan wajah memerah. Bahkan seandainya jika tak ada dinding kaca diantara mereka, mungkin Midorima sudah menghajar Takao saat itu juga.

"Hehehe, maaf Shin-chan. Aku benar-benar minta maaf. Maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, maaf--"

"---hentikan maafmu nanodayo !"

"---maaaaaaaaaaffffkaaan aku Shin-chaaaaaaaaannnn !"seru Takao. Napasnya sampai terengah-engah.

"Cih,"Midorima membalikkan tubuhnya,  membereskan kertas-kertas yang berserakan di mejanya.
"Shin-chan ? Apa kau marah ? Kan aku sudah minta maaf,"Takao tampak menyesal, menundukkan kepalanya.

Midorima menatap sekilas Takao dengan tatapan dingin, lalu berjalan keluar dari ruangan itu.

--------------------------------------------------------

"Dia tidak berbohong, Midorima-san. "

Seorang gadis muda berambut hitam asisten Akashi--Karamawa Kizuki--menunjukkan sebuah layar kardiogram kepada Midorima. Layar kardiogram itu tampak terputus-putus.

"Alat yang ditiduri oleh Kazu-kun merekam setiap sinyal listrik dari jantungnya, serta aliran darah dan beberapa kerja organ-organ tubuhnya. Setiap ada gangguan di tubuhnya, alat tersebut mengirimkan gambaran kesini. Dan layar ini---kau tau maksudnya Midorima-san. "

Midorima tampak kalut. Ditatapnya lama layar kardiogram tersebut. Takao sama sekali tidak berbohong. Ia memang merasa kesakitan, dan pasti karena melihat wajahnya yang tampak frustasi pemuda raven itu 'seakan' mengerjainya.

Padahal Takao sama sekali tidak bohong, dan ia menahan rasa sakit itu sendirian.

"Midorima-san, semakin hari, alat itu mengirimkan banyak sekali gambaran tentang buruknya keadaan Kazu-kun saat ini. Boleh kutahu informasi kesehatannya baru-baru ini ?"

Kizuki mengikat rambutnya, lalu mengambil kertas dari tangan Midorima lalu dibacanya. Matanya bergerak menelusuri kata demi kata di kertas tersebut.

"Buruk sekali..."gumam Kizuki sambil menghela napas.

"Seperti yang kau lihat, Karamawa-san,"Midorima memijat pelipisnya.

"Tapi Akashi bilang secepatnya akan kulepas Takao. Apa maksudnya ? Apa kau tau ?"

Kizuki menggeleng. Midorima menunduk kecewa.

"Semoga itu kabar baik, Midorima-san."

"Ya, kuharap begitu. "

--------------------------------------------------------

Menyeringai, kemudian ia berucap.

"Persiapkan semuanya."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro