4
"Suamimu belum berkabar?"
Hans masuk ke ruang kerja adiknya dan menatap sendu ke arah Gilda yang masih asik dengan pekerjaannya. Perutnya yang mulai membuncit membuat Hans semakin sedih. Gilda menoleh saat Hans masuk lalu kembali menekuni pekerjaannya.
"Belum, paling seminggu atau bisa juga lebih, dia masih di Indonesia, atau bisa juga nggak sampai seminggu karena di sini dia juga sibuk, banyak kerjaan katanya, sementara di Indonesia dia mengurus penjualan aset-aset papanya, meski kayak nggak etis karena baru aja papanya meninggal tapi mamanya yang nyuruh, itu katanya sih."
"Atau bahkan dia sudah di negara ini lagi tapi dia tak berkabar sama kamu?"
"Nggak mungkin, pasti mama akan nelepon aku kalo Dito sudah kembali, mama dia kan sayang sama aku."
Hans duduk di depan meja adiknya dan menatap lekat wajah cantik adiknya, Hans semakin tak mengerti apa yang membuat Dito tak berminat pada adiknya setelah keduanya melakukan hal terlarang.
"Aku tahu pernikahan kalian tidak baik-baik saja, hanya aku yakin Dito tak akan menyakitimu seperti mantanmu yang brengsek itu. Dia hanya belum bisa melupakan mantannya, itu kan katamu?"
Gilda mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. Meski beberapa kali mengerjab dan berusaha agar air matanya tak jatuh tapi tak urung ada tetes yang terjatuh juga.
"Aku menyesal, aku menyesali pernikahan yang berjalan tak semestinya ini, aku yang menggodanya hingga kami melakukan hal itu, aku tahu dia sebenarnya tak ingin, tapi saat ia melihat aku tak menggunakan selembar benangpun, akhirnya ia menyerah dan kami melakukan hal itu, aku yang menggodanya, tapi aku kecewa juga ternyata yang ia sebut berkali-kali nama wanita yang dia cintai dan setelah semuanya selesai ia tak lagi menoleh padaku bahkan sampai saat ini ia tak menyentuhku lagi, tiap aku mengajaknya, ia selalu berasalan sibuk, lelah dan yang paling menyakitkan ia menganggap aku tak lebih dari adiknya dan berulang minta maaf telah merusak hubungan persaudaraan yang telah lama terjalin, sementara aku tertarik pada Dito sejak lama, mencintai Dito sejak dia dengan sabar menemani aku melewati masa-masa sulit melupakan mantan dan sakitnya pasca keguguran keguguran karena kekerasan fisik, dia laki-laki baik hanya yang kami berdua ada di situasi yang tak tepat."
Hans menggenggam tangan Gilda, adiknya mulai terisak.
"Aku selalu begini jika berhubungan dengan laki-laki kak, apa aku ini tak menarik? Apa aku ini membosankan?"
"Tidak juga, buktinya Ben, sangat setia menemanimu, iya kan? Aku tahu laki-laki itu menyukaimu, dan menerima keadaanmu meski tahu kamu sedang hamil anak Dito, tapi ingat jangan terbawa suasana dan kamu semakin merusak rumah tanggamu." Hans mencoba memberi nasihat pada adiknya.
"Iya, Kak, aku nggak tertarik sama Ben, aku hanya menganggap teman, atasan yang baik dan perhatian, sudah itu saja."
"Aku masih sangat berharap rumah tanggamu baik-baik saja."
"Semoga dan aku akan berusaha mempertahankannya, hanya terkadang ada rasa menyesal, ini semua terjadi gara-gara keisenganku."
"Iseng? Mempertaruhkan hidup, kamu bilang iseng."
"Yah, maafkan aku, Kak."
"Minta maaflah pada anak yang sedang kau kandung saat ini."
.
.
.
Kurang lebih sepuluh hari Dito di Indonesia, akhirnya ia kembali ke Inggris, tak mudah menjual aset dengan cepat apalagi banyak, akhirnya Dito bekerja sama dengan beberapa teman lamanya saat ia masih aktif di dunia bisnis properti. Sementara mamanya tetap tak mau ia ajak ke negara tempat ia bekerja kini, mamanya lebih merasa nyaman tetap tinggal di Indonesia bersama sanak keluarga dan ada satu perusahaan yang masih di kelola oleh mamanya.
Seperti biasa Dito langsung menuju apartemennya, meski sebelumnya ia sempat menelepon Gilda dan memberi tahu jika ia sudah sampai. Dito menoleh sejenak pada foto Wulan yang ada di dalam kamarnya lalu tersenyum.
"Apa kabar? Aku kangen, kita akan segera bertemu lagi, aku punya keyakinan jika kita akan bersama lagi entah dengan cara apa? Karena aku tak perlu lagi restu papa jadi aku bisa bebas memilih aku hidup dengan siapa, paling tidak papa tidak akan mengungkit semua yang telah ia lakukan untuk aku."
Tak lama ponselnya berbunyi, bos barunya neleponnya untuk segera ke kantor.
"Ya aku akan segera ke sana, ada apa?"
"Ada proyek, meski tak besar aku yakin kamu suka."
"Apa itu?"
"Istri Alex ke sini, sepertinya ia tak memberitahu suaminya jika akan merenovasi rumahnya pada perusahaan kita, ia dapat rekomendasi perusahaan kita dari temannya, ia datang ke kantor tadi sendirian ingin mendesain kamar bayi dan menyerahkan pada kita renovasi kecil-kecilan sih ini, ini sebenarnya bisa aku berikan pada yang lain tapi aku yakin kamu lebih tertarik, bukankah kamu bercerita banyak padaku setelah kita bertemu Alex dan kamu mengatakan jika istri Alex adalah mantan yang tak akan pernah bisa kamu lupakan?"
Wajah Dito terlihat sangat bahagia, berkali-kali ia mengusap rambutnya sambil tersenyum lebar.
"Ah ini yang namanya nasib sedang berpihak padaku, aku tidak mencari cara bertemu dengan dia tapi dia sendiri yang datang, ok aku yang pegang pekerjaan ini, jangan kamu berikan pada siapapun! Aku sebenarnya masih lelah tapi mendengar tawaranmu, lelahku jadi hilang, sekarang juga aku meluncur ke kantor."
"Semua hasil diskusiku dan istri Alex sudah ada di kantor."
"Aku ke sana."
Sebelum berangkat ke kantor, Dito menghampiri foto Wulan, ia usap foto itu lalu tersenyum penuh misteri.
"Kau akan jadi milikku selamanya. Apapun caranya kau akan kembali dalam pelukanku, mungkin caraku salah tapi tak ada cara lain selain aku melakukan hal ini, Chassey akan aku susupkan ke kantor suamimu, laki-laki mana yang tak akan tergoda oleh Chassey, ada banyak cara untuk memisahkan kau dari suamimu, tunggu aku Wulan, maaf di masa lalu aku pernah mengabaikanmu karena aku tak mau papa kecewa padaku, masa lalumu yang bikin papa keberatan kita menikah, kini setelah papa tak ada, kita lanjutkan rencana kita yang tertunda. Tunggu aku, aku akan datang padamu."
🍂🍂🍂
5 November (03.41)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro