☘️ Lima ☘️
"Elang!" seru suara wanita yang mendekati Elang dan mengecup pipinya.
Senyum menggembang di wajah Elang. Jika saja takdir tak memasangkan dirinya dengan Pelangi, bolehkah ia berharap bahwa wanita yang duduk di seberang ialah jodohnya.
Jika kekasihnya ini selalu menampilkan senyum yang mampu menyejukkan hati, tapi tidak dengan Pelangi. Ah, wanita itu. Bukan ia tak melihat senyuman itu, hanya saja Elang bisa membedakan senyuman yang tulus atau tidak. Akan tetapi senyum tulus istrinya itu seolah-olah dibarengi dengan kesedihan yang tersirat melalui mata cokelatnya.
"Kamu ke mana aja?"
"Maaf. Aku ada urusan," jawabnya pelan seraya menyesap kopi espresso yang mulai mendingin.
Tak ada percakapan di antara mereka, hanya genggaman tangan di atas meja dengan tatapan penuh cinta terpancar dari keduanya. Layaknya duo sejoli kebanyakan, jika sudah bertemu dunia serasa milik berdua yang lainnya ngontrak. Ulasan senyum dari kedua insan membuat semua orang tahu jika mereka pasangan yang saling mencintai.
"Anna! Elang!" seru seorang wanita paruh baya. Wanita itu menarik kursi yang berada di tengah Elang dan Ana.
"Kalian nunggu lama, ya?" Mereka menggeleng bersamaan.
"Gimana kabarmu, Lang?"
"Baik, Tante." Elang meraih dan mencium punggung tangan wanita paruh baya yang adalah Mama Anna
"Jadi. Gimana rencana pertunangan kalian?" tanya Mama Julia to the point.
Pertanyaan Mama Julia jelas mengagetkan Elang, yang tetiba saja langsung membuatnya tersedak dan terhenyak secara bersamaan.
Saat itu juga, ia merasa udara di sekitarnya menipis. Ia sudah menyiapkan jawaban atas pertanyaan ini. Tapi, tetap saja semuanya langsung menghilang diterpa angin. Mengaburkan seluruh keyakinan untuk mengakhiri jalinan tali asmara yang sudah berlangsung selama tiga tahun terakhir.
Ditambah dengan keadaan Anna yang tak baik-baik saja, semakin membuat Elang tak kuasa mengambil keputusan yang sudah beberapa hari ini dia pikirkan. Oh, man! kenapa jadi sesulit ini? Batinnya berontak.
Bukannya ia tega, bisakah dirinya menganggap sebagai pria yang paling brengsek, kejam , jahat, tak punya hati, dan umpatan lainnya. Sungguh ia berusaha menjaga hati, tapi dalam kasusnya banyak hati yang akan tersakiti jika ia salah mengambil langkah. Elang sadar jika ia harus mengorbankan salah satunya. Dan, saat ini dia berada di antara persimpangan.
Anna yang melihat reaksi tegang dari Elang pun menyadari bahwa pertanyaan mamanya yang membuat sang kekasih dalam posisi canggung. Tiga tahun berpacaran hanya beberapa kali saja ia bertemu dengan mamanya, bahkan bisa dihitung dengan jari. Kesibukan sang Papa yang selalu keluar negeri pun selalu membawanya ikut serta.
Dan selama dua tahun ini, bukan ia tak memahami sosok Elang. Pria di sampingnya ini adalah pria terhangat dan terramah yang pernah ia kenal. Elang bukan tipe pria yang seenaknya saja, dia pasti memkirikan segala kemungkinan sebelum mengambil keputusan. Anna tahu bahwa dua minggu terakhir ini hubungan mereka sedikit merenggang. Ada banyak kemungkinan yang nangkring di otak Anna, dan salah satunya adalah keadaan dirinya.
Demi Tuhan! Ia belum siap kehilangan Elang. Pria itu segalanya bagi Anna. Pemilik mata hitam itu semacam morfin baginya, penghilang rasa sakit sekaligus membuat ketagihan.
"Ma ...," tegur Anna pelan.
"Kenapa?" tanya mama Julia melotot kepada putri sulungnya.
"Aku sama Elang belum kepikiran ke sana," elak Ana memutar bola matanya.
"Kalian, kan, udah pacaran tiga tahun? Sampai kapan kalian kayak gini terus?"
"Ma!" pekik Ana pelan.
"Saya tau itu, Tan. Beri kami waktu untuk memikirkan segalanya. Bagi saya menikah itu adalah suatu hal yang sakral. Bukan untuk main-main," jelas Elang yang dibalas Mama Julia memutar bola matanya. Jengah.
"Aku ke toilet sebentar," sela Anna yang langsung beranjak dari tempat duduknya.
Anna melemparkan clucth bag miliknya ke atas wastafel yang berada di dalam toilet. Entah kenapa dirinya merasakan emosi begitu menyadari bahwa Elang sedikitpun tak pernah menyinggung soal pernikahan.
Apa arti hubungan mereka selama tiga tahun ini? Pernah sekali ia menanyakan keseriusan Elang, namun jawaban 'belumlah siap menikah' yang terlontar dari pujaan hatinya. Dan ia tak pernah lagi menanyakan hal itu kembali. Sedikit menahan air mata yang sudah menumpuk di ekor matanya agar tak menangis.
Entah kenapa Anna merasakan keanehan dalam diri Elang, namun ia juga tak tahu apa yang membuatnya berubah. Seminggu tak ada kabar membuat Anna kelimpungan, tak biasanya Elang tak menghubungi dirinya.
Anna menghela napas panjang, mencoba menetralkan emosinya. Elang bukanlah pria yang tiba-tiba saja menghilang dari peredaran, jikalau ia menghilang tentunya setelah berpamitan dengannya.
Setelah memoleskan gincu merah mudanya Anna keluar dari toilet, "Aaakh ...," pekiknya pelan memegangi perut. Hanya beberapa langkah ia berhasil menahan rasa sakit yang tiba-tiba menjalari seluruh tubuhnya.
Sedikit memaksa Anna mencoba berjalan menuju meja, tapi kembali rasa sakit itu datang. Kali ini ia tak mampu lagi menahannya. Tubuhnya ambruk tepat ketika Pelangi sedang berjalan menuju toilet.
Melihat seorang wanita yang kesakitan membuatnya sedikit panik.
"Ya Tuhan! Mbak ..., Mbak ..., bangun!" pekik Pelangi yang menepuk pipi Anna.
Wajah pucat dan keringat dingin menghiasi wajah Anna semakin membuat Pelangi panik. Bukan ia tak tahu siapa wanita ini, ia berusaha menekan segala emosinya melihat Anna yang sedang tak berdaya seperti ini.
"Mbak Anna, bangun!" teriak Pelangi yang membuat seluruh pengunjung restoran diam seketika.
Elang dan Mama Julia yang melihat hal itu langsung berlari menghampiri Anna yang sudah terkulai lemas di pangkuan Pelangi.
Kebencian Julia muncul kembali kala melihat siapa yang memangku putrinya, dengan kasar ia mendorong Pelangi hingga terjengkang dan membentur dinding pembatas toilet. "Jangan sentuh putriku!" Tegas Julia yang menatap Pelangi dengan kebencian.
Pelangi memfokuskan tatapanya kepada Julia, tapi suara lelaki yang meneriaki nama Anna membuat Pelangi seketika membeku di tempatnya.
"Elang ...," cicit Pelangi pelan.
Merasa ada yang memanggil namanya, sang pemilik nama menatap Pelangi yang sudah berdiri dengan susah payah sembari menahan lengannya yang ngilu.
Elang tertegun mendapati Pelangi tengah memandang dirinya yang sudah memangku Anna. Pikiran Elang tak lagi fokus pada Anna, melainkan ke Pelangi. Mungkinkah Pelangi beranggapan bahwa sekarang ia tengah berselingkuh. Ya Tuhan! Apa lagi ini?
Lamunan Elang buyar kala suara tamparan dan teriakan tante Julia kepada Pelangi . Seketika itu pula hatinya mencelos medapati perlakuan menyakitkan seperti itu.
Melalui ekor matanya ia melihat Pelangi yang sudah menahan tangisan dengan mengigit bibir bawahnya. Sejenak waktu seolah terhenti ketika mereka saling berpandangan, dan saat itu pula ia merasa menjadi pria yang kejam. Bukankah ini yang ia inginkan? Menjaga hatinya, tapi kenapa rasanya tak mengenakkan.
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
-Dean akhmad-
11.03.2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro