6
"Dito bilang begitu?"
Mata Gilda berkaca-kaca, ia tak mengira sama sekali jika Dito secepat itu ingin lepas darinya.
"Tak ada yang bisa dipertahankan dari orang itu, kakak juga tak mengerti mengapa ia berubah jadi laki-laki brengsek hanya karena terobsesi pada seorang wanita yang sudah bersuami."
Hans memegang tangan adiknya, ia tahu hati Gilda hancur tapi akan lebih menyakitkan lagi jika hidup dengan laki-laki yang tak peduli padanya.
"Kamu menangisi laki-laki brengsek yang bahkan sudah tidur dengan wanita jalanan?"
Gilda menghapus air matanya, ia menatap Hans tak percaya.
"Aku melihatnya sendiri, di apartemennya ia membawa wanita itu masuk ke unitnya dan keesokan harinya wanita itu baru ke luar dari apartemen itu, lalu apa yang mereka lakukan semalaman? Dan keesokan harinya saat aku ke sana lagi wanita yang aku lihat itu pulang dengan rambut basah dan wajah lelah, lalu kamu masih mau mempertahankan pernikahanmu yang tak jelas? Berpikirlah dengan jernih, tinggalkan Dito, besarkan anakmu lalu menikahlah dengan laki-laki yang mencintaimu, bukan kamu yang tergila-gila, dua kali selalu kamu yang tergila-gila dan berakhir seperti ini, belajarlah dari apa yang sudah terjadi jangan hanya mengikuti keinginanmu dan napsumu."
Akhirnya Hans melihat anggukan pelan Gilda. Hans merasa lega.
"Akan aku urus secepatnya perceraian kalian, secepatnya baju-baju Dito kamu keluarkan dari lemari yang ada di rumah biar aku yang mengantar ke apartemennya."
.
.
.
"Kamu mau ke mana kok nggak biasanya ikutan ganti baju? Pagi-pagi lagi kayak orang mau ke kantor?" Alex tersenyum melihat istrinya yang pagi itu terlihat siap berangkat juga sambil menyiapkan Barat yang juga sudah mulai bersekolah. Barat mulai belajar mengenai lingkungan dan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
"Aku mau ke toko grocery dekat sekolahnya Barat, cuman antar Barat dulu lah. Nanti pulang dari toko baru aku jemput Barat."
"Oh, ada yang kurang ya kebutuhan kamu apa Barat? Tumben aja kamu ke toko grocery nggak bareng aku?" tanya Alex lagi.
"Tiba-tiba aja baru ingat kalo ada yang lupa beli, susu untuk bumil juga sudah habis." Wulan berusaha menjelaskan.
"Masa? Cepet banget habisnya, kayaknya kamu nyetok agak banyak waktu itu?" Alex terlihat berpikir dan mengingat saat mereka berbelanja berdua.
"Nggak, sudah habis kok."
Wulan ingin memberi kejutan pada Alex, ia akan menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan bayi mereka nanti tanpa sepengetahuan Alex. Tapi bisakah? Karena Wulan selama ini tak pernah bohong pada Alex.
"Ok hati-hati, kalau ada apa-apa telepon aku."
Alex mencium kening Wulan dan Barat lalu berangkat ke kantor, sementara Wulan berangkat setelah Alex, ia mengantarkan Barat ke sekolahnya lalu menuju sebuah kantor yang sempat ia datangi beberapa waktu lalu.
Wulan disilakan masuk oleh seorang wanita lalu ia disilakan menunggu di ruang meeting yang tak begitu luas tapi nyaman. Tak lama terdengar pintu terbuka lalu menutup lagi, Wulan refleks menoleh dan ia tertegun sejenak, saling tatap dengan laki-laki yang sangat tak ingin ia jumpai karena mereka telah memiliki kehidupan masing-masing. Laki-laki yang telah membuangnya, meninggalkannya tanpa kepastian dan kini berdiri tepat dihadapnnya dengan senyum yang sama sekali takia rindukan.
Wulan segera memenangkan diri, ia tetap berusaha santai saat Dito telah duduk tepat di depannya. Menatap Wulan dengan intens dan menampakkan senyumnya yang benar-benar tak Wulan inginkan meski harus ia akui dadanya berdebar keras. Marah dan kecewa mengapa laki-laki ini yang muncul.
"Apa kabar?"
"Baik." Wulan menjawab dengan suara tegas.
"Kita langsung saja pada apa yang sudah aku paparkan pada rekan kerjamu, jujur kalau boleh aku memilih, aku lebih nyaman jika dia yang menangani karena sejak awal aku sudah berbicara dan menjelaskan padanya apa yang aku mau. Aku tak ada hubungan denganmu dan mungkin lebih baik kamu ke luar.
Dito terkekeh pelan, matanya tak lepas dari wajah Wulan. Wanita yang sangat ia rindukan.
"Kau terlihat gugup, harus kita akui kita tak bisa membohongi perasaan kita jika kita masih saling suka. Laki-laki yang ingin kamu temui itu bosku, yang jelas dia sibuk, kami tak banyak punya pegawai jadi terkadang dia langsung turun tangan jika ada pekerjaan." Dito berusaha menjelaskan.
"Tak bisakah aku bicara dengannya saja?"
"Kenapa kalau denganku? Kau takut karena kau masih cinta padaku kan Wulan?"
"Aku sudah bersuami dan tak ingin mengakhianati kepercayaan dia padaku, lagi pula aku tak ada urusan denganmu.
"Lalu, kalau kau mengkhianati aku boleh begitu?"
Mata Wulan melebar. Ia merasa Dito yang telah berkhianat terlebih dahulu.
"Bukankah kau yang duluan? Aku melihatmu dengan wanita yang saat ini menjadi istrimu, kalian sangat dekat dan aku jadi hancur seketika, kamu yang aku tunggu dan aku cari setelah aku dibuang ke negara ini oleh orang tuamu ternyata menemukanmu yang sudah memiliki wanita lain jadi tak salah kan jika aku menerima tawaran menikah dari laki-laki yang mau bertanggung jawab dan mencintaiku? Aku sudah mengorbankan cintaku padamu demi kedua orang tuamu agar kalian baik-baik saja ternyata kamu malah asik berdua bermesraan dengan wanita lain yang jauh lebih cantik dari aku, akui saja! Tak usah malah mengalihkan kesalahan dan pengkhianatan padaku.
Dito tertegun sejenak. Ia berusaha mengumpulkan semua ingatannya tentang apa yang sudah terjadi pada mereka berdua termasuk Gilda.
"Jadi ... kita sama-sama salah duga? Kau mengira aku berkhianat saat aku tak punya hubungan apa-apa dengan Gilda? Dan aku menuduh kamu berkhianat saat melihatmu menikah dengan laki-laki lain."
Wulan tertawa sinis. Laki-laki di mana-mana sama, saat tersudut ia akan membuat alibi.
"Kalian terlihat sangat dekat, aku melihat wanitamu menangis dan kau terlihat sangat sayang dan khawatir, tak usah mengelak, kau berubah jadi laki-laki tak jelas sejak berada di sini mungkin lingkungan atau mungkin kamu yang sudah berubah karena kamu sendiri yang tak bisa lagi jadi orang baik mumpung jauh dari kedua orang tuamu."
"Kau salah aku sudah dewasa, sudah berhak menentukan apa yang aku lakukan bukan karena kedua orang tuaku, asal kau tahu saat itu kami saat itu tak ada hubungan apapun."
"Tapi dia hamil anakmu kan? Aku pernah melihat kalian berdua masuk ke sebuah apartemen."
Dito mendengkus kesal, kesal karena ternyata kejadian itu di luar prediksinya.
"Dia minta antar mengemasi barang-barang di apartemen mantan kekasihnya." Dito lagi-lagi berusaha menjelaskan.
"Sudahlah tak usah membela diri, aku pamit pulang, aku tak mau jika kamu yang jadi konsultan desain interior rumahku sekaligus renovasi kamar anakku. Kita sudah selesai dan jangan berharap banyak dari pertemuan ini. Aku akan menggagalkan semuanya, tak jadi aku menggunakan jasa perusahaan ini, toh kami belum deal masalah harga."
Wulan bangkit hendak ke luar tapi Dito sigap ia mengejar dan memegang lengan Wulan. Jarak mereka sangat dekat.
"Kenapa? Kamu takut jatuh cinta lagi padaku?"
Wulan menatap Dito dengan tatapan tajam.
"Lepaskan! Kita sudah sama-sama memiliki pasangan, aku hamil dan istrimu juga, jadi mari hormati pasangan kita! Jangan sampai pertemuan hari ini ... emmppphhh."
Sekali sentak, Wulan jatuh dalam pelukan Dito dan Dito tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Wulan berusaha mendorong dada Dito, air mata Wulan mengalir saat Dito tak juga melepaskan ciuman dari bibirnya.
🔥🔥🔥
7 November 2024 (10.04)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro