Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Enam

Elang menghembuskan napas panjang sesaat sebelum memasuki rumahnya, selama perjalanan pulang ia sudah mempersiapkan diri akan kemarahan Pelangi. Makan siang yang seharusnya hanya sebuah pertemuan kecil dengan Anna malah menjadi runyam.

Hingga kini Elang masih bertanya-tanya, apa yang membuat Julia begitu membenci istrinya. Tamparan itu mungkin saja membuat Pelangi dipermalukan di depan umum, bahkan wanita itu sama sekali tak membalas perlakuan buruk Julia.

"Dasar pembawa sial!" Sepenggal kalimat itulah yang Elang tangkap ketika tamparan keras itu mendarat di pipi Pelangi. 

Apa yang sudah dilakukan Pelangi pada keluarga Suseno, hingga Julia menganggap kehadiran wanita berumur dua puluh delapan tahun itu sebagai pembawa sial.

Kesunyian dengan lampu tengah yang padam menyambut Elang ketika dirinya membuka pintu depan.

Sunyi.

Gelap.

Segera ia naik ke lantai dua menuju kamarnya. Elang memilih masuk ke kamar mandi, suara percikan air yang mengalir dari keran shower menenggelamkan kepenatan pria setinggi seratus delapan puluh sentimenter itu, bersamaan dengan air yang tersedot ke dalam pipa saluran air. Mandi di malam hari bukanlah hal yang buruk tapi juga tak mampu menyembunyikan wajah lelah Elang yang tercetak jelas di sana.

Setelah membawa Anna ke rumah sakit, mau tak mau ia kembali ke restoran. Tempat dirinya bekerja. Dia bukan CEO yang memiliki kekayaan tujuh turunan tak ada habis-habisnya.

Sekalipun restoran itu miliknya, bukan berarti dia hanya ongkang-ongkang kaki menerima keuntungan. Ia juga turun tangan langsung di dapur, terkadang ia membantu para pramusaji jika memang dibutuhkan.

Dan sekarang jiwa raga beserta otaknya mengalami kelelahan. Beberapa pemikiran akan sikap Pelangi setelah kejadian hari ini.

Ia bukan pria kejam yang tega berselingkuh. Hanya saja dia berada di waktu dan tempat yang salah.

Benar-benar di luar kendali.

Setelah mematikan keran air shower, Elang menyambar handuk yang tersampir di sisi kamar mandi lainnya dan mengeringkan badan. Gerakannya terhenti ketika menyadari bahwa ia lupa membawa baju ganti.

"Sial!" umpat Elang yang kemudian membelitkan handuk ke pinggangnya.

Perlahan ia membuka pintu kamar mandi. Gerakan mengosok rambutnya yang basah terhenti, kala manik hitam Elang melihat pemandangan yang tak biasa. Mendadak tubuhnya terpaku di tempat ia berdiri.

Di sana. Di atas rajang mereka Pelangi tengah mengompres luka di sudut bibir milik istrinya. Namun, bukan itu yang membuat Elang tak berkutik. Melainkan pada baju tidur satin hijau toska tanpa jubah, yang memperlihatkan bahu mulus Pelangi dari samping.

Selain itu ... Elang meneguk ludah, gerakan sekilas Pelangi jelas memperlihatkan gundukan kenyal di dadanya, yang diyakini tak memakai bra.

Elang berdeham pelan, membuat Pelangi sadar akan kehadirannya yang otomatis menghentikan aktivitasnya.

"E-elang ...."

Entah naluri dari mana, Elang berjalan menghampiri Pelangi yang hanya mampu memandang gerakan tubuh Elang menghampirinya. Ia sendiri tak mampu mengeluarkan suara.

Elang memandang luka di sudut bibir tersebut, "Biar aku aja." perlahan ia duduk dan meraih washlap dari Pelangi.

Pelangi hanya bisa memandangi pria yang rambutnya masih mengeluarkan tetesan air selepas mandi. Sejujurnya ia agak malu. Belum pernah ia merasa semalu ini, hanya karena pakaian yang ia kenakan saat ini.

Pelangi pikir, Elang tak akan pulang ke rumah karena kejadian siang ini.

Ia tak menduga keberadaan Elang sebelumnya, maka dari itu dia santai memakai baju tidur satinnya.

Elang meneguk ludahnya dengan susah payah, ia tak menyangkal jika pemandangan tersebut membuat naluri kelaki-lakiannya bangkit ke permukaan. Ia tak menampik bentuk tubuh Pelangi yang ramping, meski hanya berupa bayangan dan juga payudara yang menggantung sempurna.

Sial!

Imajinasi liar mulai memenuhi kepalanya. Elang jadi salah tingkah sendiri. Bahkan tubuh dan matanya juga ikut berkhianat karena tak mampu berpaling dari bibir Pelangi, yang terlihat begitu menggoda.

Mata mereka bersinggungan. Ada suatu getaran yang aneh terselip di antaranya. Elang sedikit meragu, perlahan ia menyentuh luka Pelangi. Dan sentuhan tangan Elang sukses membuat wanita itu reflek memjamkan mata. Mencoba menikmati sentuhan suaminya.

Elang sadar bahwa wanita ini adalah pasangan halalnya. Jadi, tak ada salahnya mereka bersentuhan seperti ini.

Tanpa persetujuan ia memcium bibir Pelangi, yang awalnya hanya ingin mengecup bekas luka Pelangi lalu berlanjut menjadi pagutan dan lumatan.

Samar-samar Elang menghidu aroma minyak telon yang menguar, tak biasa memang. Namun mampu membuat Elang kehilangan akal. Ia ingin Pelangi ada di bawah tubuhnya, mengerang dan memanggil namanya. Menjadikan wanita ini miliknya seutuhnya. Katakan Elang egois, tapi itulah definisi dari pernikahan. Pelangi istrinya, pasangan halalnya, dan ia memiliki hak penuhatas kepemilikan istrinya. 

Menurut Elang, sih.

Setelahnya hanya lolongan kenikmatan dan aroma keintiman yang mendominasi.

★★★★★

Elang terbangun lebih dulu, ketika suara alarm ponselnya meraung-raung. Sedikit menguap, ia meraba nakas sebelah dan menekan sembarang tombol guna mematikan alarm tersebut.

Elang mengerjap, membiasakan matanya dari pancaran sinar matahari yang menembus gorden yang belum tertutup sempurna. Elang membalikkan tubuhnya menghadap punggung pelangi yang terekspos tanpa tertutup selimut.

Perlahan Elang menyusuri kulit punggung Pelangi jemarinya, mulai dari bahu dan berakhir di pinggang gadisnya. Ia melihat memar itu, tepat berada di punggung Pelangi.

Entah keberanian dari mana, Elang memberanikan diri untuk menecup bahu Pelangi. Setelah itu ia memilih merapatkan tubuhnya dan melingkarkan lengannya ke pinggang Pelangi. Elang mengendus leher Pelangi yang terpampang jelas di depannya.

Aktivitasnya terhenti ketika ia melihat bercak merah di tengkuk Pelangi, jelas itu bukan tanda kepemilikan yang dibuatnya. Lebih mengarah pada bekas benturan. Tak hanya di tengkuk Pelangi, tapi juga di bahu dan juga pesendian istrinya.

Merasa terusik, Pelangi bangun dari tidurnya. "Ada apa?" tanya Pelangi mengucek kedua matanya.

Benar saja, Elang meraih tangan Pelangi yang sebelah dan menemukan bercak merah lagi.

"Kenapa banyak bercak merah?"

"Hah?" Pelangi melongo mendapati pertanyaan Elang.

Sekarang justru Elang yang dibuat melongo dengan kelakuan Pelangi. Bagaimana tidak, dengan enteng ia menyingkap selimutnya dan turun dari ranjang, sedikit berlari ia menuju ke meja rias dan bercermin. Dengan naked tentunya.

What the hell. Tidak kah ia merasa kesakitan disekitar pangkal pahanya? Karena yang ia tahu, setelah pecah telor para perempuan akan mengadu kesakitan karena aktivitas semalam. Meski hanya sekali melakukannya, bukan berarti area tersebut tak merasa kesakitan.

Pelangi yang menyadari kebodohannya, tak berani membalikan tubuhnya. Tanpa menoleh ke belakang ia mencoba meraih selimut di atas kasur. Setelah itu ia melilitkannya dan berjalan menuju kamar mandi.

Elang sendiri hanya mengeleng-gelengkan kepala, kemudian ia menyadari bahwa ia juga tak memakai apapun.

Elang masih bertanya-tanya, bercak merah di tubuh istrinya. Kenapa bisa sebanyak itu?

Elang mendapati Bundanya sudah duduk manis di meja makan, beserta secangkir teh di tangannya.

Elang duduk ditempat biasanya, tak lama Pelangi mengangsurkan secangkir teh.

"Kalian habis melakukan adegan tidak senonoh ya? Kok janjian keramasnya."

Elang tersedak tehnya, hingga terbatuk-batuk. Melotot pun percuma karena tersangkanya hanya senyum-senyun gak jelas.

Pelangi yang melihat Elang tersedak memijit tengkuk suaminya pelan.

"Pelan-pelan napa sih? Kek dikejar aja minumnya." sungut Pelangi meninggalkan sarapannya.

Bunda Nurul hanya terkikik geli melihat tampang horor anaknya.

"Bunda ngapain kemari?"

"Diiih ... Abang, segitunya gak mau dijengukin sama Bunda. Iya yang udah punya bini, Bunda di lupain."

Tuh kan ... keberadaan Bunda di rumah dan sepagi ini pasti bukan karena lagi kangen seperti apa yang tersurat dari ucapan Bunda.

Elang memicingkan mata, tak percaya dengan alasan yang dikemukakan Bundanya.

"Bun ...."

"Ayah lagi ke Semarang, nengokin panti asuhan. Bunda ogah di rumah sendirian. Boleh nginep sini, kan?"

Elang dan Pelangi saling melemparkan tatapan, yang berakhir dengan senyuman Pelanngi. "Tentu aja boleh, Bun. Ini kan juga rumah Bunda."

"Makasih ya, Sayang." Senyum Bunda seraya menyendokkan sarapannya.

Setelah menghabiskan sarapannya, Elang lebih memilih untuk segera berangkat kerja. Kalau tidak, bisa-bisa bundanya lebih jahil lagi.

Rutinitas baru Pelangi adalah mengekori Elang sampai di depan garasi, dan mencium punggung tangan suaminya.

Kecupan singkat mendarat di kening Pelangi. "Makasih untuk semalem," bisik Elang. Tak ayal membuat jantung Pelangi jumpalitan lebih dari biasanya disertai pipinya yang mendadak memanas.

Hingga mobil Elang keluar dari rumah, Pelangi tak jua bisa menenangkan jantungnya. Berdekatan dengan Elang hanya akan mempercepat kerja jantung yang selama ini ia rawat baik-baik.

Bunda Nurul melihat Pelangi berlari ke atas, padahal dirinya masih berada di ruang makan. Seketika Bunda menepuk keningnya, ia melupakan sesuatu.

"Ngapa bisa lupa, ya?"

Cepat-cepat ia menyelesaikan sarapan paginya, dan segera menghampiri Pelangi yang ada di kamar. Namun langkahnya terhenti di depan pintu kamar, begitu melihat pelangi sedang menyuntikkan sesuatu langsung di lengannya.

"Pe-pelangi ...."

★★★★★★★★★★

Monggo hina saya, ini beneran gendeng saya nulisnya. Wkwkwkwwkwkwkwk....

Jangan lupa komen sama vote ya.

Ketjup tjantiek
-Dean Akhmad-
    16/10/2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro