"Kirain lo datang mau titip Kai? Kaisarnya lo ke manain?" Tanpa menawari abangnya yang duduk di stool samping kirinya, Maula yang baru saja memboyong satu bungkus kerpik pisang dari salah satu laci dapur rumah Rikas langsung aktif gayem.
"Sama emaknya," balas Miko singkat. "Ezio pindah ke depan. Kok lo nggak cerita?" alihnya, segera menempatkan Maula sebagai tokoh utama dalam cerita yang kisahnya wajib dibahas hingga tuntas.
"Sapa elo? Mama Dedeh? Pake gue mesti curhat segala," balas Maula enteng seenteng giginya yang lagi bunyiin nada 'kriuk kriuk kriuk'.
"Udah ketemu lo sama dia?" korek Miko kemudian, gigihnya udah macam Maula kalo lagi ngorekin upil. Dih!
Maula yang akhirnya berhasil menelan kunyahan pertamanya sontak menelengkan kepala malas ke arah Miko sambil mengujarkan balasan, "Kalo ketemu emang ngapa? Dia udah merit, gue juga udah merit. Lo gak perlu khawatir kayak dulu kalo gue maksa deket-deket dia."
Ya, dulu Miko akan langsung mendelikinya tak ubahnya tokoh antagonis yang siap sedia menghadang seluruh kesenangan si protagonis tiap kali Maula bilang dia mau mepetin Ezio. Mungkin karena Miko pun akhirnya nggak berhasil buat menjalani hubungan di tengah banyaknya perbedaan sehingga dia pikir Maula juga bakalan kesusahan. Terlebih nggak seperti Miko dan Prita dulu, yang jelas-jelas sama-sama saling cinta, Ezio nggak pernah mencintai Maula. Itulah mengapa Miko selalu bilang bahwa kalau terus nekat, nanti justru cuma Maula lah yang akan kepayahan terluka.
Tapi, apakah Maula pernah dengan serius mendengarkan larangannya?
Nope. Maula dulu sangat sibuk untuk jatuh cinta. Miko boleh gagal. Namun, usaha Maula saat itu begitu besar. Masa sih Ezio nggak luluh? Batu aja bisa kena pelapukan kalau lama-lama diairin kan?
Sayangnya, Ezio terang bukanlah batu. Dia manusia biasa yang kadang bikin salah. Lebih daripada itu, dia juga punya takdir yang telah Tuhan gariskan. Di mana dalam takdir itu tak terbubuhkan nama Maula Jenar Kadewi untuk diutus guna saling bersinggungan dengannya.
"Have you realized it? Good then," tukas Miko melalui nadanya yang seolah mengejek. Cih!
"Jadi, mau ngapa lo ke sini, tapi gak bawa Kaisar, hah? Mana tadi pake bentak-bentak gue nyuruh cepet balik lagi lo!" sungut Maula, keripik pisang punya Rikas yang ternyata keasinan udah dia abaikan ke sudut meja.
"Kan gue udah bilang, Kaisar lagi sama emaknya." Bola mata Miko yang tampak bagai jelaga berotasi jengah. "Dan, kenapa itu laki lo? Bikin masalah apa? Gelut sama siapa dia?" Terkadang lebih dari Papa, Miko kerap berlagak sok macam bapak mertua kalo berkunjung. Itulah kenapa di samping takut rahasianya ketahuan, kalau ada Miko, Rikas suka diam-diam menghindar. Buktinya, sejak melihat Miko menyeberang dari rumah Ezio, Rikas udah langsung ngibrit bak orang mau cepirit ke lantai dua dan belum balik-balik lagi sampai saat ini.
"Gak tahu." Maula mengedikkan acuh tak acuh bahunya. "Rebutan pacar kali?"
"Maula!" tegur Miko tak senang.
"Laki emang demen gitu kan? Dulu, pas lo udah merit, lo aja sibuk sama pacar lo," sindir Maula.
"Kapan gue punya pacar disamping punya istri?" sinis Miko menyahut. "Kalo yang lo maksud Prita, gue nggak ngerasa pernah anggap dia pacar gue setelah gue nikah."
Maula kontan mencebik. "Iyi, pirciyi dih simi ying miliyi."
"Apaan sih lo!" geram Miko sebab adiknya sungguh nggak jelas. Dia bahkan hampir melemparinya gelas yang sedari dia duduk di sana tadi sebagai tamu tak juga diisiin air. Heran!
"Iya, percaya deh sama yang mulia," ulang Maula kemudian, yang benar-benar sukses bikin Miko naik darah sehingga pria itu langsung mendorong lirih kepala Maula yang memang getok-able sedari lahir.
"Ihhhh!" Dan, cewek itu pun sontak meraung sembari memegangi kepalanya dalam gesture lebay bak Miko bukan ngedorong pake tangan, tapi pake buldoser. "Abang nakal! Jahaaat! Minta ganti lima juta mau gue pake visum!"
"Bacot deh lo ah!" halau Miko seraya lekas menegapkan duduknya, serta sesaat berikutnya lanjut berkata menggunakan nadanya yang lebih serius, "Tanyain ke dia lukanya gara-gara apa? Kalo-kalo dia butuh cerita, lo dengerinlah. Dengerin dia sesekali saat ada masalah, nggak bikin kuping lo kurang satu."
"Hmm," respons Maula ogah-ogahan. "Jadi, lo datang ke sini mau ngapa? Dari tadi belum jawab?" sambung Maula bertanya. Karena, nggak mungkin banget abangnya bela-belain datang cuma buat nengokin dia sama Rikas lagi akur apa nggak? Abangnya nggak se-gabut dan se-caring itu! Oh, kecuali urusan duit sih, dia emang lumayan Tukang Sedekah yang dermawan, hehe.
"Lagi lowong nggak lo? Kalo belum ada murid yang lo ajar lagi, bantuin gue deh cariin Mbak baru buat Kaisar." Tuh kan, abangnya selalu singgah with a mission.
Omong-omong tentang Mbak baru ....
"Emang Mbak yang lama udah fix gak balik lagi?" Di sampingnya, Miko langsung mantap menggeleng.
Maula manggut-manggut mengerti. "Oke deh gue coba cari-cari ke yayasan yang beda dari kemaren. Ntar mau lo aja yang wawancara?"
"Istri gue yang wawancara," balas Miko.
"Sip." Maula lalu mengangsurkan jempolnya tanda bahwa dia setuju.
"Anyway, lo nggak mau ikut bimbel, les, atau semacamnya? Mumpung tes berikutnya baru dibuka beberapa bulan lagi?" pungkas Miko, netranya melirik Maula sekilas dengan tangan yang dia panjangkan demi meraih bungkusan keripik yang sempat Maula campakkan.
Lalu, tes yang disebutkannya barusan tentulah tes CPNS yang udah lebih dari sepuluh kali diikuti oleh Maula. Hasil akhirnya tak pernah berubah. Maula bahkan belum memulai guna mengisi lembar soal-soalnya saat hidungnya seolah udah dapat menghidu aroma kegagalan yang lebih kuat dari stella rasa jeruk yang dipasang dekat AC.
Huh! Namun, meski hal tersebut telah berulang hingga satu dekade, apakah Maula tetap nggak belajar dari masa lalu? Apakah dia nggak pernah dengar istilah keledai aja nggak mungkin jatuh di lubang yang sama? Serta, guru terbaik dalam hidup adalah pengalaman? Kenapa Maula masih saja nggak berhasil? Pun, lebih daripada itu, kenapa sih dia masih saja kekeuh buat memaksakan diri?! Keledai saja bisa nalar masa Maula nggak bisa sih?!
"Bukan gagal. Lo cuma nggak pengen passing the exams successfully, right?" Sembari mengunyah kerpik dalam mulutnya Miko tiba-tiba mengudarakan tembakkan yang nggak Maula sangka-sangka.
Cewek itu bahkan sontak terdiam bak batu di tempatnya duduk. Pori-pori kulitnya refleks menyempit. Punggungnya bahkan kontras mendingin. Tak hanya itu, Maula juga mendadak tak berani mengangkat matanya untuk membalas sorotan mata Miko.
"It's totally fine. Belum terlambat untuk cari tahu apa yang benar-benar lo mau," gumam Miko berikutnya. "Nggak punya keturunan PNS bukan berarti Mbah Nung bakal mati merana dan nggak damai."
"Bang ...."
"Kenapa dia mesti nggak damai kalo dia dikubur di San Diego Hills? Anak-cucunya bakal nangis-nangis sampai tujuh hari tujuh malam."
"Bang ...."
"Dia yakin udah hidup berdasarkan anjuran Tuhan dan bakal masuk surga lewat jalan bebas hambatan."
"Bang ...."
Keripik Miko udah tertelan sempurna. Dia menghela napasnya pendek, sebelum akhirnya melempar telisikan ke arah wajah Maula yang di matanya terkadang masih suka tampak kayak anak umur lima tahun, yang di suatu hari pernah jatoh dari pohon jambu dan nangis-nangis dalam gendongan punggung Miko.
Miko otomatis mengerjap. Menemukan tubuh Maula yang tak lagi setinggi pinggangnya, juga matanya yang tak lagi sepolos tahun-tahunnya kala dia masih balita yang tak tahu apa-apa selain meminta ini-itu sambil merengek serta menangis di hadapan abangnya. Ternyata, saat itu telah sangat jauh berlalu.
"Udah cukup 30 tahun lo hidup buat orang lain. Jalani hidup lo sendiri," ujar Miko pasca-mendesah dan kini mulai bangkit dari kursinya. "Jangan terlalu keras sama diri lo. Gue balik kantor dulu." Pria itu lantas menepuk ringan puncak kepala Maula seiring langkahnya yang terjejak menjauh.
Meninggalkan Maula di sana yang bahkan tak berani menatap punggungnya serta hanya bisa lurus-lurus memandangi bungkus keripik di tengah-tengah meja. Isinya tinggal setengah. Remahannya yang terhambur mungkin akan segera digerumutin semut.
Maula sedang menimbang haruskah itu langsung dia bersihkan atau nunggu Rikas saja yang sesuai jadwal, hari ini memang bagiannya cowok itu untuk beberes rumah.
Dia masih kesulitan memutuskan sewaktu berisik-berisik dari arah tangga menggoyang lamunannya. Begitu menoleh, Maula bisa melihat Rikas lah yang gedebak-gedebuk berlari menuruni undakan tangga. Dia hampir-hampir melewati Maula, tapi balik lagi demi berbagi laporan dalam nadanya yang terengah, "Mbok Rumi barusan telepon. Katanya, Mami dibawa ke rumah sakit."
Dan, Rikas pun kembali berlari ke depan rumah, kali ini dengan diekori oleh Maula yang mendadak ketularan paniknya juga.
***
Ula dan Bences datang lagi 💅
Sedang bingung mau curcol apa. Makasih udah baca yaw 💚💛💚
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro