Cekikikan Rikas masih samar-samar terdengar. Dari getar suaranya yang kayak tawa Kunti aja, udah ketara kalo dia nih lagi kesenangan bukan main. Macam habis nontonin orang lari terbirit-birit lengkap sambil terkencing-kencing gegara diserbu penampakan!
Bikin Maula yang sejak masuk ke kabin Hyundai Kona milik Si Rikas yang sedari rumah dikendarai lelaki itu dalam kecepatan lambat—hingga Maula rasanya pengen nelepon The Flash buat dorongin bokong mobilnya—milih pura-pura tertidur tak lupa dengan rapat-rapat memejam, akhirnya merasa jengah.
Oleh sebab itu, dengan greget Maula menyemprot, "Udah sih! Kalo mau ngakak. Ngakak aja!"
Itu bukan kalimat suruhan. Maula sedang sarkas. Tapi, Rikas mungkin justru menganggapnya restu sehingga dia langsung ngakak beneran setelah itu.
Buseeet!
Kepalanya geleng-geleng kayak Mbah Dukun kalau lagi baca mantra. Mulutnya yang terbuka serasa mau menyaingi terowongan bawah tanah stasiun MRT. Dan, yang paling nyebelin dari semua itu adalah ... dia kelihatan happy banget. Persisnya, happy-happy di bawah penderitaan hati Maula.
Cuih!
Dia baru berhenti terpingkal-pingkal bak Kaisar kalau lagi digelitik-gelitik manja, sewaktu mobil mereka sejenak berhenti di lampu merah. Seraya menyeka air mata yang menggenang di sudut mata gara-gara overdose tertawa Rikas lantas melengos ke arah Maula.
"Itu tadi yang namanya Sore?" tanyanya lancar, selancar arus lalu lintas jalanan Jakarta di setiap libur lebaran.
Lagi, Sore, katanya?
Maula berdecak-decak, sebelum dengan malas mengoreksi, "Sorak Sorai. Sora!"
"Iyalah." Rikas mengibas-ngibas telapak tangannya sok cantik seolah itu untaian rambutnya Anggun C Sasmi. Maula yang terpaksa menyaksikannya bahkan andai boleh pengen rasanya nyelupin tuh tangannya Si Rikas yang sok syantik ke lobang WC biar dia tambah kibas-kibas manja pas kena tai! "Jadi, itu dia orangnya?" sambungnya bersama nada interogasi.
"Kan tadi lo juga ikut kenalan. Hilang ingatan?" sinis Maula. Lagipula, mungkin kebanyakan bercinta bikin Rikas jadi pikunan! Karena, otaknya migrasi ke selangkangan!
"Dih, masih aja sensi." Kali ini, mobil mereka udah kembali melaju, tapi tetap masih kayak siput belum makan rumput!
Heran, mau habis bensin apa gimana sih? Emangnya Si Rikas ini nggak lagi buru-buru? Udah jam 9 lewat. Nggak bakal telat emang dia? Belum lagi kalau mesti menclokin bunganya dulu di Menteng sana! Tapi, ya apa peduli Maula?
Cewek itu cuma pendek mendesah sebelum akhirnya menimpali culas, "Ya terus?"
"Pantes aja Ezio nikahin. Dia masih muda dan bening gitu walau anaknya udah dua."
Sepasang netra Maula yang semula layu, bak disiram sesumur air. Mereka terbelalak lebar-lebar kala memelototi Rikas sembari menyembur galak, "Terus menurut lo gue gak bening?!"
Rikas mengedikan pundaknya yang jantan abis. Nggak heran dia mungkin seme favorit di kalangannya, atau ya who knows? Meski kadang tingkahnya mirip bencong, tapi Maula nggak bakal denial kalo tampang Si Rikas Uka Uka ini emang macho abis. Terlebih sewaktu suaranya yang serak-serak merdu membisik, "Lo manis sih."
Hiiih! Maula bergidik!
Tapi, maaf dia sedang emosi. Jadi, dibanding berlama-lama menikmati bekas suara Rikas yang bikin badan kedut-kedut, Maula justru memberingas, "Halah! Sabda lambe buaya bencong! Lagi, nih ya Ezio bukan tipe orang yang menilai seseorang based of their appearance doang!"
Rikas ngangguk-angguk. Udah macam Patung Kucing Cina. "Make sense. Senyumnya Si Sore juga ramah sih."
"SORAAAA!" Sore-Sore Sore-Sore itu sih waktu favoritnya buat saling bertumbuk ria bareng Teddy kali! "Lagian, senyum gue juga gak kalah ramah!" seru Maula, lengannya telah terlipat defensif di depan dada.
"Tapi, senyum lo depan gue sinis mulu tuh," debat Rikas.
"Iya karena lo yang selalu cari gara-gara!"
"Gara-gara apa sih orang cuma nanya. Cemburu banget ya sama Sore?"
Maula mendelik. Sore mulu deh! Kupingnya keseringan diisep apa gimana?!
"Tapi, jangan jadi pelakor ah, La. Kasian anaknya udah dua," imbuh Rikas dengan kentalnya nada menasehati.
Yang mau jadi pelakor juga siapa? Dia kali tuh yang suka rebutin lakinya orang buat diajakin naik ranjang!
"Udah deh. Mending gue turun situ aja deh," putus Maula menunjuk belokan pertama di depan mereka. Rasanya kesabarannya udah tandas tanpa sisa. Dipaksa duduk di sana setengah jam lagi yang ada batinnya yang merana kesiksa!
"Kok di situ? Mau ngajar di tempat Agra kan?" sahut Rikas sok tahu yang malah membikin Maula refleks memicingkan mata curiga.
Karena, itu jelas bukan sebatas sok tahu. "Lo kok inget Agra?" tuding Maula waspada.
"Ha?"
Maula menyipitkan matanya. Bibirnya yang sedikit terbuka serasa geter-geter sewaktu dia dengan lantang menuduh, "Lo naksir siswa yang gue lesin?!"
"Ya ampun!" Rikas sampai mengerem mendadak mobilnya. Dapat klakson tanda ngajak gelud dari mobil-mobil di bekangangnya, sebelum akhirnya kembali pelan-pelan meloloskan gas. Tak lupa sambil membalas Maula tegas, "Enggaklah! Bukan berarti ada cowok gue selalu suka."
"Emangnya gue percaya?" tantang Maula. Dagunya pun udah tinggi terangkat. Saking tingginya Monas aja pasti minder kalau lihat harga diri yang dipasang Maula! Namun, ya untuk orang yang banyak nggak beruntungnya seperti Maula, jika harga diri aja dia nggak punya mau ngebanggain apaan lagi kiranya?
"Harus percaya. Karena, begitulah kenyataannya." Bahkan biar pun Rikas mengucapkan itu melalui nadanya yang sungguh-sungguh, Maula tetap nggak bisa percaya. Sebab, dia nggak mau! Emang kalau percaya apa untungnya bagi Maula?
Mau sampai kapan pun, di matanya Rikas hanyalah seonggok bencong sejati! Hingga belokan pertama yang Maula tunjuk tahu-tahu terlewati.
"Kok nggak jadi diturunin?" protes Maula. Tanduk tak kasat mata dengan kilat udah terpasang di puncak kepalanya yang hari tampil dalam gelungan asal. Toh, dia memang nggak ada jadwal ngajar! Rikas aja yang nggak tahu.
"Ya jangan di pinggir jalan nggak jelas gitu. Sebut aja destinasinya. Gue antar."
"Ini udah jam berapa? Udah turunin di mana aja. Noh, ada belokan lagi noh!" Menggunakan jarinya yang ramping Maula meunjuk-nunjuk satu ruas jalan di sisi kiri yang masih lumayan jauh dengan pemberhentian lampu merah.
"Gue bukan Tukang Angkot. Jangan minta turun seenak-enaknya di sembarang tempat." Entah perasaan Maula saja atau bukan, tapi Rikas mengatakannya dengan amat datar dan kaku.
Namun, lagi-lagi, apakah Maula peduli? Oh, ya tentu enggak! Cewek itu tetap punya nyali buat menggerutu, "Ya ampuuun ribetnya! Tinggal turunin doang!"
"Nggak."
"Rikas!"
"Sebut yang bener. Gue antar. Lo istri gue."
"Mohon diralat! Kita teman serumah."
"Istri juga teman serumah kan?"
Ah, bodo.
Bodo amat, Anjir!
Udahlah semau-mau Si Rikas saja bisa ubanan dini Maula kalau mengurusinya!
***
Kafe Saturnus di Rabu pagi tampak lengang. Maka, begitu melangkah masuk, Maula langsung bisa menemukan Erika—salah satu teman Maula di SMA yang juga merupakan seorang Beauty Enthusiast dengan 200 ribu followers di Instagram—semalam dia nge-chat. Katanya, anak bungsu Kakak Sepupunya mau les Matematika. Masih SD kelas 2. Jadi, menurut Si Erika, Maula bakalan cocok untuk mengajarinya.
Itu terdengar seperti dia lagi ngerendahin Maula nggak sih?
Maula bahkan pernah ngajar anak SMA loh ya! Apa-apaan dengan kalimatnya? Tapi, Maula emang lagi butuh. Sungguh, saat ini, dia lebih butuh kerjaan daripada konfrontasi. Apalagi nambah-nambahin masalah dengan tarung jambak-jambakan bareng teman SMA, yang dulu sempat menuduhnya mengembat calon gebetannya. Padahal, jangankan calon gebetan, satu-satunya cowok yang Maula sukai sedari dia puritan ya cuman Ezio Nauerlino seorang!
No no no!
Ya, tahan saja deh.
Namanya juga bersakit-sakit dahulu demi berseneng-senang kemudian. Meski, Maula sakit melulu nggak kunjung dapat senang perasaan!
Cuma, ya, toh, Erika nggak sefrontal Rikas. Bisa jadi niatnya emang tulus kan? Maula nggak boleh suudzon!
Erika yang rambutnya biru mudah sekali dikenali. Dia melambai-lambaikan tinggi tangannya seolah ingin memberi tahu Maula jika dialah yang sedang duduk di sofa ujung jendela.
Merangkul tasnya erat di bawah ketiak, Maula gegas ke meja yang sedang di duduki cewek cantik itu.
Lalu, ketika dia udah tiba, dan sejenak bercipika-cipiki ria bareng Erika, Maula memundurkan kembali tubuhnya untuk kemudian disadarkan oleh fakta bahwa Erika tak duduk seorang diri di sana.
Di meja itu Maula juga berhasil menemukan seseorang yang membuatnya reaktif menyeru, "Lho, kok ada Mas Linggar?"
"Ih, siapa, ya?" Pria berjambang ala-ala yang kini telah berdiri itu bertanya sebelum akhirnya malah ngakak-ngakak sendiri.
Dih!
Kenapa sih banyak banget cowok prik di bumi ini? Maksudnya, ya, di buminya Maula?!
Benar-benar petaka!
***
Maula berisik banget yaw. Tokoh cewek paling gegap gempita yang pernah akyu tulis deh rasanya rebel amat 😭💅😭
Anyway, chat rusuh Maula dan Bencesnya bisa diintipin di IG akyu yaw 💅
Terima kasih udah menemani di sini dan di sana dan di mana-mana 💛💚💛
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro