part 3
Takao berbaring sambil menatap langit-langit ruangannya. Matanya tampak lelah. Sementara itu seorang pemuda hijau di balik dinding kaca asyik menulis sesuatu di kertas.
"Hei, Shin-chan,"
Pemuda yang ia ajak berbicara hanya menjawabnya dengan deheman.
"Akhir-akhir ini, aku sering merasakan mataku berat sekali dan dadaku nyeri,"
Gerakan jari Midorima berhenti. Kini ia beralih menatap Takao yang masih setia menatap langit-langit ruangan.
"Apa Shin-chan tahu sebabnya ?"
Diam. Midorima terdiam. Irisnya membulat mendengar perkataan Takao.
"Aku...tidak tau, nanodayo..."
Midorima menjawab begitu karena sebenarnya ia punya jawaban, tapi ia masih ragu dengan jawabannya.
"Ah, begitu..."Takao menghadap ke kanan, memunggungi Midorima. Diam-diam ia meremas dadanya. Rasa sakit itu kembali menghampiri.
"Ne, Shin-chan, kalau misalnya mataku ini tertutup untuk selamanya, apa Shin-chan akan menangis ?"
Midorima masih terdiam, kali ini terkejut dengan pertanyaan Takao.
"Ap-apa maksudmu nanodayo ?"
Bukan berarti Midorima bodoh. Ia paham sekali maksud Takao. Tapi ia refleks menjawab itu karena terkejut--alasan lain ia tak ingin kehilangan Takao secepat itu.
Takao berbalik, menatap Midorima tajam.
"Kita sama-sama tahu Shin-chan, kalau hidupku ini bisa jadi tak dapat bertahan lebih lama lagi. Lagipula aku yakin Shin-chan tau maksudku. "
Suara Takao terdengar lemah. Mata yang biasanya memancarkan sinar keceriaan itu kini terlihat sayu.
"Efek obat itu Shin-chan, sangat sangat membekas di tubuhku. Rasanya...tubuhku ini tak sanggup menanggungnya lagi. "
"Maaf..."akhirnya Midorima dapat bersuara. "...aku...aku tak dapat melakukan apapun untuk menolongmu, nanodayo. Tapi, kh, tapi..."
Suara Midorima terdengar serak. Napasnya tersengal.
"Tapi...aku akan berusaha agar Akashi menghentikan...kh...menghentikan percobaannya terhadapmu..."
Kedua iris beda warna itu saling bertatapan. Mata Midorima yang berkaca-kaca itu bersirobok dengan mata lemah Takao.
"Shin-chan datang disini menemaniku saja sudah cukup. "
Takao kembali menatap langit-langit ruangan, sambil tersenyum.
"Meskipun kita tidak bisa bersentuhan satu sama lain, ne ? Aku tetap bahagia dan tidak merasa kesepian lagi jika ada Shin-chan disini. "
Midorima terperangah mendengar Takao menekan kata 'bersentuhan'. Benar, mereka tak bisa bersentuhan satu sama lain. Dan terkadang memikirkan hal itu membuat hati Midorima sakit.
"Takao, apa...kau pernah menangis ?"tanya Midorima dengan hati-hati. Mencoba mengusir rasa sesak di dadanya.
"Menangis ?"ulang Takao. Matanya masih tak lepas dari langit-langit.
"Tentu saja, aku pernah menangis, Shin-chan. Manusia mana yang tak pernah menangis ?"
'Ah, benar juga,'rutuk Midorima dalam hati.
"Baiklah, aku akan menceritakan awal bagaimana aku bisa menjadi manusia percobaan disini. "
Midorima menutup bukunya, bersiap mendengarkan.
"Aku, dulunya hanya seorang anak yang mengalami broken home. Kedua orang tuaku selalu bertengkar setiap hari dan tak jarang melampiaskan kekesalan mereka kepadaku. Aku sering dipukuli, dicubit, dan ditendang.
Suatu hari, saat aku kelas 5 SD, saat pulang sekolah, aku tak melihat orang tuaku bertengkar. Rumahku tampak sepi. Saat alu masuk ke dalam rumah, barulah ternyata kuketahui kalau ternyata orangtuaku punya hutang dengan Akashi Corp, dan karena mereka tak bisa membayarnya, mereka menjualku. Aku saat itu tak tau apa-apa, hanya menyaksikan mereka menandatangani selembar kertas dan hidupku berakhir disini.
Aku menangis saat dibawa ke laboratorium ini. Aku memohon kepada orangtuaku agar aku dibebaskan, tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan, mereka tidak memasang wajah sedih sedikitpun.
Kali pertama aku disuntikkan pertama kali, aku menangis. Menangis kesakitan. Namun tak ada yang menghiburku. Jadi, aku berpikir, tak berguna aku menangis dan aku berusaha kuat sejak saat itu. Mungkin, itu kali terakhir aku menangis, mungkin ? Sungguh mengenaskan ya hidupku Shin-chan, haha,"
Takao mengakhiri ceritanya dengan tertawa miris. Midorima mengepalkan tangannya.
"Saat aku tau Shin-chan jadi pengawasku, aku merasa sangat senang. Akhirnya aku punya teman !"
Takao memamerkan cengiran lebarnya. Midorima sedikit meringis melihat cengiran tersebut.
"Takao,"
"Iya ?"Takao menoleh ke arah Midorima. Pemuda beriris hijau emerald itu tampak menghela napas, menaikkan kacamatanya.
"Apa yang membuatmu senang selain adanya aku disini ?"
Kali ini giliran Takao yang terdiam. Cengirannya memudar. Menghela napas sebentar, pemuda itu menjawab.
"Tidak ada."
'Tidak ada ?"gumam Midorima. "Jadi, selama 12 tahun ini, kau tidak merasakan kesenangan sedikitpun ?"
Anggukan didapat Midorima sebagai jawabannya.
"Selama 12 tahun aku kesepian. Kau adalah temanku yang pertama. Bukankah aku sudah mengatakannya padamu ?"
Midorima terdiam untuk yang kedua kalinya. Nada Takao terdengar dingin. Pertama kalinya ia mendengar Takao berbicara dengan nada itu. Biasanya ia akan tertawa atau minimal tersenyum.
"Maaf, aku benar-benar minta maaf, nanodayo,"Midorima menatap sendu.
"Ahaha tidak apa-apa, Shin-chan,"Takao kembali ceria seperti sedia kala. "Shin-chan, apakah kau pernah merasakan kesepian yang mendalam seperti yang kurasakan ?"
"Kurasa tidak, nanodayo."
"Hidupmu sangat menyenangkan ya Shin-chan, tidak sepertiku,"Ucap Takao lirih. "Tapi hidupku tidak terlalu buruk juga kok, haha,"
Takao melanjutkan perkataanya dengan senyuman yang terkesan dipaksakan diwajah pucatnya. Dan tawa itu--sejak kapan tawa Takao jadi semenyedihkan itu ?
"Tapi...Jika engkau pergi dariku, mungkin hidupku akan suram, nanodayo,"Midorima berucap dengan kesedihan yang tersirat dari tatapannya. Takao tersentak mendengarnya.
"Memangnya kenapa Shin-chan ? Masih banyak orang yang menyayangimu di dunia ini, jadi kau tidak perlu bersedih karena masih ada mereka dihidupmu," Takao berusaha menyemangati Midorima.
"Tapi kau cukup berharga dihidupku, nanodayo,"
"Cukup berharga ? Berarti tidak begitu berharga kan ?"
"Tidak ! Bukan begitu maksudku ! Kau sungguh berharga bagiku nanodayo,"Midorima menekankan setiap kalimat yang terucap dari mulutnya. Suaranya menunjukkan bahwa ia merasakan kesedihan yang amat mendalam saat ini.
Takao terdiam mendengarnya. Ia hanya bisa tersenyum mendengar bahwa ada orang yang menyayanginya saat ini.
"Ah, begitu, terima kasih Shin-chan. Entah sudah berapa lama aku tak merasakan bahwa ada yang menyayangiku. "
Mata Midorima mulai berkaca-kaca. Iris hijau yang tersembunyi dibalik kacamata itu mulai digenangi oleh cairan bening yang perlahan mememuhi matanya.
"Maaf, aku keluar dulu, nanodayo,"pemuda hijau itu bangkit, membereskan kertas-kertasnya.
"Ah, silakan. "
Meski Takao bingung kenapa Midorima mendadak seperti itu, ia hanya mengiyakan. Midorima segera pergi meninggalkan ruangan itu.
Tanpa sadar, air mata juga mengalir dari sudut mata Takao. Mengalir makin deras, hingga pemuda itu nyaris sesenggukan.
"Terima kasih. Aku sangat berterima kasih bisa bertemu denganmu, Shin-chan. "
--------------------------------------------------------
Author Note : Akhirnya part 3 ini selesai juga. Part ini yang paling susah :" dan update 2 chap sekaligus karena besok paketku abis :"v
Makasih buat temanku yang baik hati tapi tsun yang mau bantu aku bikin cerita ini. Meski diganggu :v
Cerita ini mungkin chap depan atau dua chap lagi tamat. Jadi part selanjutnya ditunggu yah ^^
P. S : maaf gaada gambar. Wattpad eror gabisa masukin gambar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro