Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🦚 | Bagian 05

🦚 Bagian 05 🦚

Tidak putus-putusnya aku memperhatikan Pradipta di atas panggung sejak tadi. Ada apa dengan otak ini karena terus memerintahkan mataku meliriknya. Percaya tidak percaya, pesonanya bertambah berkali-kali lipat saat memegang gitar. Ah, pria berkacamata ini bener menawan perhatianku. Hingga, aku tersadarkan oleh suara keramaian pengunjung, untungnya ada mereka, sehingga aku tidak perlu terpesona lama-lama dengan Pradipta.

Di atas panggung aku menyanyikan beberapa lagu hasil request dari pengunjung kafe yang ramai. Aku bernyanyi bersama instrumen keren dari gitar, penuh dengan improvisasi yang dibawakan oleh Pradipta. Banyak wanita yang terang-terangan memperhatikannya, bahkan menunjukkan ketertarikan mereka setelah panggung kami istirahat sejenak. Tak jarang dari mereka merekam kami.

Sekarang waktunya beristirahat setelah mengisi panggung selama satu jam lebih, dan kini panggung sedang diisi oleh beberapa pengunjung yang hendak bernyanyi secara sukarela. Panggung memang bisa untuk siapa saja yang ingin bernyanyi saat istirahat.

Meneguk air hangat yang diberikan Mina, aku melirik Bibi Ahn-jong dan paman Ha-Jun tengah sibuk melayani tamu yang meminta dibuatkan makanan dan minuman.

"Eonnie! Suaramu sangat bagus. Kau juga neomu yeppo!” [Sangat cantik] seru Mina seraya memajukan bibirnya beberapa centi. Wanita perawakan manis ini sangat menggemaskan. Andai saja ia tahu seberapa sialnya aku.

"Anya! Kau terlalu berlebihan, Mina-ya." Hanya itu yang bisa aku katakan.

Percayalah bahwa di dunia ini tidak ada yang benar-benar sempurna. Jika memang ada. Aku berani berkata dengan lantang penuh keyakinan bahwa ada banyak harga yang dipertaruhkan untuk semua itu. Anggaplah, ada harga ada barang.

"Oppa! Kemari sebentar, kau juga pasti lelah bekerja!" Mina mengangkat dan melambaikan tangannya ke arah Pradipta yang baru saja mengantarkan pesanan di luar.

Mengetahui Pradipta akan datang ke sini, aku segera duduk dengan tegak dan kaku. Ah, ini sama sekali bukan gayaku. Sejak kapan aku seperti ini? Kaku kayaknya kanebo kering. Mengangkat kepala dengan kening mengernyit, mataku menyipit dari balik kaca bening cembung ketika sebungkus permen jahe berada di atas meja, tepat di depanku.

"Ini, untuk kamu." Setelah berkata demikian, pria itu berlalu begitu saja tanpa menoleh sedikit pun ke belakang.

Ya ampun. Apa ini seperti wanita di K-drama yang mendapat perlakuan manis oleh lawan mainnya? Menggeleng kepala, aku mengangkat sebungkus permen itu dan membukanya. Selain tampak cuek dan misterius, ternyata Pradipta punya sisi yang sedikit manis.

Tidak bisa menutupi kebahagiaan, aku tersenyum lebar sambil memegang permen tersebut. Ah, hatiku sangat hangat kini.

"Kalian sangat serasi! Oppa jal saenggyeotta dan Eonnie yeppo." [Pradipta yang tampan] Aku hampir saja menelan utuh permen jahe setelah tutur kata Mina keluar.

"Yah! Mina-ya! Kau mau membuatku mati!" Aku memekik kesal setelah memaksakan permen itu keluar dari tenggorokan. Hampir saja aku lenyap dalam sekejap mata.

🦚🦚🦚

"Kamu mau pulang kan?" tanya Pradipta sambil melirikku. Kami baru saja menutup kafe dan bersiap-siap untuk pulang.

"Iya, Mas." Mau ke mana lagi kalau nggak pulang? Aku tersenyum samar.

Mina tidak ikut denganku pulang bersama karena ia harus membantu orangtuanya membersihkan kafe. Sebenernya tidak masalah karena semenjak turun dari bandara aku langsung mengganti SIM card-ku dan mengunduh kakaomap dan navermap sebagai alat bantu menentukan arah. Akan tetapi, sepertinya akan jauh lebih mudah kalau pria itu mengajakku pulang bersama.

"Ayok. Kita pulang." Ia beranjak dari ruang ganti kami yang berada di dekat dapur kafe. Aku mengikuti langkahnya. Sesudah berpamitan dengan bibi Ahn-jong, paman Ha-Jun, dan Mina kami langsung keluar dari kafe.

Jika dipikir-pikir, ini pertama kalinya aku merasakan sensasi berbunga-bunga dan aneh semacam ini setelah lima tahun menutup diri dan hati. Pradipta memang berbeda dan berhasil menarik perhatianku.

"Sakura?" Pradipta memanggil sembari memegang tanganku.

Spontan aku menoleh ke arahnya dengan gemuruh aneh di dada. Mataku tak berkedip bersama bibir yang terkatub rapat. Ini pertama kalinya aku mendengar Pradipta memanggil namaku.

"Hati-hati jalannya," tegur Pradipta. Menyadari keadaanku yang tidak fokus. Padahal, ia pelaku utama aku seperti ini. Alhasil, aku hanya mengangguk saja.

Kali ini Pradipta mengubah posisi kami. Ia berjalan di bagian luar dan masih memegang tanganku. Tindakannya kali ini semakin aneh untukku cerna. Apa ia sedang melindungi aku dari keramaian?

Sial, mencoba tidak tersenyum karena tindakannya. Gengsi. Kembali diam-diam aku melirik tanganku yang tenggelam dibalik tangannya yang lebar dan hangat.

"Angkat kepala, kamu bisa nabrak orang," ujar Pradipta seraya menarik aku ke depan hingga menabrak sebagian punggungnya.

Jika tadi aku melangkah sedikit di belakang Pradipta sambil menatap punggung kekarnya, maka sekarang aku berada tepat di samping, bahkan lengang kami saling bersentuhan.

Ya Tuhan. Bila seperti ini terus, aku yang sesak napas dan jantungku bisa bermasalah. Tenang Sakura. Tidak mau tertangkap basah sedang gugup, aku memutuskan untuk mengamati sekitar.

Langit gelap tanpa salju, semua orang berlalu-lalang menggunakan pakaian tebal bersama celetukan mereka. Di sisi jalan lampu-lampu hias terpasang di gedung-gedung. Kami perlahan menaiki jalan yang sedikit menanjak. Ada perempatan di sisi jalan, namun Pradipta membawaku berjalan terus lurus.

Sampailah kami mata jalan raya. Pradipta dengan tatapan memberi kode untuk berbelok ke arah kanan. Akhirnya kami berhenti di halte bus yang berada di dekat Hamlinton Hotel. Di sana juga ada sekitar dua orang yang duduk di kursi halte dan tiga lainnya berdiri menantikan bus.

Jam menunjukkan pukul 20.40 KST saat ini. Yang mana biasanya jam operasional bus berhenti pada pukul 21.00 KST. Jadi, bisa dibilang bus yang kami tumpangi adalah bus terkahir hari ini yang beroperasi.

"Mas udah baik keadaannya?" tanyaku mengakhiri kesunyian. Demi apapun, aku sedikit canggung dengan atmosfer di antara kami. Maka untuk mengakhiri ketidaknyamanan ini, aku berbicara.

Pradipta menoleh ke arahku. Ia mengangguk pelan. "Terima kasih dan maaf sudah mengganggu kamu tadi malam. Saya nggak ada pilihan lain saat itu."

"Nggak papa, mas santai aja."

Tidak lama kemudian bus yang kami tumpangi datang. Pradipta melepaskan tangannya dariku lalu merogoh saku celananya. Aku melakukan hal yang sama, mengambil T-Money di dompet. Kami sama-sama berjalan mendekati bus.

"Tu Myeongiyo." [Dua orang, Pak] Pradipta menempelkan dua kali T-Money pada scanner.

"Hwansengimnida." [Naik giliran orang lain.] Suara mesin berseru.

Pradipta lalu menarik tanganku, kami masuk dan duduk di bangku paling belakang. Aku hanya bisa melongo dibuatnya. Pria ini baru saja membayar ongkos bus untukku?

"Kenapa?"

"Mas bayarin buat aku? Kenapa?"

"Nggak papa."

To be Continued

Catatan kaki:
Kakaomap dan Navermaps itu semacam aplikasi kayak google maps gitu, guys.

Soal T-Money. Sebenernya setelah kalian turun dari bandara pun, ada tuh market yang bisa beli atau bikin T-Money. Jadi kalian bisa bayar bus, busway, taksi atau transportasi lainnya pake itu. Tapi kalau kalian nggak bikin juga nggak masalah, di stasiun Incheon juga ada konter yang bisa beli langsung kayak Sakura gitu.

And, sampai di Korea jaringanmya juga berbeda kan yah. Nah kalian bisa beli kartu Korea tapi kalau nggak kalian bisa nyewa WiFi gitu, berkelompok, ntar jaminannya kartu kredit kalian. Tapi aku saranin buat kalian yang selalu jalannya barengan, ya. Kan Lebih murah tuh, misal 50k tiga orang yang pake.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro