3
"Terima kasih sudah menemani sampai pagi."
Dito tersenyum di depan pintu unitnya, ia mengantarkan Chassey sampai pintu. Chassey melambangkan tangan, ia rapatkan jaketnya.
"Terima kasih juga, kita sama-sama untung kan? Lain kali kita sewa hotel agar lebih seru, cerita-cerita sampe pagi, terus ini, terus itu hehe rugi kalo kita cuman cerita-cerita aja, kamu kan sudah bayar mahal sama aku jadi yaaa gitu deh."
Dito terkekeh, lalu menutup pintu. Ia terduduk dan melihat ponselnya yang begitu banyak panggilan tak terjawab dari papa, mamanya. Anehnya tidak ada panggilan dari Gilda. Ia mencoba menghubungi mamanya dan ia mendapat sambutan dan suara yang tak mengenakkan hatinya.
"Ke mana saja kamu? Kenapa istrimu tak kau tunggui? Apa yang kamu lakukan hingga tiap malam meninggalkan Gilda sendirian?" Terdengar suara tinggi dan pertanyaan yang beruntun.
"Gilda mengadu? Aku memang banyak kerjaan, ini tempat kerja baru jadi aku harus menunjukkan kalau aku bisa kerja dengan baik Ma."
"Tak ada lembur tiap malam, aku tidak bisa kamu bohongi, aku mamamu, aku tahu kalau kamu berbohong. Kau harusnya jadi laki-laki sejati, kau yang menghamili Gilda harusnya kau bertanggung jawab bukan hanya menikahinya tapi juga menemaninya layaknya seorang suami. Kau jangan bertingkah macam-macam, kau tak muda lagi Dito, ini pilihan hidupmu saat kau melakukannya dengan Gilda. Tak ada alasan tak sengaja dan terbawa suasana, kau sudah lebih dari dewasa harusnya tahu semua risiko perbuatanmu. Papamu tak tahu jika kau menghamili Gilda, dia berpikir kalian menikah karena suka sama suka, ternyata setelah menikah kau malah seperti ini, hidup seenaknya dan meninggalkan istrimu yang sedang hamil sendirian, tiap malam kau tinggalkan iya kan? Nggak usah mengelak mama tahu semuanya. Mama tak tahu apa yang akan terjadi jika papamu mendengar semua ini, anak satu-satunya semakin tidak karuan hidupnya, hidup tak jelas dan semakin berantakan!"
Dito diam, ia biarkan mamanya menumpahkan kekesalannya, iya yakin papanya tidur hingga mamanya bebas marah padanya. Tak lama kemudian saat mama Dito masih saja menumpahkan semua kekesalannya terdengar suara papanya dan sambungan telepon terputus diiringi teriakan mamanya. Dito menggenggam ponselnya. Ia mengembuskan napas berat. Berharap tak terjadi apapun meski firasatnya tidak enak, ia hanya khawatir papanya mendengar semua perkataan mamanya. Meski papanyalah yang menjadi penghalang ia bersatu dengan Wulan tapi ia tetap berharap yang terbaik pada papanya.
"Aku memang salah dan tak akan membantah apa yang mama katakan, masalahnya mereka tak pernah dalam posisi seperti aku, belum bisa melupakan Wulan dan Gilda datang di saat tak tepat. Aku sudah bertanggung jawab dengan menikahi Gilda dan aku pikir itu sudah lebih dari cukup. Aku tak bisa jika dipaksa tidur berdua lalu melakukannya lagi dengan Gilda, tidak! Tidak akan pernah terjadi lagi. Jika bayi itu lahir akan aku besarkan sendiri jika Gilda mengijinkan aku mengambil hak asuh. Biar sekalian aku yang bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan."
Dito berkemas hendak ke kantor, lalu ia masih menikmati sisa pastry yang dibawa oleh Chassey semalam dengan segelas coklat panas, tak lama kemudian ia menggunakan baju untuk ke kantor dan saat hendak meraih kunci mobil ponsel Dito berdering lagi, ada nama mamanya di sana tapi yang terdengar bukan suara mamanya. Salah satu pembantu yang ada di rumahnya dan mengatakan kondisi papa Dito kritis.
Dito hanya bisa tertegun, ia diam sesaat dan ingat saat mamanya menumpahkan kekesalannya ia sempat mendengar suara papanya dan tiba-tiba sambungan telepon itu terhenti. Mungkin saat itu mamanya tak sadar jika papanya sudah ada di belakangnya dan mendengar semua pembicaraan keduanya. Dito memejamkan mata, ia merasakan sakit di dadanya, ia yakin papanya kecewa padanya, anak satu-satunya yang dulu penurut dan membanggakan orang tua kini hidupnya hancur berantakan dan tak bisa diperbaiki lagi, tak ada yang bisa diharapkan lagi.
Dito melangkah menuju pintu, sekali lagi ia masih berdiri mematung bersamaan dengan ponselnya yang kembali berdering. Ia angkat dan suara seseorang terdengar sangat jauh dan jauh, berkabar bahwa papanya meninggal.
.
.
.
Saat Dito sampai di Indonesia, ia segera ke rumahnya setelah menempuh penerbangan panjang, sesampainya di rumah mamanya meraung, memukulinya sambil menangis disertai ucapan-ucapan kekecewaan karena sangat emosi akhirnya mamanya pingsan dalam pelukannya, kerabat yang lain berusaha menenangkan Dito yang saat itu segera membaringkan mamanya.
Dito segera menuju ke makam papanya diantar oleh beberapa kerabat laki-laki. Mata Dito nanar menatap tanah merah yang penuh dengan bunga-bunga. Dito berjongkok lalu mengusap nisan yang tertera nama papanya. Matanya berkaca-kaca.
"Dito tahu papa kecewa, Dito tahu papa sangat ingin cucu dariku tapi satu hal yang tak pernah papa rasakan, tidak bisa bersatu dengan wanita yang kita cintai itu sebuah kesakitan yang amat sangat. Aku minta maaf papa tak bisa melihat cucu papa yang saat ini masih dalam kandungan Gilda, aku berjanji akan membesarkan dengan baik, akan aku tunjukkan jika aku mampu membuat cucu papa jadi seperti apa yang papa inginkan. Akan aku jual semua aset di sini dan akan aku besarkan perusahaan papa di negara yang saat ini telah membuat aku semangat lagi untuk mengejar hal yang tak sempat aku raih dan aku miliki, bahkan aku berjanji Pa, jika ada kesempatan akan aku miliki lagi cinta yang tak sempat aku raih, dan bersama dia aku akan membuat papa bangga, tanpa dia aku tak bisa apa-apa Pa restui aku meski mungkin jalan akan aku tempuh tidak sepenuhnya lurus. Akan aku ambil dia dari suaminya apapun caranya, maaf jika kali ini aku tidak jadi orang baik-baik tapi ini caraku agar aku kembali normal sebagai Dito yang dulu, Dito yang membanggakan papa dan mama, restui Dito Pa, doakan Dito dari sana."
Dito bangkit lalu menatap nanar pusara yang masih merah dan bertabur bunga itu, ia usap mata merahnya dan menoleh saat kerabat yang ada di belakanganya menepuk bahunya.
"Ayo Dito kita pulang, kita temui mamamu lagi. Dia butuh teman, jaga mamamu, jangan kecewakan mamamu, karena diantara tangisnya saat papamu akan dikebumikan kami semua mendengar jika mamamu mengatakan jika dia kecewa padamu, jadi kembalikan rasa bahagia mamamu, hilangkan kecewanya, kamu anak satu-satunya, siapa lagi yang akan membahagiakan mamamu?"
Dito hanya mengangguk.
"Tapi aku ingin bahagia juga Om, tanpa bayang-bayang mama dan papa lagi," bisik Dito dalam hati.
❤️❤️❤️
4 November 2024 (05.55)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro